Setelah beberapa hari Hulya dan Affandy di Kalimantan. Mereka berdua sudah bersiap-siap di bandara untuk berangkat ke Jakarta. Kedua orang tua tidak mengantarkan sampai di bandara. Hanya Affandy dan Hulya pergi menuju bandara.
Sebenarnya Hulya belum siap meninggalkan kedua orangtuanya. Bukan karena dia masih merindukan kedua orang itu, namun Hulya takut jika Affandy tidak bis ia kontrol lagi ketika sudah di Jakarta.
Saat mereka sudah berada di bandara, menunggu instruksi petugas. Dari tadi genggaman tangan Affandy tidak terlepas. Begitu juga dengan Hulya, sambil duduk ia menyandarkan kepalanya pada punggung Affandy.
"Hulya ..."
"Kalau aku ajak kamu liburan mau gak?"
"Liburan kemana?"
"Ke luar negeri. Kamu udah pernah?" tanya Affandy.
"Belum pernah. Papa sering ke luar urusan pekerjaan. Tapi aku gak pernah ikut."
"Kalau gitu. Nanti kita keluar negeri bareng. Liburan."
"Kamu serius?" tanya Hulya.
"Serius lah."
"Terus Tiffany?"
"Kamu mau Tiffany ikut?"
Plak!
Affandy mendapatkan pukulan pada lengannya. "Gak!"
"Diiih, dia yang nanya dia sendiri yang marah."
Hulya memejamkan matanya, terasa nyaman di saat dekat pria itu.
"Affan."
"Mas!"
"Oh, iya. Maaf," ucap Hulya. "Eummm ... Nanti kalau di rumah mas jangan pukul aku ya."
"Tergantung. Kalau kamu buat aku kesal."
"Tapi kan aku selalu nurut sama mas. Aku mencoba untuk jadi istri yang baik. Tapi-"
"Kamu bukan istriku," ucap Affandy. "Sekarang aku mau mencoba berdamai. Aku gak akan menerima kamu sebagai istriku. Tapi kamu bisa anggap aku sebagai teman mu ... Teman! Bukan sahabat!"
"Kamu kenapa sih. Kamu bilang aku bukan istrimu, tapi kamu udah mengambil hak mu."
"Ya ... Terus kamu mau aku jajan di luar?" tanya Affandy.
Hulya memperbaiki posisi duduknya. Keduanya saling menatap satu sama lain.
"Aku mau kamu berubah Affan. Aku istrimu, kalau pun kamu berhubungan dengan Tiffany. Silahkan! Asalkan kamu anggap aku sebagai istrimu."
"Kamu mau buat keributan di sini?" nada suaran Affandy sedikit meninggi. "Kamu tenang aja. Aku akan melepaskan kamu kalau waktunya udah tiba."
"Melepaskan, maksud kamu?"
"Aku akan menceraikan kamu dan nikah sama Tiffany."
"Kamu tau. Allah gak suka sama orang yang bercerai."
"Gak usah bawa-bawa Tuhan."
"Aku mohon. Tinggalin Tiffany."
"Aku gak mau. Permintaan kamu gak akan pernah terjadi."
"Aku udah kasih apa yang kamu mau Affan. Kenapa kamu susah sekali buat buka hati untuk ku?"
"Aku mengakui kalau aku udah langgar janjiku. Tapi jangan harap aku akan luluh sama kamu."
Hulya menghembuskan nafasnya. "Baiklah ... Kalau gitu, kamu gak perlu minta hak kamu lagi."
"Maksud kamu?" tanya Affandy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetesan Air Mata Surga
Spiritüel"Affan, aku mau nafkah batin," pinta Hulya. "Kalau kamu mau nafkah batin. Aku bisa mencarikan pekerjaan buat kamu sebagai PSK, biar kamu bisa merasakannya." Pernikahan mendadak tanpa adanya pertemuan terlebih dahulu membuat kekacauan tersendiri dala...