Sejenak lidah Vanya kelu. Semua kata-kata yang sudah disimpan dalam benak seolah terhapus. Karan tak berubah. Wajahnya masih seperti saat Vanya menatapnya terakhir kali lewat sambungan Google Duo tiga tahun lalu. Ia hanya lebih gagah dengan setelan merah marun mengilat itu dan tatanan rambut klimis. Namun Vanya seperti sedang berhadapan dengan Jamie Dornan dengan sorot mata yang menyihir, yang membuatnya beku.
Karan pun sama terpananya dengan Vanya. Hanya saja ia bisa lebih cepat mengendalikan sikap. "Ngapain lo ke sini?" desisnya.
Belum juga habis rasa syok Vanya, tangannya sudah dihela ke arah pertokoan. Posisi bangunannya yang tak beraturan, membuat keduanya bisa sedikit bersembunyi. Di sana, ia baru berhasil melepaskan diri dari genggaman Karan.
"Lo ngapain ke sini?" ulang Karan. Sikapnya berubah. Ia bukan si kalem lagi. Dan ia tampak tak antusias melihat kehadiran Vanya. Sejak putus, Vanya benar-benar tak ada dalam kenangannya lagi.
"Urusan kita belum selesai." Vanya balas mendesis.
"Urusan apa lagi?" Karan menaikkan tangan kanannya, menunjukkan cincin emas yang melingkar di jari manisnya. "Lo lihat ini? I'm officially a wife's man now."
"Lo gak adil. Lo mutusin gue tanpa penjelasan. Gue berhak tau alasannya. Tapi lo langsung blokir semua akses."
"Terus, kalau lo udah tau alasannya lo mau apa?"
Vanya meringis. Lelaki di hadapannya bukan seseorang yang ia kenal dulu. Saat pertama kali berkenalan, Karan bahkan tak seperti ini. "You've changed," ujarnya dengan suara pelan.
Karan berdecak sambil mendongak. "Lo serius pengin tau?"
"Of course, sejak tiga tahun yang lalu."
"Susah, Van. Gue gak bisa LDR. Lo gak tau gimana beratnya nahan perasaan itu."
Vanya mengernyih. "Apa perlu gue ingetin? Gue gak pernah minta LDR. Lo yang janji mau mempertahankan hubungan. Lo yang minta gue nunggu."
Karan menggeleng. "Sorry. Gue gagal nepatin janji. Tapi semua udah terlambat ...."
"Lo kira gue berniat ngerusak acara pernikahan lo? Lo kira gue bakal merendahkan diri jadi pelakor?" Vanya tersenyum miring. "Gue gak sepicik itu, Ran. I'm here because I want a proper break-up. Itu yang seharusnya lo lakuin dari dulu, bukan jadi pengecut seperti ini."
"Oke." Karan mendesah. "What do you want me to do?"
"Lihat mata gue seperti waktu lo nembak gue dulu. Terus bilang 'Kita putus'."
"Jadi lo jauh-jauh ke sini cuma untuk itu?" Karan mendengus.
"Iya. Dan gue udah ngeluarin biaya banyak. Jadi jangan sia-siain kedatangan gue ke sini."
Laki-laki itu menggiring tatapannya ke arah bola mata Vanya. Namun baru saja mereka saling bertukar tatap, Karan segera memindahkan tatapannya ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔The Road to Mantan
ChickLit[ChickLit/Slice of life] Kalau ada seseorang yang bisa bikin Vanya gagal move on, itu adalah Karan, mantan terindahnya di masa kuliah. Usaha apa pun ia tempuh demi bisa bersama laki-laki itu lagi, termasuk jadi stalker media sosialnya dengan akun pa...