Chapter 12 Part 1

925 62 0
                                    

Aku tiba di basement. Di sana aku tidak melihat sosok siapa pun, hanya ada mobil yang terparkir saja di mana-mana. Dengan napas yang tersengal-sengal, aku mulai berkeliling. Bagaimanapun juga, aku harus menemukan orang, seseorang, pria atau wanita, semuanya terserah. Asalkan ada seseorang.

Permintaanku terkabul. Di seberangku, aku melihat seorang lelaki mengenakan topi rajut dan jaket hijau sedang bersandar di sebuah mobil sedan hitam, sendirian. Melihat wajah, postur, dan gerak-geriknya, aku memperkirakan, usianya di antara 17 sampai 21 tahun. Tubuhnya tidak kekar ataupun besar, cenderung kurus. Wajahnya lumayan menyiratkan bahwa dirinya mata keranjang. Aku menyeringai. Aku bisa memanfaatkannya.

Aku melepaskan sanggulan rambutku dan melangkah mendekatinya. Aku melangkah dengan gaya catwalk, tak lupa kuhentak hak yang kuambil dari suster itu –yang ternyata pas ukurannya- dengan kuat, menarik perhatiannya. Setengah jalan mendekatinya, aku sudah mendengar siulan darinya. Bagus, umpan terpancing lagi.

Pura-pura menunjukkan mobil yang ia sandari itu adalah mobilku, aku mulai merogo sakuku ketika berdiri di samping pintu kemudi itu. Saat aku merogo-rogo sakuku, aku juga pelan-pelan menaikkan ujung rokku yang memang sudah pendek itu. Untuk semakin memanasinya, aku menunggingkan bokongku. Usahaku sangat cepat membuahkan hasil. Sekitar 2 detik berikutnya, ia sudah melangkah mendekatiku.

"Hei cantik. Sedang ada masalah?" tanyanya seraya berkacak sebelah pinggang, berusaha bergaya keren di hadapanku.

Dalam hati aku tersenyum lebar. Sambil membuat wajah yang keheranan, aku membusungkan dadaku ke arahnya -tanpa lupa membuka beberapa kancing sebelumnya. "Aduh, aku kehilangan kunci mobilku. Bagaimana ini?"

Aku tidak yakin kalau suara manjaku ini tidak berpengaruh padanya. Ucapanku terbukti ketika aku menangkap basah dia menelan ludahnya dengan kuat. Aku mulai mengelus-elus dadanya dengan jari telunjukku. "Abang, aku sedang buru-buru nih. Kamu punya mobil gak? Boleh antar aku?"

Dengan penuh nafsu ia menjilati bibirnya ketika matanya jatuh pada dadaku yang sudah menempel di badannya. Ini menjijikkan. Ingin rasanya aku segera membereskannya. Tanpa kusadari, ia merangkulku dengan seenaknya. "Tentu, tentu saja ada. Mobilku mobil mewah kok. Aku juga sama sekali tidak keberatan mengantarmu ke manapun kamu mau, cantik."

Dengan sangat terpaksa demi akting, aku memeluknya dengan erat dan bahagia. "Makasih banyak ya, bang! Biar nanti malam kutemani, ya?"

"Ok, itu kesepakatan kita!" Setelah ucapan yang penuh semangat itu, ia langsung mengajakku pergi entah ke mana, padahal aku yakin, ia tidak memiliki mobil mewah yang ia sebut itu. Tapi tentu saja, mau ke mana pun, aku tidak akan membiarkan dia membawaku pergi begitu saja. Aku mulai mengambil aksi.

Aku menarik tangannya, menghentikan langkahnya. "Aduh, Bang, aku kebelet nih!"

Sesuai dengan dugaanku, ia langsung panik. "Aduh, jangan ditahan! Ayo, cepat ke toilet!" Dengan cepatnya ia sudah mengajakku ke toilet yang tak jauh di hadapan kami. "Ayo buruan, aku tunggu di sini ya," lanjutnya memberi pesan padaku dan aku hanya mengangguk.

Aku masuk ke dalam toilet dan mulai mengamati. Tidak ada orang. Aku menyeringai. Permainan sudah bisa dimulai. Aku mengamati pantulan diriku di cermin. Wajah itu, wajah Amel. Aku meringis.

"Kamu yang berkata tidak akan peduli lagi dengan perbuatanku. Jadi kuharap, kau tidak pernah menyesali keputusanmu itu."

Untuk terakhir kalinya aku tersenyum lebar kemudian menarik napas panjang. Menahan napas 3 detik dan aku lanjut melepaskannya seraya berteriak keras. Tahu teriakanku dapat didengar sampai luar, aku langsung berlari keluar dan memeluk pria itu dengan kuat.

Desire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang