Sekitar dua kilometer dari kosku ada sebuah taman yang cukup ramai dengan para pedagang kaki lima. Orang-orang, termasuk aku dan anak-anak kos lainnya biasa menyebutkan taman DPR bukan Dewan Perwakilan Rakyat, ya... Tapi Di bawah Pohon Rindang. Sebab taman tersebut memang dikelilingi pepohonan rindang. Di taman DPR biasanya kalau pagi ada banyak yang menjual menu sarapan, kue subuh, dan sayuran segar. Kalau malam, berbeda lagi pedagang dan menunya. Tapi aku lebih sering ke sana untuk membeli sarapan pagi dibanding makan malam.
Seperti pagi ini, aku lagi pengin banget beli beberapa kue subuh dan nasi kuning di taman DPR untuk menu sarapanku, sekalian jalan-jalan pagi. Setelah melapisi piama panjangku dengan jaket serta memakai jilbab kaus, aku gegas menuju taman DPR dengan sepeda motor.
Mendekati taman, aku sudah bisa mendengar suara riuh rendah keramaian taman di pagi hari. Sejauh mata memandang pun aku sudah bisa melihat kerumunan muamalah yang terjadi antara pedagang dan pembeli di taman itu.
Mataku langsung tertuju pada lapak kue subuh dan lapak nasi kuning yang bersebelahan. Dua lapak itu juga sedang ramai pembeli, tapi jelas tidak menyurutkan niatku dong. Kuparkir motor dekat lapak nasi kuning.
Aku langsung memesan satu porsi untuk dibungkus, meski tahu aku harus menunggu agak lama karena masih ada beberapa orang sebelum aku yang juga belum mendapat pesanannya. Sambil menunggu aku mengedarkan pandangan ke sekeliling taman, melihat penjaja-penjaja lain yang barangkali bisa kubeli dagangannya. Hampir seluruh penjaja dikerubungi pembeli. Hari minggu begini memang taman DPR lebih ramai dari hari-hari biasa.
Mataku kemudian tertuju pada pedagang yang menggelar lapak sayur mayur di dekat mobil pick up. Ada sosok menonjol yang langsung menarik perhatianku. Seorang pria tinggi mengenakan kaus berwarna putih dan celana training berwarna hitam sedang sibuk memilih sayuran dan sesekali terlihat digoda ibu-ibu pembeli yang lain. Pria itu hanya tersenyum ramah menganggapi ibu-ibu di sekitarnya.
Manis sekali...
Tanpa sadar aku tersenyum kecil memperhatikan lelaki itu. Kali ini ia menyerahkan beberapa sayuran yang dipilih dan bungkus-bungkus berisi ikan atau yang lain, aku tak begitu jelas. Ia menyerahkan itu semua pada seorang pria yang aku yakini adalah penjualnya.
Saat itulah mata kami bertemu, ketika tiba-tiba ia mengedarkan pandangan ke arahku. Astaga! Jangan-jangan benar kata orang, kalau kita diperhatikan lama-lama pasti berasa.
Pria itu tersenyum lebar, menyapaku. Aku hanya membalas dengan senyum kecil. Kelewat ramah kamu, Mas. Bikin hati kebat-kebit aja. Mau baper tapi udah ditolak.
"Pakai apa, Mbak?" pertanyaan dari si ibu penjual nasi kuning membuatku mengalihkan pandangan dengan segera.
"Lengkap, Bu." jawabku pelan.
"Pakai sambel?"
"Iya."
Si Ibu melayani dengan cekatan, setelahnya aku mengangsurkan uang dan dengan cepat juga mendapat kembalian.
Aku tak sempat menoleh ke arah lapak sayur dan memilih langsung menuju lapak kue subuh. Si pedagang memberiku sebuah piring melamin untuk memilih jajanan yang tersedia, aku mengambil kue sus, kroket, risol, putu ayu, lumpur kentang, dan kue talam. Setelah membayar dan menerima jajanan yang sudah dibungkus plastik aku berbalik hendak menuju motor, tapi seseorang ternyata sudah lebih dulu menyapaku.
"Beli sarapan?" tanyanya basa-basi ketika melihat tentenganku.
"Iya, Mas Kanasta juga?" tanyaku balik basa-basi.
"Belanja sayur aja nih..." katanya sambil sedikit mengangkat tangannya, sehingga mataku tanpa sadar tertuju pada tangan yang sedang menenteng kantung belanjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Juseyo {TAMAT}
RomanceKayyisa, seorang PNS berusia akhir 20an berstatus lajang yang dituntut keluarganya untuk segera menikah. Sang Ayah memberinya ultimatum untuk menemukan jodohnya sendiri atau menikah dengan jodoh pilihan Ayah. Kedatangan Mahendra, sang mantan satu-s...