Chapter 14 Part 2

1K 66 0
                                    

Setiap hari aku menghitung jariku, menghitung hari. Di dalam sel yang gelap, sepi dan dingin ini, aku sudah menghuni di dalamnya selama 60 hari. Sudah dua bulan penuh aku terkurung di sini, merindukan cahaya, merindukan kehangatan, merindukan Dokter Goh.

Sesuai dengan yang kuminta, Dokter Goh benar-benar tidak datang mengunjungiku di sini. Padahal baru dua bulan aku tidak bertemu dengannya, tapi aku sudah merindukannya setengah mati. Aku benar-benar menyesal dengan keputusan itu. Seharusnya aku tidak melarangnya mengunjungiku, sehingga perasaan yang penuh dengan kerinduan ini akan musnah. Aku sungguh ingin melihatnya, walaupun hanya sekilas. Tapi hal itu sudah tidak mungkin karena aku tahu, Dokter Goh sangat memegang janjinya. Aku hanya bisa diam-diam menangis menyesalinya.

Hari-hariku di dalam kurungan itu terus berlanjut tanpa ada yang datang mengunjungikiu. Bu Nirya mungkin akan sekali-kali saja datang mengunjungiku, tapi sangat jarang. Ia hanya bertanya tentang keadaanku, itu saja. Pastinya ia juga membenciku karena aku ternyata adalah orang yang begitu kejam. Aku yakin itu.

Selama di dalam sel, diriku yang satu lagi juga tidak pernah lagi menghantuiku. Aku tidak mendengar suaranya yang menggelikan itu. Ia juga tidak lagi berpindah posisi denganku. Aku lumayan kangen padanya. Setidaknya aku ingin ia bertingkah jijik padaku, daripada sendirian di dalam kegelapan ini. Namun, sebagaimana pun keinginanku ingin bertemu dengannya, bahkan berusaha untuk pergi ke alam bawah sadar itu, aku tidak bisa menemuinya. Diriku yang satu lagi, ia benar-benar serasa menghilang ditelan kegelapan. Aku benar-benar kesepian tanpanya.

Sampai hari ini aku lanjut menghitung. Jariku sudah kuhitung ulang berkali-kali. Hari ini adalah hari ke 180 aku berada di sini. Setengah tahun. Ternyata masih lama untukku keluar nantinya.

"Saudari Meltya."

Aku yang sempat melamun itu langsung tersontak kaget. Aku menolehkan kepalaku menatap ke pintu sel. Kulihat seorang polisi yang berdiri di sana.

"Keluarlah, ada orang yang datang mengunjungimu."

Aku mulai menebak-nebak setelah ia siap berkata. Menurut perhitunganku, Bu Nirya hanya akan datang tiga minggu sekali, kadang kala ia juga tidak hadir. Ia datang 5 hari yang lalu. Apa ia datang lagi sekarang? Tak ingin menduga-duga lagi, aku pun memutuskan mengikutinya ke ruangan pertemuan itu.

Tiga menit aku berjalan bersama dengan polisi menuju ruangan itu. Di dalam perjalanan itu pikiranku kosong. Aku tidak memikirkan apa-apa. Tidak ada satu pun sosok yang muncul di benakku kemungkinan kedatangannya. Tidak Robbie, tidak pula Dokter Goh. Namun aku salah. Mataku yang selalu murung itu langsung terbelalak lebar ketika melihat sosok yang duduk di hadapan kaca itu. Orang itu tersenyum padaku.

Mataku tidak bisa berkedip. Jantungku juga berdetak sangat kencang. Apa penglihatanku tidak salah? Aku tidak percaya. Aku mengucek mataku berkali-kali, tapi tetap saja dia yang duduk di hadapanku, yang kini sudah meraih gagang telepon yang tergantung di sebelahnya. Ia ingin mendengar suaraku. Dengan perlahan aku duduk di kursi dan meraih gagang telepon dengan tangan yang bergetar hebat.

"Hei, Mel, apa kabar?" tanyanya dengan suaranya lantang terdengar dari gagang yang menempel di telingaku ini. Benar. Aku masih belum bisa menganggap ini adalah kenyataan. Aku tidak percaya ia duduk di hadapanku.

Aku diam tidak menjawab, dan ia pun tertawa lirih kemudian. "Kenapa, Mel? Kok kamu melihatku seperti melihat hantu begitu?"

Aku masih tetap diam. Aku memang tidak menganggapnya hantu, tapi tetap saja, aku takut. Aku takut ini hanya halusinasi. "Kamu ... kenapa kamu datang?" tanyaku sangat pelan, ragu.

"Aku?" Ia menyeringai kecil. "Tentu saja untuk mengunjungimu. Kalau tidak, untuk apa lagi?"

Aku bergeming. Aku tidak mengerti. "Kamu ... aa ...."

Desire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang