27. Km 725,6

111 24 9
                                    

Meskipun terlihat kaku, mbah putri tetap menyambut Vanya dengan ramah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meskipun terlihat kaku, mbah putri tetap menyambut Vanya dengan ramah. Hanya Bulik Yayuk yang bisa segera menerima teman kemenakannya dengan luwes. Dan Biyan juga menyadari perbedaan itu.

"Mbah, ini dibawain sama mamanya Vanya," sela pemuda itu seraya mengulurkan kotak kue pemberian Nuri.

Wanita itu mengintip isinya dan rautnya segera berubah begitu kue bolu berbentuk kotak di dalamnya tampak di penglihatan. Senyumnya pun tampak lebih tulus. "Wah! Kamu yang bikin sendiri?"

"Bukan, Mbah. Itu mama saya yang bikin," aku Vanya.

"Oh," sahut mbah dengan rentangan bibir yang mengendur.

"Masakan mamanya Vanya enak-enak lho, Mbah," imbuh Biyan. Namun kelihatannya wanita itu sudah tak tertarik.

"Dang adus kono, Le. Mengko ora kober jamaah¹," suruh mbah.

"Inggih², Mbah," sahut Biyan patuh. Ia lalu menggamit Vanya, memberinya kode untuk meninggalkan dapur.

Sebelum menunjukkan kamar yang akan Vanya tempati, lelaki itu menunjukkan kamar mandi, ruang yang paling dekat dengan dapur. Kamar mandi di rumah itu sangat sederhana, tanpa shower dan kloset duduk seperti di rumah Vanya, tapi cukup bersih.

"Oke?" Biyan memastikan.

"Oke." Vanya mengangguk.

Langkah mereka berlanjut, kembali melintasi kamar-kamar dengan pintu tertutup.

"Ini kamar gue sama Danar," tunjuk Biyan ke arah pintu di sebelah kiri. "Yang itu kamar bulik sama paklik," tunjuknya ke arah kamar di seberangnya. "Nah, itu kamar lo sama Btari," katanya sambil menunjuk ruangan di sebelah kamar bulik dan paklik.

Lelaki itu mengetuk kamar Btari.

"Ya!" sahut si pemilik kamar dari dalam.

Biyan membuka pintu kamar itu dan menjulurkan kepalanya ke dalam. "Mbak Vanya udah boleh masuk?" tanyanya.

"Boleh."

Kakak sepupu Btari itu membuka pintu lebih lebar dan membiarkan Vanya masuk. "Gue tinggal ya, Van. Mau siap-siap ke masjid."

"Masjid mana? Masjid Agung?"

"Bukan. Masjid Astana yang deket makam. Lo mau ikut atau salat di sini aja?" tanya Biyan sebelum berpisah.

"Di sini aja."

"Oke. See you."

Begitu pintu tertutup, Vanya sekilas menyapukan pandangan ke sekelilingnya. Ia baru pertama kali berada dalam kamar ini, tapi suasananya terasa tak asing. Poster-poster Sehun dan grupnya, EXO, membuatnya seperti berada di kamar kos Gwen.

"Kamu suka EXO, Tar?" mulai gadis itu, memecah kecanggungan.

Btari meninggalkan sesuatu yang sedang dikerjakannya di meja belajar. "He eh. Mbak juga?" Ia balik bertanya. Kelihatannya bertemu dengan fans idolanya menjadi suatu kesenangan tersendiri baginya.

✔The Road to MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang