Kisah Mahendra

244 63 19
                                    

Sore itu, usai membersihkan kamar kosku, ponselku berdering. Ketika melihat nama yang tertera di layar, jantungku berdebar seketika.

Mas Kanasta

Nomor itu memang sudah tersimpan di ponselku sejak Ayah mengirimnya. Yang pernah kudengar, Mas Kanasta juga sudah lama mendapatkan nomorku dari Esa.Tapi sama sekali tidak ada komunikasi diantara kami. Lalu kenapa tiba-tiba sekarang....

"Assalamu'alaikum, Kay." Suara berat itu terdengar, setelah aku menerima panggilan.

"Ini Kanasta." lanjutnya.

Ya aku tahu.

"Wa'alaikumsalam, Iya, Mas. Ada apa?" tanyaku dengan nada sedatar mungkin.

"Lagi sibuk?"

"Ng... enggak juga sih. Ada apa, ya?"

Memang kalau nggak sibuk mau teleponan berjam-jam kaya remaja yang baru pacaran gitu? Eh, emang remaja yang baru pacaran suka teleponan berjam-jam, ya? Wah udah lupa rasanya jadi remaja apalagi pacaran.

"Sabtu ini kamu kosong?"

Aku mengernyit, mencoba menebak arah pembicaraannya.

"Nggak ada jadwal apa-apa sih, kenapa, Mas?"

"Kalau kita ketemu di luar, bisa? Ada yang mau aku omongin."

Ha? Ketemu di luar? Wae? Mau apa? Jangan bilang dia mau memberiku undangan pernikahannya secara pribadi, ya? Batinku berisik sendiri

"Soal apa ya, Mas?" pancingku. Kalau buat nerima undangan nikahmu, ogah! Mending aku cari alasan mau ke planet lain aja lah.

"In syaa Allah penting. Gimana? Bisa?"

"Mau kasih aku sesuatu, Mas?"

Tawa rendah terdengar di sana, "Kamu mau dikasih apa?"

Mahar!

"Eng... ya siapa tahu ngajak ketemu mau ngasih undangan..."

"Undangan?"

Bukan, kan? Dari pertanyaannya sih kayanya bukan undangan, jadi aman lah ya....

"Sama Esa?"tanyaku buru-buru mengalihkan topik.

"Enggak. Kita berdua saja. Kamu nggak keberatan, kan?"

"Ng... mau ketemu dimana?"

"Di Ola Grill and Pasta."

Oh, aku tahu tempat itu. Lokasinya tidak terlalu jauh. Aku belum pernah ke sana tapi aku pernah melewati restaurant itu. Bangunannya yang unik membuatku langsung menoleh karena tertarik ketika lewat.

"Kirain mau di taman DPR atau warung bubur gitu..." balasku. Jujur saja ketika menyebutkan kata 'luar' otakku hanya memikirkan tempat-tempat dimana kami pernah bersama.

"Penginnya malah ke kosmu sambil minum teh buatanmu lagi."

Kali ini aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Tapi enggak lah, nanti malah jadi gossip di klinik." lanjutnya kemudian.

Ooh... Rosa.

"Oke Mas, in syaa Allah aku bisa." jawabku kemudian mengakhiri pembicaraan kami sore itu.

***

Usai makan siang bersama dengan Bu Salma, aku kembali ke kantor dengan membawa beberapa cup jus buah yang kemudian kubagikan untuk staff di ruang guru. Bu Lia salah satunya.

"Jus alpukat pakai susu putih, untuk Bu Lia." kataku sambil mengangsurkan satu cup minuman yang kusebutkan tadi di meja Bu Lia. Bertahun-tahun kerja dengan beliau, aku tahu kalau jus alpukat dengan susu putih adalah salah satu minuman favorit beliau.

Jodoh Juseyo {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang