Jadi Makcomblang

185 66 10
                                    

Aku menatap lama pada deretan angka yang belum kusimpan dalam kontak. Nomor ponsel Hendra. Aku menimbang-nimbang cukup lama sebelum menghubunginya. Jam istirahat ini aku menyingkir ke ruang UKS yang kosong demi menghubungi Hendra.

"Assalamu'alaikum." salamku ketika Hendra menerima panggilan.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, ternyata bener yang telepon calon ibu dari anak-anakku, kirain tadi salah lihat nama." suaranya terdengar girang di seberang sana. Aku memutar bola mata malas.

"Mohon maaf saya mau cari Hendra, bukan buaya." jawabku menyindirnya.

Hendra tergelak di seberang sana.

"Ada apa, Kay? Tumben telepon. Kangen, ya? Mau aku samperin?"

Idih.

"Nggak." jawabku cepat dan ketus.

"Hahaha. Kirain, udah lama nggak ketemu dan nyariin kamu. Kamu jadi ngerasa kehilangan gitu."

"Nggak usah macem-macem." ancamku, belum juga lupa dari ingatan aku dicap sebagai pelakor dan kami bersepakat untuk tidak berhubungan lagi. Udah kumat lagi isengnya Hendra. Aku tadinya juga nggak ada niatan sama sekali untuk menghubungi Hendra seperti ini, Tapi demi Esa nih.

"Aku mau tanya sesuatu dong, Hen." lanjutku mengembalikan topik.

"Jangan susah-susah, ya. Aku belum belajar."

Yee... sa ae tutup botol. Tapi aku memilih tak menanggapi candaannya.

"Kamu udah lama kenal sama Ryan?" tanyaku langsung.

"Ryan... siapa nih? Ryan yang artis, tukang las, temen SMA, kontraktor, Bos tekstil, apa Ryan temen kuliahku dulu?"

Lah? Banyak bener.

"Yang garap proyeknya Esa."

"Ooh... Ryan kontraktor berarti. Kenapa, Kay? Mau tanya apa? Terus ngapain kamu tanya-tanya soal Ryan? Kamu naksir dia, ya?" cerocosnya tanpa jeda.

"Kamu kenal baik sama Ryan kontraktor?" tanyaku jadi ikutan nyebut Ryan kontraktor juga. Mengabaikan pertanyaan balik dari Hendra, Hei, di sini aku ya yang mau tanya-tanya. Kok malah ditanya balik.

"Iya lah. Kita kenal udah lama. Ada apa sih, Kay?"

Tuh kan, ujung-ujungnya balik tanya lagi.

"Orangnya baik?"

"Ya kalau jahat dah masuk penjara dong." jawabnya asal. Tapi bener juga, meskipun banyak juga penjahat yang nggak masuk penjara.

"Belum tentu." kilahku, " Tapi beneran baik, kan? Definisi baikmu tuh kaya gimana? Coba kasih contoh dan jelaskan."

"Buset. Kayak ujian aja, Kay." Protesnya di seberang sana. "Tapi sebentar dulu kamu korek-korek informasi Ryan buat apa dulu nih? Naksir? Atau kamu punya pekerjaan ganda jadi mata-mata dan lagi menyelidiki Ryan. Dia lagi kena kasus apa? Narkoboy? Money laundry? Atau apa?"

Aku menghela napas. Sabar... sabar....

"Ini kenapa jadi kamu yang malah tanya-tanya? Kan aku tadi yang mau tanya-tanya." geramku tertahan, "lagian tinggal jawab doang apa susahnya sih, Ndra?"

"Oh tidak bisa dong. Siapa tahu kamu memanfaatkan informasi yang kamu dapat dariku untuk hal-hal yang tidak baik." ia masih saja mendebat. Ada benarnya juga ish, tapi kok aku nggak terima dibilang mau memanfaatkan untuk hal yang tidak baik.

"Hal-hal tidak baik gimana maksudnya bapak Mahendra Wijaya?"

"Ya... misalnya kamu ngulik Ryan buat dijadiin calon suami kamu kan tidak baik buat aku. Soalnya aku yang mau daftar paling pertama."

Jodoh Juseyo {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang