Akhirnya aku menyeret dua makhluk pembuat keributan itu ke dalam kelas yang sudah kosong. Para staff sudah pulang, kelas sudah hampir dikunci Pak Basuki, tapi aku minta waktu untuk berbicara 6 mata dengan 2 makhluk pembuat keributan di depan sekolah beberapa menit yang lalu itu.
Aku berdiri di depan kelas, menatap Esa yang duduk di bangku dan masih cemberut. Selang satu bangku ada Hendra yang sedang mengusap-usap kepalanya, sesekali menatap Esa tidak suka.
Aura permusuhan antara keduanya memang sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Saat aku masih pacaran dengan Hendra. Laki-laki itu pernah secara terang-terangan mengejek Dani yang saat itu masih jadi pacar Esa, itulah awal permusuhan mereka. Saat akhirnya Esa putus dengan Dani mereka sempat berbaikan tapi kemudian kembali menjadi musuh setelah Hendra mengkhianatiku.
"Tadi aku lihat dia mau deketin kamu, Kay. Aku jambak aja biar kapok!" Sungut Esa.
"Aku memang mau mendekati Kay, terus apa masalahnya?" Hendra nggak kalah ngegas.
"Ya masalah dong! Ngapain kamu pake acara mengendap-endap gitu? Mau bius Kay dari belakang terus kamu culik, ya?" tuduh Esa.
Aku sendiri melongo dengan tuduhan Esa. Terdengar mengada-ada, tidak masuk akal. Entah bagimana bisa gadis itu berimajinasi seperti itu.
"Yaa... aku mau ngagetin Kay, ngasih surprise! Kamu paham konsep itu, nggak?" Protes lelaki itu.
"Dan apa-apaan pula kasih bius terus diculik? Di tempat ramai kaya gitu?" Cibir Hendra lagi tidak terima dengan tuduhan asal Esa.
Esa bersedekap dan memasang wajah angkuh, " ya... mana tahu, kan, kamu mau berbuat jahat!"
"Berbuat jahat? Aku? Pada Kay?" Hendra jelas makin tak terima.
Esa mengangguk pasti, "Udah pernah juga, kan? Bukan nggak mungkin diulangi." sindir Esa pedas.
Hendra kalah telak. Ia terdiam sesaat sebelum kembali membuka mulutnya.
"Ya bukan berarti kamu main jambak dong, Sa! Lihat nih rambutku jadi rontok. Kepalaku pusing. Kalau aku botak dan kena gegar otak kamu mau tanggung jawab?"
"Mana ada orang gegar otak gara-gara dijambak, dodol!"
"STOP! Please udah ya... berantemnya bersambung dulu!" Aku mencoba menengahi dua makhluk itu, percis seperti aku ketika menengahi anak muridku saat sedang berantem. Masalahnya yang aku hadapi ini dua orang dewasa.
"Kalau berantemnya mau berlanjut, nanti aja di luar lingkungan sekolah. Mau baku hantam kek, silat lidah kek, tarung sarung... silakan. Tapi di sini... please... kalian jangan bikin aku malu dooong!" Aku memijat keningku yang mendadak pening.
Ya ampun, entah apa yang terjadi besok, lusa, dan seterusnya. Saat orang-orang yang menyaksikan adegan tadi masih bernapas, pasti akan menjadi hot trending topic selama beberapa hari ke depan.
"Ndra, kamu ngapain lagi ke sini? Terus ngapain pake acara surprise-surprise an segala. Aku nggak butuh dan nggak suka." Kataku pada Hendra.
"Esa! Please... aku tahu kamu dendam kesumat sama Hendra dan nggak mau dia nyakitin aku lagi, tapi... nggak harus jambak orang di depan sekolah dong, Sa...." kali ini aku memasang wajah penuh permohonan pada Esa.
"Oh itu tadi nggak ada apa-apanya, Kay. Kalau sampai nih makhluk sontoloyo edan deketin kamu lagi! Nggak Cuma kujambak, sekalian aku bikin botak dan gegar otak beneran!" Sungut Esa berapi-api.
"Sebentar! Sebentar! Ini kenapa jadi kamu yang emosi sih, Sa? Kay aja mau maafin aku... iya kan, Kay?" Hendra meminta dukunganku.
"Karena Kay terlalu baik, makanya aku nggak akan biarin kamu manfaatin kebaikan Kay lagi. Awas kamu ya... kalau sampai bikin Kay susah lagi..." Esa menunjukkan tinjunya, "Nih!"
"Nggak takut... Nggak takut... weee..." Hendra malah meledek, Esa yang terlanjur kesal sudah berdiri dan hendak memberi pelajaran pada Hendra. Sementara Hendra juga sudah bersiap berlari. Detik berikutnya terjadi kejar-kejaran antara dua makhluk dewasa itu di dalam kelas terhalang bangku-bangku. Astaga...! Mereka itu umur 30 atau 3 tahun sih?
"STOOOOPP...!!!" Aku berteriak demi menghentikan mereka. dan benar, mereka berhenti menatapku penuh tanya.
"ESA! HENDRA! DUDUK!" Aku menunjuk bangku tempat mereka duduk sebelumnya.
Keduanya saling berpandangan penuh tanya tapi juga sorot mata kesal sebelum menuruti perkataanku. Mereka duduk di tempatnya lagi.
"Hendra! Bener kamu tadi ngendap-ngendap di belakangku?" tanyaku pada Hendra. Memang sih mengendap-endap itu terlihat mencurigakan.
Hendra mengangguk.
"Mau ngapain?" Keningku berkerut.
"Mau surprise-in kamu. Main-main aja. Aku mau ajak kamu makan siang bareng, pas lihat kamu celingukan jadi pengin ngisengin kamu." Akunya.
Aku menghela napas.
"Nah tuh, Sa! Dia nggak punya maksud jahat. Jadi kamu harus minta maaf." Kali ini aku memandang Esa. Aku memang kesal dengan Hendra, tapi aku harus fair. Lelaki itu tak melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan Esa.
Wajah Esa tertekuk kesal.
"Oke! Aku minta maaf karena udah suudzon!" Balas Esa mengakui kesalahannya, gadis itu menghela napas kemudian kembali membuka mulutnya.
"Tapi aku nggak mau minta maaf udah jambak dia!" tunjuknya pada Hendra penuh emosi.
"Anggap aja itu emosiku yang nggak sempat tersalurkan dulu waktu dia tiba-tiba mengkhianatimu, Kay." Lanjut Esa.
Well, masa lalu memang tidak semudah itu dihapuskan, kan?
"Ya meskipun sebenernya jambakan aja nggak cukup sih. Harusnya kuhajar sekalian!" Kata Esa lagi kali ini memandang Hendra yang terdiam seribu bahasa.
"Sa..." Aku memperingatkan.
Esa mengentak kesal,"Iya..iya! Ndra! Aku minta maaf udah suudzon." Kata Esa lagi.
"Hm... dimaafkan! Aku... juga minta maaf..." Jawab Hendra.
"Aku sudah minta maaf pada Kay. Aku juga minta maaf padamu karena sudah menyakiti sahabatmu, Sa." lanjut Hendra dengan wajah menyesal meski tak menatap Esa.
Esa menatap Hendra, air mukanya berubah ketika mendapati raut penyesalan Hendra. Esa menatapku dan aku hanya mengedikkan bahu. Aku sudah cerita semua tentang pertemuanku dengan Hendra juga pengibaran bendera damai di antara kami.
"Hm..." jawab Esa masih berusaha jual mahal.
Aku tersenyum geli melihat keduanya yang tadinya saling memalingkan wajah, kini mulai saling melirik meski masih gengsi.
"Pakai pelukkan nggak nih?" cetus Hendra langsung mendapat gaplokan di punggungnya.
"Adooh! Kan Cuma tanya... ganas banget sih! Biasanya kalau habis marahan tuh pelukan..."
"BUKAN MAHRAAAAMMM!!" Teriakku dan Esa bersamaan yang hanya diberikan respon bengong oleh Hendra.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Juseyo {TAMAT}
RomansaKayyisa, seorang PNS berusia akhir 20an berstatus lajang yang dituntut keluarganya untuk segera menikah. Sang Ayah memberinya ultimatum untuk menemukan jodohnya sendiri atau menikah dengan jodoh pilihan Ayah. Kedatangan Mahendra, sang mantan satu-s...