Tak terasa, malam sudah tiba. Panas yang menyengati kulitku berubah menjadi deburan angin yang dingin. Aku memang tahan dengan panas, tapi kalau dingin aku tidak bisa lagi. Setelah seharian duduk di sana, aku akhirnya memutuskan untuk beranjak juga lalu pulang ke rumah.
Dalam perjalanan pulang, aku sempat melihat jam taman yang sudah menunjukkan angka 10. Biasanya bila seorang bocah berusia 8 tahun pulang jam segini, sudah bisa ditebak ia akan dimarahi habis-habisan oleh orang tuanya, bahkan mungkin tidak diberi jatah makan malam lalu akan menangis dengan memilukan kemudian minta maaf. Akan sangat bagus kalau kenyataannya begitu.
Sekitar 20 menit berjalan, aku tiba juga di depan rumahku yang sederhana, tidak bertingkat dan kecil. Dengan pelan aku melangkah mendekati pintu, dan ketika aku baru saja ingin membukanya, sebuah suara teriakan mengagetkanku. Aku mendengus. Mulai lagi.
"Aku pulang," ucapku pelan seraya menutup pintu setelah masuk. Seperti dugaanku, tidak ada bentakan, tidak ada nangis, tidak ada yang peduli padaku. Tentu saja, mereka sibuk dengan diri sendiri. Papa dan Mama, sibuk bertengkar.
"Uang, aku butuh uang, uang! Dimana kau simpan uang-uang itu, perempuan busuk?!" seru Papa sambil mengobrak-abrik lemari-lemari yang sudah lama kosong itu.
Mama dengan wajah yang memerah balas membentaknya, "Uang di rumah ini sudah kau pakai habis! Seluruhnya! Sampai mati pun kau gak akan temu seperser pun!"
Papa mengambil koran bekas dan melempar Mama. "Jangan kira kau bisa tipu aku ya. Aku tahu kalau uang di rumah ini sudah kau habiskan untuk minuman busukmu!"
"Kalau iya kenapa?" Mama yang tadinya duduk di sofa kini bangkit dan balas melototi Papa dengan geram. "Tapi maaf sekali, uang yang kupakai tidak lebih darimu untuk berjudi!"
"Jangan samakan aku denganmu! Uang yang kupakai itu bisa memenangkan lebih banyak uang, sedangkan kau?" Papa meludah ke lantai dan menusuk-nusuk jidat Mama dengan telunjuknya. "Kau hanya menghambur-hamburkan ke minuman tidak bergunamu!"
Mama mendorong Papa dengan kuat, sampai ia hampir terjatuh. "Kamu? Menang judi? Tolong jangan mimpi! Sejak pertama kau mulai hingga sekarang, kapan coba kau pernah menang? Katakan!"
"Tentu saja aku menang, menang banyak! Dan aku tidak pernah akan memba-"
Aku sudah tidak tahan untuk mendengar lanjutan mereka. Aku menutup kedua mata, menutup telinga erat-erat dengan kedua tangan lalu berjalan dengan cepat menuju kamarku di ujung belakang sana. Setelah menutup pintu dengan keras -yang tidak akan mungkin mereka sadari, aku menghempaskan tubuhku ke kasur yang tipis itu, dilanjutkan menyibak selimut kuat dan menutupi seluruh tubuhku. Aku mengira dengan begini aku bisa tenang, namun ternyata tidak. Suara mereka yang bagai kapal pecah itu masih tetap bergema menembus dinding, selimut, bantal, seluruhnya.
Aku muak dengan mereka!
Aku tidak peduli Papa selalu judi, Mama selalu mabuk-mabukan, di rumah tidak ada uang, tidak ada makan, aku tidak peduli dan tidak mau peduli! Tapi tolong deh, ini sudah jam berapa? Aku juga butuh istirahat, tidur! Tidakkah mereka merasa malu dengan tetangga?
Jam dinding sudah menunjukkan pukul 2 malam dan aku tetap tidak bisa tidur. Pertengkaran mereka masih berlanjut, tiada tanda reda. Aku yang sangat geram dengan mereka berangsur-angsur berhasil tidur juga, dengan tidak nyenyak.
*******************************************************************************
Thanks banget bagi yang sudah baca :D
Kutunggu comment-commentnya, sepedas mungkin agar aku bisa improve
Arigato gozaimasu \(^0^)/
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire (Complete)
Mystery / Thriller(Belum Revisi) Apakah kamu memiliki keinginan? Aku, kamu, semua orang tanpa terkecuali pasti memilikinya. Dan untuk mencapainya, tergantung lagi kepada niat dan kekuatan masing-masing. Sayangnya, aku tidak. Aku memiliki keinginan, tapi aku tidak m...