3. He's The Best

121 83 31
                                    

Pagi itu saat pukul menunjukkan jam enam pagi, Clarissa beranjak bangun dari tidurnya. Membuka gorden dan berlalu menuju kamar mandi.

Clarissa sudah terbiasa bangun pagi dan segera mandi, lalu bersiap untuk bekerja.

Biasanya seperti itu.

Dua puluh menit berlalu. Clarissa keluar dari kamarnya dengan pakaian rumahan yang rapi. Berjalan menuju dapur dengan niat ingin membuat sarapan.

Ia tidak enak terus-terusan berdiam disini tanpa melakukan sesuatu.

Sesampai di dapur ia membuka beberapa lemari serta kulkas. Namun tidak ada satupun bahan makanan yang bisa ia masak.

Bahkan telur pun tidak ada.

"Ngapain?"

Clarissa terlonjak kaget karena pertanyaan tiba-tiba itu. Ia membalikkan badan lalu menatap Dean yang tengah menyapu keringatnya dengan handuk kecil.

"Hobi lo ngagetin orang ya?"

"Lo aja yang kagetan," balas Dean.

"Dua kali lo ngomong gitu," sahut Clarissa tak mau kalah.

"Fakta," jawab Dean lagi. "Sini duduk," lanjutnya mengajak cewek itu duduk di meja makan.

Clarissa mengikuti saja perintah dari cowok itu. Karena jika ia melawan, pasti ada saja sahutan dari mulut Dean.

Cewek itu memandang banyak paperbag makanan diatas meja. "Lo emang biasa beli makan diluar?" tanyanya.

Dean mengangguk saja mengiyakan.

"Kenapa gitu? kan kalau masak sendiri lebih hemat."

"Kadang ga sempet beli bahan makanan, jadinya ngambil yang instan aja."

Clarissa mengangguk atas penjelasan yang diberikan oleh Dean. Tidak ingin banyak protes karena semua orang punya pilihan masing-masing.

Kemudian cewek itu tiba-tiba menunduk seraya menautkan kedua jarinya.

Perasaan itu kembali mengusiknya.

Dean yang sangat menyadari perubahan itu bejalan mendekat kearah Clarissa. Ia meraih rambut yang menutupi wajah cewek itu karena menunduk. "Hey, kenapa?" tanyanya lembut. "Gue ada salah ngomong?"

Cewek itu menggeleng sebagai jawaban. Ia masih diam tidak mau membuka suara.

Dean tersenyum, menyuruh cewek itu duduk dulu di kursi. Dean mengangkat pelan tangannya, perlahan maju keatas kepala Clarissa. Mengusap lembut helaian rambut cewek itu.

Dean sudah membaca beberapa artikel tentang menenangkan cewek.

Salah satunya memberikan usapan. Dan yang paling berpengaruh adalah memberikan pelukan.

"Mau gue peluk?"

Clarissa menegakkan badannya. Mendongak menatap Dean yang juga menatap teduh dirinya. Terkejut, sangat terkejut.

Dean selalu penuh kejutan.

"Ya gue baca gitu di google." Ucapnya membela diri.

Clarissa mendelik, "Apa?"

"Katanya kalau lagi sedih, cewek maunya di peluk biar sedihnya hilang." Jelas Dean.

Bibir cewek itu bekedut lalu semburan tawa langsung keluar dari mulutnya.

Dean tersenyum, "padahal belum gue peluk." ucapnya sambil mengusap leher.

Clarissa meredakan tawanya. Kemudian cewek itu menatap Dean penuh arti. Dean pun masih menatap Clarissa dengan tatapan teduhnya.

"Gue cuman gaenak sama lo," tutur Clarissa lalu kembali menunduk.

"Sejak pertama kali liat lo, gue tau lo orang baik." Ucap Dean.

"Dari mana tau?"

Dean mendesis, "adalah, gausah tau."

"Gue perlakuin lo kayak gini bukan karena gue kasihan sama lo, tapi gue mau jadi teman buat lo, paham?" jelas Dean. "Jadi lo ga perlu ngerasa gaenak, anggap ini rumah lo."

Clarissa tersentuh. Benar-benar tersentuh mendengar kalimat tersebut. Tidak salah ia mengikuti hatinya untuk ikut dengan cowok ini.

Dan sejak pertama kali bertemu pun, Clarissa tau Dean orang baik. Di tambah perlakuannya selama dua hari ini, membuat Clarissa semakin yakin kalau Dean memang yang terbaik untuk penyembuhannya saat ini.

"Tapi gue ga ngapa-ngapain," lirihnya lagi.

"Lo bebas ngapain aja disini Clar, gue gaakan larang lo buat ngelakuin sesuatu yang lo suka," balas Dean.

"Gue sebenarnya mau keluar, kerja. Tapi gue takut diincer mamah."

"Anak buah mamah seram semua," lirihnya.

"Hey, gausah takut. Lakuin aja semua yang lo mau, semua yang lo suka tanpa rasa takut. Tenang, gue bisa brantem kok," ucap Dean.

Rasanya ribuan kupu-kupu berterbangan di dalam perut Clarissa. Perasaannya menghangat. Bagaimana bisa orang baru tapi membawa kenyamanan yang luar biasa untuknya?

"Thanks," ucap Clarissa tulus.

Dean mengangguk. Cowok itu mengusap rambut Clarissa dengan penuh ketulusan. Entah sesuatu apa yang mendorong dirinya untuk selalu ada untuk cewek ini. Untuk melindungi cewek ini.

"Gue mau siap-siap kerja."

"Okay."

"Itu bungkusan di buka aja, buat lo sampai gue pulang. Jangan keluar buat beli bahan makanan. Lo cukup makan yang gue beliin sekarang. Kalau kurang, lo bisa kasih tau gue. Paham?"

Clarissa mengangguk, "iya gue paham."

"Good girl," pujinya lalu mengacak kembali rambut Clarissa.

Ini yang diacakkan rambut, ko hatinya yang berantakan?

Ini yang diacakkan rambut, ko hatinya yang berantakan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
When I'm With You✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang