Sudah hampir setengah jam aku berkutat dengan buku agenda dan bolpoint di tanganku. Aku sedang membuat analisis SWOT. Bukan, bukan untuk project sekolah. Melainkan untuk project masa depanku jika aku menerima lamaran Mas Kanasta. Aku berencana untuk mengirim pesan padanya bahwa aku akan memberinya jawaban akhir pekan ini. Yes! Sengaja aku bikin deadline sendiri biar enggak kelamaan mikir. Makin lama malah makin ada aja godaannya. Lagipula rasanya sudah cukup lama waktu yang ia berikan padaku untuk mmeberi jawaban lamaran yang seharusnya langsung bisa kujawab 'yes!' kalau saja ia tidak secara tiba-tiba mengungkapkan masa lalunya.
Di sini lah aku sekarang, menganalisis secara cermat keuntungan dan kerugian bila aku menikah dengan Mas Kanasta dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Treaths) untuk menimbang baik buruknya. Aku nggak tahu ini cara yang tepat atau enggak, tapi cuma ini yang aku pikirkan. Adakah orang lain yang menggunakan analisis ini untuk menikah juga?
Aku melihat deretan tulisan yang kubuat sendiri. Banyakan Strengths sama Opportunitiesnya sih. Nggak imbang nih. Apa karena aku masih main perasaan dan informasiku tentangnya masih minim?
Aku mengacak rambut. Masa iya aku harus bayar detective buat menyelidiki Mas Kanasta sih? Yang ada itu detective makan gaji buta karena Mas Kanasta kerjaannya kalau enggak di Puskesmas, ya klinik.
Kututup buku agenda dan bergegas mengganti baju. Hari ini aku berniat mengunjungi Esa. Kami sudah janjian mau nonton bareng. Ada film yang kami tunggu sejak tahun kemarin dan baru tayang kemarin.
Aku hanya mengenakan gamis sederhana dan phasmina. Malas dandan. Biarinlah tampang gembel gini, cuma nonton sama Esa ini.
Kupacu sepeda motor menuju warehouse Esa. Aku berniat nongkrong aja di sana sembari menunggu Esa. Kalau di kos malah makin overthinking.
Aku langsung masuk ke warehouse, sepintas aku melihat Esa sedang berbicara dengan penjahitnya di area produksi.
"Tunggu di dalem aja, Kay!" Katanya setengah berteriak diantara deru mesin jahit.
Aku mengangkat jempolku tinggi. "Pinjem komputermu!"
"Ya!"
Aku melenggang menuju ruangan Esa lalu membuka komputernya dan menonton drama yang belum selesai kutonton kemarin.
Cukup lama aku fokus menikmati drama Saeguk yang diperankan Lee Junho dan Lee Se Young itu. Hingga tak sadar bahwa sejak tadi aku tidak sendirian.
"Wah! Kok saya baru lihat yang ini. Baru, ya?" Sebuah suara feminine membuatku terlonjak kaget.
Aku menoleh dan mendapati seorang wanita setengah baya tengah berdiri terlihat ikut menikmati tontonanku.
Aku memerhatikan wanita itu sekilas. Tampilannya modis. Mengenakan tunik motif bunga dan celana berwarna putih serta jilbab berwarna peach, senada dengan dominasi warna bunga di tunik yang dikenakan. Wanita itu menenteng tas tangan dengan elegan. Sekilas, wajahnya mirip dengan Mamanya Esa, tapi bukan Mamanya Esa. Aku yakin itu. Apa mungkin tantenya Esa?
"Eh, iya, Bu..." aku tersenyum. Sambil bertanya-tanya ini saudara atau kliennya, ya...
"Silakan duduk, Bu..." Aku mempersilakan.
Si Ibu balas tersenyum dan duduk.
"Mau ketemu Esa, Bu?" Tanyaku basa-basi.
"Ya, tadi sudah lihat dia. Sama karyawannya diminta tunggu di sini."
"Oo..." aku mengangguk paham.
Dalam hati aku merapal doa agar tidak terlibat obrolan dengan Ibu-ibu yang biasanya kepo ke arah urusan pribadi. Bukannya suuzan, tapi tiap kali di tempat umum dan bertemu dengan Ibu-Ibu ujung-ujungnya malah tanya urusan pribadi dan memberi nasehat yang menurutku nggak perlu. Makanya aku jadi enggan mengobrol dengan orang asing, apalagi Ibu-Ibu. Cuma senyum dan pura-pura sibuk atau kabur adalah jalan ninjaku. Namun, saat aku sudah berpikir cara untuk kabur dari suasana ini, kalimat yang keluar dari mulut si Ibu malah membuatku membatalkan niat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Juseyo {TAMAT}
RomanceKayyisa, seorang PNS berusia akhir 20an berstatus lajang yang dituntut keluarganya untuk segera menikah. Sang Ayah memberinya ultimatum untuk menemukan jodohnya sendiri atau menikah dengan jodoh pilihan Ayah. Kedatangan Mahendra, sang mantan satu-s...