Chapter 9 part 3

1K 64 0
                                    

Aku membuka mataku. Aku melihat Robbie yang sedang tertidur pulas di hadapanku. Seperti biasanya, jika sudah tidur ia tidak akan memelukku lagi, lantas ia tidur terbentang luas, benar-benar memakan tempat dan susah untuk tidur. Ingin rasanya aku menghajarnya sekarang juga. Tapi demi menuntaskan apa yang baru setengah kulakukan, aku memilih untuk tidak mengganggunya dan perlahan-lahan turun dari kasurku. Aku melirik jam dinding yang terpampang di antara kegelapan ini. Sedikit-dikit aku bisa melihat jarum jamnya yang menunjukkan angka jam 3. Aku menyeringai. Sepertinya aku masih sempat.

Tanpa menunggu lagi, aku segera mengambil tas kosong keluar dari lemariku –tentu dengan tanpa menimbulkan suara sama sekali- kemudian mengendap-endap keluar dari kamar. Setelah tutup pintu tanpa bersuara lagi, aku pun tersenyum lebar dan berlari ke asrama perempuan.

Di sana, sama seperti asrama pria, semua lampu padam nan gelap, hanya sisa beberapa lampu jalanan yang menerangi jalan setapak. Aku yang berbalutan serba hitam hanya terus berlari saja, dan ganti melangkah dengan pelan begitu sudah tiba di dekat asrama. Meski pelan, aku tidak ragu dalam mengambil langkahku. Aku sudah punya tempat tujuan, kamarku yang dulu, kamar nomor 5.

Di luar kamar itu, aku melihat adanya pita kuning bertulisan 'police line' melingkari kamar itu. Dengan melihat tanda itu, semua orang pasti akan mengerti kalau bagian sana tidak boleh dilewati karena terlarang. Tapi mana mungkin aku peduli. Masa bodoh dengannya karena aku masih punya urusan di kamar tersebut. Dengan gerakan yang pelan -memastikan pitanya tidak putus- aku menariknya ke atas, membuat celah yang cukup besar untuk tubuhku melewatinya tanpa menimbulkan suara. Sesudah itu aku pun masuk ke dalam kamar itu dengan leluasa. Pintu kamar itu terbuka.

Keadaan di dalam ruangan ini masih sama, berantakan. Bekas darah masih ada di tempat semula, begitu pula berlian-lian yang sudah kutaburkan ke beberapa tempat itu. Aku melihat juga tempat mayat Mirna tergeletak dulunya sekarang diberi gambar orang yang sama persis posisinya dengan Mirna. Aku ingin tertawa melihatnya, lucu sekali gayanya. Namun begitu mengingat urusanku masih banyak, aku segera bertindak.

Sambil melangkah lebar aku melewati barang-barang yang berserakan itu menuju ke kamar mandi. Ketika aku tiba di sana, aku langsung membuat ekspresi yang jijik. Kamar mandi ini kelihatan sangat kotor! Bekas darahku yang tidak terhapus oleh air itu juga masih berada di tempat yang sama. Bahkan gambar orang seperti gambar mayat Mirna juga ada di dalam di sini, persis dengan posisiku terakhir sebelum pingsan waktu itu.

Tak ingin mengulur waktu, aku mulai melangkah dengan hati-hati, tidak menginjak noda darahku dan berusaha untuk tidak menyentuh ataupun menyenggol barang TKP lainnya. Aku berhenti begitu tiba di depan kloset duduk yang tertutup itu. Sambil menahan napas, aku membuka tutup bagian belakang punggung itu sekuat tenaga dengan hati-hati. Berhasil membukanya, sebuah senyuman langsung menghiasi wajahku. Masih ada. Barang-barang bukti itu, sarung tangan dan gagang pisau itu masih ada. Aku menyeringai sambil menyarung sarung tangan itu kembali ke tanganku.

"Dasar polisi-polisi bodoh, tidak becus. Masa' barang persembunyianku di sini tidak ketahuan sama sekali? Memang malas, tidak meneliti dengan detail sama sekali," gumamku rendah meremehkan polisi-polisi yang kerjanya hanya molor terus. Mereka memang patut diremehkan. Tidak berguna.

Selesai mengenakan sarung tangan yang agak basah dan lembab karena lama disimpan di dalam air, aku langsung saja memulai aksiku. Gagang pisau itu kusimpan ke dalam tasku, begitu juga berlian-berlian yang berceceran. Tanpa kusisakan satu pun, aku memungut dan menyimpan semua berlian yang dapat kutemukan dalam kegelapan ini ke dalam tas yang telah kusiapkan. Sejak awal aku memang sudah menduga kalau polisi-polisi bodoh itu akan membiarkan barang-barang TKP sebagaimana mestinya. Ternyata mereka memang meninggalkannya begitu saja. Sayang sekali. mending djual deh, lumayan, uang gadainya pasti banyak.

Desire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang