Chapter 8 Part 2

987 66 0
                                    

Sesuai dengan permintaanku, Dokter Goh tidak pernah memunculkan lagi dirinya di hadapanku, tidak menghubungiku, tidak juga chatting-an denganku. Aku merindukannya, tapi terpaksa, aku harus menahannya. Aku tidak ingin diriku yang satu lagi mempunyai peluang untuk melukainya.

Setelah hari itu lewat, aku kembali sendirian. Tidak ada lagi orang yang datang menjengukku. Sejak kedatangan Dokter Goh waktu itu, Robbie juga tidak terlihat lagi batang hidungnya di bangsalku. Bu Nirya memang ada datang untuk mengunjungiku, tapi itu tidak sering. Kalaupun datang, ia hanya sekadar berbincang-bincang sebentar denganku lalu pulang, kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Sewaktu di rumah sakit, aku yang kesepian itu hanya bisa sendirian mondar-mandir dengan kursi roda mengelilingi rumah sakit. Di saat-saat seperti ini, diam-diam aku berharap setidaknya wartawan ataupun polisi datang lagi untuk bertanya kepadaku. Namun ajaibnya, tidak ada juga yang datang sama sekali. Aku tidak pernah menyangka kasus ini bisa benar-benar tertutup sedemikian erat.

Aku merasa sangat bosan, sangat kesepian. Setiap malam hari tiba, sebelum tidur aku selalu berdoa agar luka di tubuhku ini bisa sembuh dengan cepat. Dan akhirnya, permintaanku terkabul juga.

Setelah 1 minggu penuh rawat inap di rumah sakit, aku akhirnya dibebaskan untuk keluar juga. Rasa sakit di perutku sudah berkurang banyak, hampir sembuh total. Di hari aku dikeluarkan, pak Satpamlah yang datang menjemputku, disertai dengan Bu Nirya. Mereka berdua memberikanku senyuman yang hangat begitu melihat keadaan diriku yang sudah baikan. Dan seperti yang kuduga, aku tidak melihat sosok Robbie. Dan sesaat sebelum masuk ke dalam mobil, aku sempat celingak-celinguk ke sana-sini, berharap untuk mendapati sosoknya meski hanya kebetulan. Tapi sayangnya aku tidak melihat sosoknya sama sekali. Ya, pastinya, Dokter yang begitu sibuk dengan pekerjaannya tidak mungkin bisa 24 jam mengawasiku terus. Atau mungkin, ia tidak pernah memasukkan kata-kataku dalam hati dan hanya menganggapnya seperti angin berlalu. Ia tidak mungkin menyukaiku seperti aku menyukainya.

30 menit berlalu, perjalanan yang panjang juga berlalu. Sewaktu tiba di sekolah, hari sudah sore dan sekolah sudah berakhir sejak tadi. Tapi ketika aku keluar dari mobil, banyak orang masih berada di depan sekolah, di taman sana duduk-duduk. Mereka melihatku dan aku juga melihat mereka -saling memandang. Namun tidak ada salam hangat dari mereka, tidak ada yang menerima kepulanganku dengan hati senang, bahkan melihat dengan penasaran dari jauh pun tidak ada. Mereka semua masih sama, menganggapku bayangan. Aku tersenyum getir. Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa.

Aku yang masih agak kesusahan untuk berjalan, dituntun oleh Bu Nirya menuju ke asrama perempuan. Sama seperti insiden di sekolah, banyak orang di luar kamar melihat kehadiran diriku tapi mereka pura-pura tidak melihatku dan kembali melakukan aktivitas mereka. Aku kembali tersenyum getir. Untuk sesaat aku sempat berpikir Bu Nirya akan menuntunku ke kamarku di nomor 5, tapi baru saja tiba di depan asrama, Bu Nirya menghentikan langkahnya. Ia lantas menoleh ke arahku.

"Sekarang kamarmu sudah diblok oleh polisi, jadi tidak memungkinkan kamu untuk tinggal lagi di sana. Barang-barangmu sudah Ibu pindahkan ke kamar Ibu untuk sementara waktu," ucapnya sambil menunjuk kamarnya yang berada di ujung paling belakang, samping ruang nomor 10.

Aku diam sebentar lalu mengangguk. Aku lupa kalau kamar tempatku menetap sudah menjadi tempat yang dilarang untuk dilewati. Kejadian pembunuhan itu terjadi di kamar itu, jadi tentu saja polisi memblok agar orang-orang tidak menganggu proses penelitian, atau setidaknya tidak menggerakkan barang-barang yang ada di dalamnya.

Bu Nirya menepuk pundakku sekali, menyadarkanku kembali dari lamunanku. "Eri dan Ressa sudah masing-masing pindah ke kamar yang sama dengan teman-teman mereka. Memang agak sempit berlima, tapi setidaknya mereka sudah punya tempat untuk tinggal. Bagaimana denganmu? Kamu punya teman, kan? Apa kau tahu di kamar nomor berapa mereka tinggal?"

Desire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang