Apa Rayhan sudah dibawa penculik itu? Atau masih bertahan di Sekolah. Ya Tuhan... seandainya benar pria itu penculik dan Rayhan jadi korban tanpa sempat kutolong, aku pasti akna menyesal seumur hidup.
Saat mendekat ke arah sekolah, ada sebuah mobil mewah yang parkir di dekat tempat Rayhan dan lelaki itu. Jantungku langsung berpacu. Tadi belum ada mobil itu. Jangan-jangan itu mobil mau dipakai mengangkut Rayhan?
Rayhan masih di sana. Mengobrol dengan pria manis itu. Astaga! Kenapa aku tidak bisa menghilangkan kata manis, sih? Fokus, Kay! Fokus!
Aku menghentikan motor tepat di depan Rayhan. Hanya sekitar semeter dari mobil mewah itu. Tanpa membuka helm, aku memanggil Rayhan.
"Rayhan!"
Rayhan dan pria itu menoleh bersamaan. Aku melirik ke arah mobil mewah berjenis SUV itu. Ada seseorang dibalik kemudi yang tak terlihat jelas membuatku makin waspada. Aku makin deg-degan. Apa penculik sekarang mobilnya semewah ini untuk memikat korbannya?
"Bu!" Rayhan berdiri dan berseru senang.
Pria manis itu ikut berdiri dan menatapku heran. Melihat tinggi dan posturnya, nyaliku agak ciut juga. Secara fisik, aku jelas kalah telak. Belum lagi jika yang di dalam mobil mewah itu adalah komplotannya. Tapi tenang, suasana masih cukup ramai kok. Kalau aku teriak, pasti dia tidak bisa macam-macam. Para penjaja bisa membantuku jika beruntung.
"Ayo naik. Kita pulang." Kataku pada Rayhan berusaha tak menghiraukan si pria.
Rayhan menurut saja malah tersenyum senang.
"Daah, Om!" kata bocah kelas 3 SD itu melambai pada pria itu dan dibalas dengan senyuman manis. Kalau nggak lagi panik begini kayanya aku bakal jatuh kepayang gara-gara senyumannya.
Tapi ya ampun, aku punya kelainan apa gimana sih? Masa tertarik sama penjahat? Efek kelamaan jomlo apa gimana?
Aku kembali bersiap, memundurkan motor demi menghindari tabrakan dengan mobil di depanku nanti saat melaju, bisa berabe kalau nyenggol dikit lalu lecet. Memangnya gajiku cukup untuk membayar biaya perbaikannya?
Tapi hal yang tak kuduga justru terjadi, si pengemudi mobil yang tidak terlihat jelas dari luar itu tiba-tiba saja keluar. Seorang pria tinggi mengenakan baju berkerah lengan pendek berwarna biru dan celana jins itu menatapku sambil tersenyum kikuk.
Tidak! Dia bukan komplotan penculik yang aku duga sebelumnya. Aku sangat yakin, karena aku mengenalnya. Mengenal laki-laki yang baru keluar dari mobil mewah itu. Tapi... untuk apa dia di sini, heh?
***
Aku mengantarkan Rayhan sampai rumah dengan selamat. Mama dan Kakaknya masih berkutat dengan motor mereka yang tiba-tiba mogok. Mereka sedang mengusahakan pinjam tetangga atau naik ojek online sebelum aku datang dengan Rayhan.
Setelah menasehati Rayhan untuk tidak sembarangan mengobrol atau menerima sesuatu dari orang asing, aku juga meminta Mama Rayhan untuk segera menghubungiku bila terlambat menjemput Rayhan. Khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan.
Dua tahun lalu, ada kasus penculikan di sekolah. Si penculik mengaku diminta orangtuanya untuk menjemput si anak. Beruntung, aksi itu digagalkan Pak Basuki, tukang kebun yang merangkap sekuriti di sekolah karena badannya yang besar dan tampangnya yang seram. Pak Basuki merasa orang tersebut mencurigakan, sementara si calon korban senang-sennag saja karena sebelumnya sudah didekati si penculik. Saat itu, Pak Basuki menelepon salah satu guru dan meminta untuk konfirmasi ulang ke orangtua si murid, Orang mencurigakan itu langsung kabur begitu tahu modusnya sudah mulai terendus. Ternyata benar saja, orangtua murid tersebut tidak pernah mengutus orang lain untuk menjemput anaknya.
Entah pria asing tadi betulan penculik atau bukan, karena menurut pengakuan Rayhan ia hanya diberi jajan dan ditanya-tanya sama pria asing itu. Selain itu pria yang keluar dari mobil SUV itu jelas bukan komplotannya. karena aku kenal betul tampang menyebalkan si empunya mobil. Mahendra Wijaya.
Entah ada urusan apa Hendra ke sekolahku siang tadi. Dia sempat memanggil namaku dengan tampang cengo dan senyum kikuk saat melihatku. Tentu saja aku tidak menjawab dan langsung bergegas melajukan motor mengantar Rayhan. Ih... bodo amat sama mantan, ke laut aja sana!
Pupus sudah harapanku menikmati dinginnya es cincau dan sedapnya telur gulung yang masih hangat sambil leyeh-leyeh di kos. Ketika sampai di kos, serutan es dalam es cincau sudah sepenuhnya mencair, padahal itu yang paling kusukai dari es cincau selain cincaunya dan telur gulungnya sudah dingin. Setelah membersihkan diri, aku menikmati jajanan sambil memainkan ponsel. Ada pesan dari Esa, ngajak makan pecel lele bareng nanti malam. Aku mengiyakan tanpa banyak berpikir.
Usai memakan camilan, aku merebahkan diri dan mengistirahatkan tubuhku. Akhir-akhir ini aku merasa mudah sekali kelelahan, bahkan kadang-kadang terasa lemas. Padahal kegiatanku juga nggak banyak-banyak amat kok. Masa gara-gara pengaruh usia, sih? Meski jarang olahraga, tapi aku kan juga nggak tua-tua amat untuk tiba-tiba merasa kelelahan tanpa sebab. Atau jangan-jangan tubuhku memang sudah sejompo itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Juseyo {TAMAT}
RomanceKayyisa, seorang PNS berusia akhir 20an berstatus lajang yang dituntut keluarganya untuk segera menikah. Sang Ayah memberinya ultimatum untuk menemukan jodohnya sendiri atau menikah dengan jodoh pilihan Ayah. Kedatangan Mahendra, sang mantan satu-s...