"Mas Kanasta, ya?"
Dan betul. Aku mengenalnya.
Dia Bara. Juniorku dulu di kampus, sekarang dia bekerja dengan Esa. Awal Esa merekrut karyawan, Bara yang mendaftar. Meski saat itu Esa tak menjanjikan apa-apa, karena usahanya belum se-stabil sekarang. Sekarang, kata Esa, Bara menjabat sebagi manajer produksi, meskipun pada kenyataannya Bara melakukan hampir semua pekerjaan. Singkatnya, Bara itu jadi orang kepercayaan Esa sekarang. Tapi apa hubungan Bara dengan Mas Kanasta?
"Ya... siapa?" Tanya Mas Kanasta bingung.
Lho? Kok malah tanya siapa? Ini maksudnya Mas Kanasta nggak kenal Bara? Kok ketemuan? Aku jadi ikut penasaran.
"Saya Bara, mau ambil bingkisan buat Mbak—eh Esa,"
Oh bingkisan untuk Esa.
Eh? Gimana?
"Oh iya," Mas Kanasta tersenyum manis, "Esa kemana?" lanjutnya mengangsurkan bingkisan besar itu. Bara terlihat kikuk seperti biasa. Yang takkusangka, Bara duduk di sebelahku setelah menyapaku seperlunya.
Tunggu! Jadi Mas Kanasta kenal Esa?
"Anuu... itu... kami... pacaran, Mas." Kata Bara tiba-tiba. Membuatku yang ssedang minum hampir tersedak mendengar kalimatnya yang ambigu.
Siapa yang pacaran?
Kami?
Aku-Bara? Bara-Mas Kanasta?
"Kalian?" Tanya Mas Kanasta menunjukku dan Bara. Aku sama bingungnya dan reflek menggeleng sebelum menoleh pada Bara.
Enak aja. Kapan jadiannya? Ngobrol aja jarang.
"Kita? Heh!" Aku melotot pada Bara tak terima.
Bara terlihat salah tingkah dan langsung mengelak dengan cepat, "Maksudnya saya dan Esa." cicit Bara.
Oh...
"HAH?!" Kali ini teriakanku terlalu lantang sampai beberapa pengunjung menoleh. Bara dan Mas Kanasta jangan ditanya, sudah kaget duluan.
"Kalian pacaran? Sejak kapan? Gimana ceritanya?" cercaku kemudian.
Aku memang sudah menduga sih Esa ada apa-apa dengan Bara, tapi Esa nggak pernah mau ngaku gitu. Kok tiba-tiba pacaran aja.
"Eh anu... baru kok. Eh udah lama sih." Bara mengerjap polos juga terlihat masih kaget dengan reaksiku yang berlebihan.
"Mbak Kayyisa kok di sini?" tanyanya seolah baru sadar aku ada di antara mereka. Kemana aja, Boy?
"Kamu cerita dulu gimana ceritanya bisa pacaran sama Esa? Terus ini kok bisa kenal Mas Kanasta. Eh berarti Mas Kanasta kenalannya Esa, begitu?" Aku menoleh bergantian ke arah Bara dan Mas Kanasta.
Mas Kanasta mengangguk, "Kami teman... em... tetangga?" katanya dengan wajah tidak yakin.
"Cowok yang dijodohin dengan Esa." sahut Bara.
Ha?
"Mm... nggak gitu sih sebenarnya...bla-bla-bla." Aku tak mendengar lagi ucapan Mas Kanasta.
Neuron-neuron dalam otakku langsung sambung-menyambung mengirim pesan untuk mengingat beberapa obrolanku dengan Esa tentang cowok dijodohkan dengannya itu. Teman masa kecil. Kakak kelas beda satu tahun. Satu kampung dengan Esa. Dokter. Aku sempat sangat penasaran dengan cowok yang dimaksud Esa, sayangnya Esa nggak punya fotonya. Cowok itu nggak punya sosial media pula, jadi nggak bisa distalking-in. Jadi itu...Mas Kanasta? Mungkin Esa pernah menyebut namanya, tapi aku lupa. Kami tak terlalu sering membahasnya karena Esa tidak suka. Lalu aku teringat terakhir kali kami mengobrol tentang perjodohannya, Esa punya rencana untuk menggagalkannya... yaitu dengan pura-pura punya pacar.
Aku menatap Bara. Tatapan mata Bara mengirimkan sinyal padaku yang langsung bisa kutangkap dengan cepat. Jadi Bara tumbalnya....malang sekali nasibmu, Nak.
Aku tertawa sumbang, "Ha? Oh iya, akhirnya kalian pacaran juga, ya. Udah lama curiga sih. Sekarang official nih?" kataku kaku sambil menepuk pundak Bara, mencoba membantu rencana Esa. Meskipun sebagian aku jujur, aku memang sudah lama menduga mereka ada hubungan lebih dari Bos-Karyawan.
Tapi kenapa juga Bara? Pemuda polos ini? Aktingnya aja kikuk begini. Bagaimana mungkin seorang pacar berlaku seperti ini pada saingannya?
Mas Kanasta menatap kami berdua lalu tersenyum kecil dan mengangguk-angguk. Dari tatapannya saja aku sudah tahu bahwa rencana Esa sudah gagal.
"Begitu, ya?" katanya.
"Iya, Mas. Cocok ya, mereka? Bara-Esa. Noona-romance gitu! Hehehehe." lanjutku lagi, entah mengapa aku maish ingin berusaha meski tahu tak berguna. Aktingku tak lebih baik dari Bara.
Keduanya menatapku dengan tatapan bingung. Tak mengerti maksud ucapanku. Ya... siapa yang paham noona romance, istilah itu kami gunakan untuk drama korea yang pemeran utama wanitanya lebih tua dari pasangannya.
Karena merasa suasana sudah tidak kondusif, dan aku sudah selesai dengan urusanku, aku memilih untuk pamit undur diri. Biar mereka selesaikan sendiri. Bara! Maaf, ya! Aku bantu sampai sini saja.
"Pulang naik apa, Kay?" tawar Mas Kanasta yang kemudian mengejarku keluar.
"Ojek online."Aku menoleh ke dalam, Bara masih terduduk di tempat kami semula.
"Kami sudah selesai. Titipan Mamanya Esa sudah kuberikan pada Bara." kata Mas Kanasta seolah menjawab rasa penasaranku.
"Udah pesen belum? Atau mau bareng aku aja?" tawarnya ramah.
Aku?
"Eh, enggak, Mas. Terima kasih. Aku sudah pesan, kok." kataku ikutan ber Aku-aku sambil mengacungkan ponsel. Sebenarnya aku nggak mau pulang sih. Aku harus ketemu Esa dulu. Kejadian besar kaya gini harus kami obrolkan berjam-jam.
Tak lama Ojek yang kupesan datang dan aku pamit dengan sopan. Mas Kanasta melambaikan tangan dan tersenyum ramah ke arahku.
Ya ampun! Esa nggak salah nih? Nolak dijodohin sama cowok kece begini?
***
![](https://img.wattpad.com/cover/320919877-288-k260245.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Juseyo {TAMAT}
RomanceKayyisa, seorang PNS berusia akhir 20an berstatus lajang yang dituntut keluarganya untuk segera menikah. Sang Ayah memberinya ultimatum untuk menemukan jodohnya sendiri atau menikah dengan jodoh pilihan Ayah. Kedatangan Mahendra, sang mantan satu-s...