Sampailah keluarga tersebut di pulau Jawa. Setelah mereka diantar oleh taksi menuju rumah Fatir. Hulya dan Affandy tidak mampir ke sana, Affandy hanya mengambil mobilnya dan langsung menuju rumah baru hadiah dari orang tua laki-laki itu.
Sepanjang perjalanan, Hulya terus saja memandangi Affandy, membuat pria itu merasa risih.
"Kamu ngapain liatin aku terus?"
"Salah kalau aku liatin kamu?" tanya balik wanita itu.
"Salah! Salah banget."
"Salahnya dimana mas. Aku ini istri kamu, dan kamu suami-"
"Ssst ... Gak usah diteruskan."
Hulya merasa heran dengan tingkah laku pria itu. Setelah mereka menikah, ia sama sekali tidak merasa jika Affandy bahagia dengan dirinya.
[] [] []
Belasan menit sudah berlalu, pengantin baru itu akhirnya sampai di sebuah rumah yang lumayan besar.
Affandy lebih dulu keluar dari dalam rumah tersebut. Begitu juga dengan Hulya, ia menyusul suaminya kearah belakang.
Pria bertubuh tinggi itu mengeluarkan beberapa barang-barang bawaan mereka. Ia pun kembali menutup bagasi mobil.
"Sekarang kamu bawa barang-barang ini masuk ke dalam."
"Lho, kamu 'kan laki-laki. Masak aku yang bawa."
"Kamu lupa apa yang di bilang ayah kamu?"
"Ayah aku?" tanya Hulya mengernyitkan dahinya. "Dia sekarang sudah jadi ayah kamu."
"Ayah bilang, kamu harus nurut sama aku," ucap Affandy.
"Tapi ini berat mas."
"Aku mau pergi. Aku sibuk. jadi kamu harus beresin semuanya."
"Kamu mau pergi ke mana?" tanya Hulya. "Kita aja baru sampai."
"Terserah aku lah. Kamu gak perlu tau."
"Tapi-"
"Bawa ini ke dalam, atau aku gak akan pulang."
Tatapan Affandy mulai tajam.
"Kok kamu jadi aneh gini."
"Bawa atau-"
"Iya, suami ku," ucap Hulya tersenyum lebar.
"Najis!" batin Affandy. "Ini kunci rumahnya."
Dari tepi jalanan, Hulya Anindita melihat suaminya pergi begitu saja. Ia menghembuskan nafasnya dengan perlahan. Wanita itu mencoba untuk berpikir positif tentang perilaku suaminya.
"Aku salah gak ya bertanya tentang itu. Mungkin dia lagi capek, aku aja yang bawel," ucap Hulya pada diri sendiri.
Hulya mulai mengangkat barang-barang bawaan mereka. Perlahan roda koper mulai berputar. Sungguh berat, Hulya tidak terlalu bertenaga untuk menarik tas yang memiliki roda itu.
"Suami aku bawa batu ya. Kopernya berat banget."
"Permisi."
"Iya, mas. Ada apa ya?"
"Perkenalkan saya Vicky. Tetangga kalian."
Hulya menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada. Dia tau batasannya sebagai istri orang.
"Owh, maaf," lirih pria itu. "Kamu butuh bantuan?"
"Enggak."
"Biar saya bantu."
"Gak perlu mas. Aku bisa sendiri."
"Enggak apa-apa. Saya bantu. Jangan takut. Saya bukan orang jahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetesan Air Mata Surga
Spiritual"Affan, aku mau nafkah batin," pinta Hulya. "Kalau kamu mau nafkah batin. Aku bisa mencarikan pekerjaan buat kamu sebagai PSK, biar kamu bisa merasakannya." Pernikahan mendadak tanpa adanya pertemuan terlebih dahulu membuat kekacauan tersendiri dala...