Part 18

418 14 0
                                    

Dihari ketiga setelah Affandy dan Hulya berada di rumah mereka. Wanita itu sedang membereskan rumah mereka yang terlihat berantakan. Dikarenakan Hulya juga baru sembuh setelah sakitnya.

"Hulya ..."

Terdengar panggilan dari seorang pria.

"Sebentar."

Hulya menghampiri Affandy yang berada di luar rumah.

"Kamu beli sepeda?"

"Iya ... Untuk pacar kamu itu, sepeda yang sempat rusak kemaren."

"Pacar apaan sih ... Nanti aku beneran dekat sama dia, kamu marah."

"Marah lah. Emangnya aku gak punya hak marah sama kamu?"

"Punya ..."

Affandy memutar bola mata malas, ia duduk di kursi dan menyuruh Hulya duduk di sampingnya.

"Tapi aku masih ada kerjaan Affan."

"Duduk dulu. Nanti aja beresin rumahnya."

Akhirnya Hulya pasrah, ia pun duduk di samping Affandy. Tanpa ia duga, pria itu malah meletakkan kakinya dipangkuan Hulya.

"Affan, ih." Hulya langsung menyingkir kaki Affandy. "Gak sopan banget."

"Kaki ku pegel. Pijitin."

"Kan bisa baik-baik mintanya. Jangan kayak gitu."

"Ribet."

Affandy kembali menaikkan kakinya. Dia mulai merasakan tangan Hulya meremas kakinya.

"Aku heran tau sama kamu."

"Heran kenapa?"

"Kadang aku mikir. Kamu itu punya kepribadian aneh."

"Aneh gimana?" tanya Affandy.

"Gini ya, Affan. Kamu bilang aku bukan istrimu. Tapi kamu selalu meminta sesuatu sama aku. Contohnya ini, kamu nyuruh aku pijitin kaki kamu. Siapin makanan buat kamu. Bahkan kamu udah minta hak sebagai seorang suami."

"Salah?"

"Gak salah. Cuma aku heran ... Dari pada kamu dapat dosa, mending mulai sekarang kamu anggap aku sebagai istrimu."

"Jangan mimpi Hulya. Gak lama lagi aku akan menceraikan kamu."

Plak!

"Hulya," ketus Affandy.

Hulya kesal karena itulah dia menampar mulut Affandy, walaupun pelan namu laki-laki itu terbawa emosi.

"Cerai apaan sih. Gak ada cerai-cerai. Kita akan tetap suami istri sampai kita mati."

"Kamu aja yang mati. Aku gak mau."

"Nanti aku mati kamu nangis."

Cuih!

Laki-laki itu seolah meludah ke samping. "Gak ada gunanya aku nangisin kamu Hulya."

Hulya menatap sang suami. Tiba-tiba ia kesal dan malah mencabut bulu kaki pria itu.

"Arghhh!"

"Yang bener aja Hulya, itu sakit."

"Lemah. Nyakitin perempuan berani. Gitu doang kesakitan."

"Arghhh!"

"Hulya!" teriak Affandy lagi ketika wanita itu melakukan aksi yang sama.

Affandy refleks hendak mencekik wanita itu. Namun aksinya gagal ketika Hulya segera berdiri.

"Ini diluar, Affan. Aku gak mau kamu dilihat sama orang-orang melakukan kekerasan sama aku."

"Makannya jangan mancing emosiku."

Tetesan Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang