Setelah kejadian itu, image-ku di sekolah langsung memburuk dengan drastisnya. Semua orang di sana, baik itu cewek, cowok, murid, guru, mereka semuanya menatapku dengan jijik. Masing-masing orang berusaha untuk menjauhiku. Cowok-cowok yang dulunya sempat mengejar-ngejarku, mencari perhatianku, semuanya menjauh tanpa sisa, yang ada hanyalah maki-makian dan ejek-ejekan yang benar-benar menusuk uluh hatiku, membuatku harus menangis setidaknya dua sampai tiga kali sehari.
Tapi selain soal mataku yang mengerikan itu, aku tidak mendengar gosip tentang kamar yang telah kuhancurkan itu. Kukira Mirna takut dengan mataku itu sehingga tidak berani membeberkannya, namun ternyata tidak. Ia menggunakan kejadian itu untuk mengancamku.
Suatu ketika aku sendirian di taman, seseorang tiba-tiba mencengkram kerah bajuku dari belakang, memaksaku untuk berdiri dan memojokkanku di sudut. Mirna.
"Heh, monster jelek! Jangan pernah mengira kalau selama ini aku tidak menganggumu karena aku takut padamu, ya. Aku ini jijik padamu! Aku tidak sudi sekamar dengan monster bermata merah dan buruk rupa sepertimu, apalagi setelah kau menghancurkan barang-barangku!
"Apa kau tahu bagaimana reaksi papa-mamaku setelah tahu barang-barangku rusak semua? Mereka memarahiku! Mereka tidak mau memberi uang untuk beli yang baru, sehingga aku harus menghabiskan uang tabunganku untuk membeli pakaian-pakaian yang telah kamu robek itu! Jadi sekarang bagaimana? Apa kamu sudah puas? Apa kamu sudah senang aku menderita? Sekarang aku ingin kamu mengganti rugi, lima ratus juta!"
"APA?!" hanya itu yang bisa kuucapkan mewakili kekagetanku. "Jangan bercanda, Mir! Darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Padahal bukan aku pelakunya, tapi kenapa aku yang harus bayar? Aku tidak punya uang sebanyak itu!"
"Diam! Mau kau bayar langsung, bayar cicil, bayar perbulan, perhari, terserah! Pokoknya selama semua uang yang kau bayar itu belum sampai lima ratus juta, jangan harap kau pernah bebas dari cengkramanku!"
Setelah selesai mengancamku, dengan sekuat tenaga ia mendorongku ke balik dinding yang kusandar itu kemudian melangkah pergi meninggalkanku, meski aku sudah berteriak-teriak kalau aku tidak bersalah.
Aku yang sempat jatuh terduduk karena dorongannya, pelan-pelan berdiri kembali. Namun sewaktu berdiri, aku merasa kepalaku mengalirkan sesuatu. Dengan perlahan dan bergetar, aku menggerakkan tanganku dan menyentuh kepalaku itu, dan seketika itu aku tersentak.
"Darah!" seruku melihat tanganku yang merah itu. Aku buru-buru melangkah menuju ruang kesehatan yang tidak jauh dari majelis guru. Kepalaku bertambah sakit seiring aku berjalan. Hampir saja aku kehilangan kesadaran dan tergeletak kalau saja seseorang tidak menangkapku tepat pada waktunya. Aku menengadah wajahku pelan.
"Robbie..."
******************************************************************************************
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire (Complete)
Misterio / Suspenso(Belum Revisi) Apakah kamu memiliki keinginan? Aku, kamu, semua orang tanpa terkecuali pasti memilikinya. Dan untuk mencapainya, tergantung lagi kepada niat dan kekuatan masing-masing. Sayangnya, aku tidak. Aku memiliki keinginan, tapi aku tidak m...