Chapter 6 Part 3

900 67 5
                                    

Malam ini malam hari Minggu. Seperti biasanya, trio itu akan keluar lama hingga tengah malam baru tiba. Berkat itu, setelah pulang dari kerja, aku punya banyak waktu untuk menyiapkan segalanya untuk rencana ini. Dan sekarang, semuanya sudah siap, hanya tinggal pemain utamanya memainkan skenarionya.

Aku melirik jam. Pukul 10 kurang 5 menit. Masih ada satu jam lebih sampai mereka pulang dan itu sudah cukup. Aku mengeluarkan ponselku yang tersimpan di dalam saku celanaku kemudian menghubungi seseorang.

"Halo?" jawabnya di ujung sana setelah dua kali nada dering.

Senyuman yang tajam ini muncul kembali di wajahku. Aku tidak sabar menunggu. "Hai, Mir," ucapku.

Dengan segera, suaranya langsung berubah ganas. "Hei, monster! Ada apa telepon aku? Mau cari mati ya?!"

Aku ingin terkekeh atas ucapannya, tapi aku tahan. "Tidak, bukan itu. Aku ada masalah penting yang ingin kubicarakan denganmu."

"Masalah penting apa? Sepertinya selain soal uang, tidak ada lagi masalah penting di antara kita berdua."

"Benar, ini masalah penting!" seruku dengan suara yang kubuat sangat panik. "Kuharap kamu segera tiba, dan sendirian saja ke kamar kita. Aku melakukan sesuatu menggunakan namamu, Mir."

"Apa? Namaku? Apa yang kamu lakukan?!" Aku bisa mendengar suaranya mulai meninggi. Bagus, ia mulai terpancing. Aku berusaha untuk tidak tertawa.

"Masalah ini ribet, aku tidak bisa menjelaskannya dengan telepon! Jadi cepat datang ke sini, tapi sendiri saja, karena kalau orang lain tahu, masalah ini bisa semakin besar!" Setelah ucapanku yang dramatik itu, aku langsung memutuskan kontak dengannya, tidak memberikan dia kesempatan untuk menolak, dan juga tidak mungkin ia tolak karena aku sudah menggunakan namanya. Ia yang begitu gengsi gak akan mungkin tinggal diam. Aku tersenyum lagi. Aku memasukkan ponselku kembali ke dalam saku, kemudian aku mengenakan jaket tebalku, mengenakan kerudungnya. Tambahan, kukenakan sarung tangan plastik sekali pakai lalu keluar dari kamar asrama ini.

Permainan akan dimulai.

Pintu asrama kubiarkan terbuka. Di luar yang gelap ini, aku berpakaian serba hitam bersembunyi di balik pohon dekat asrama. Dari sana aku bisa mengamati jalan masuk keluar asrama dengan jelas. Aku benar-benar sudah tidak sabar menunggu kehadirannya.

Sekitar 25 menit aku menunggu di sana, akhirnya aku melihat sosok Mirna yang tiba di asrama. Aku mengamati sekitarnya, tidak ada orang.

"Ia benar-benar datang sendirian,"gumamku pelan dan seketika itu aku mendengarnya menjerit. Aku menyeringai lebar dan langsung menyerbu masuk ke ruanganku lalu menguncinya dari dalam, sebelum penghuni-penghuni lain bangun terganggu oleh jeritannya. Sambil berdiri membelakangi pintu, aku menatapnya yang sedang panik melihat kamar ini dalam keadaan kapal pecah.

"Tidak ada, tidak ada, tidak ada, tidak ada di mana-mana!!" Ia yang sepertinya sudah menyadari kehadiranku langsung berhenti mencampak barang-barangnya dan melototiku dengan geram. "Hei monster jelek, di mana berlian-berlianku? Kau mencurinya?!"

Aku menyeringai lagi di balik tudung. "Kalau iya kenapa?"

"Dasar kurang ajar!" Ia melesat mendekatiku lalu menamparku. "Kembalikan berlian-berlianku!!"

Aku meraba-raba bagian pipiku bekas tamparannya sambil tersenyum sinis. "Hanya beginikah kekuatanmu yang mewakili kemarahanmu? Lemah sekali."

"Diam!!" teriaknya sangat kesal. Aku menikmati ekspresi yang ia tunjukkan kepadaku. "Dasar monster gembel! Tidak kenalkah kamu siapa aku, sehingga lancang mencuri barang-barangku? Apa kau tidak takut mati? Kalau saja kamu tidak mau mengembalikan berlian-berlianku, jangan harap kamu bisa hidup besok!"

Desire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang