Jam menunjukkan pukul sembilan malam, sudah seharian Affandy dan Hulya berada di dalam rumah. Namun mereka tidak saling bertegur sapa walaupun duduk di ruangan yang sama.
Kali ini Hulya sengaja tidak mengajak pria itu berbicara. Dia bisa pastikan, Affandy akan mendatanginya malam ini. Karena cuaca terlihat mendukung baginya. Di luar sana hujan mulai turun, dalam hatinya Hulya berdoa. Semoga petir datang berturut-turut. Supaya dia bisa dekat dengan Affandy.
Orang yang sedang Hulya pikirkan akhirnya keluar dari dalam kamar mandi. Rambut Affandy masih terlihat basah karena baru selesai mandi. Keduanya sempat saling beradu pandang, Hulya melihat pria itu hanya mengenakan handuk saja.
Sesuai dengan rencananya, Hulya memalingkan wajah seperti tidak peduli dengan laki-laki itu. Bahkan wajahnya begitu datar menatap Affandy.
Fokus Hulya saat ini bermain ponsel, namun hanya sebentar ketika langkah seseorang terasa mendekati dirinya. Hulya kehilangan fokus ketika Affandy yang sedang bertelanjang dada hanya mengenakan handuk malah duduk di hadapannya.
"Kenapa?" tanya Hulya tanpa menoleh kearah pria itu.
Deg!
Jantungnya berdegup kencang ketika Affandy menggenggam lengannya. Dengan keadaan pakaian pria itu, Hulya sedang berpikir terlalu jauh. Mengingat Affandy sudah tidak pernah meminta dirinya lagi.
"Ini kenapa?" tanya Affandy. "Bekas tali tadi ya?"
"Menurut kamu?" Hulya masih sama pada posisi tadi. Menatap layar ponsel untuk mengabaikan Affandy.
"Kuat banget ya ikatannya. Sampai ada bekas gini."
"Aku gak tau. Kan kamu sendiri yang ngikat aku tadi."
Affandy beranjak dari tempat duduknya, wanita itu mencoba untuk mencuri-curi pandang. Dan ternyata Affandy mengambil obat salep dan kembali duduk di hadapan Hulya.
"Mau ngapain?"
"Di obatin."
"Ngapain di obatin kalau ujung-ujungnya di sakiti lagi."
"Kalau aja kamu nurut. Pasti gak akan di sakitin," balas Affandy.
Hulya menjauhkan lengannya ketika Affandy hendak memberikan obat tersebut. "Kenapa lagi?"
"Kalau mau obatin, pakai baju dulu. Kan baru mandi."
"Lama. Aku obatin dulu, baru aku pakai baju."
"Ya udah. Setidaknya pakai celana dulu."
"Kenapa?" tanya pria itu. "Kalau pun aku gak pakai apa-apa. Kan di depan kamu."
"Pakai dulu, Affan." Ucap wanita itu.
"Sini di obatin dulu. Urusan aku nanti aja."
"Jangan bandel. Pakai celana sana."
"Kamu yang bandel," Affandy kembali menarik lengan Hulya. "Atau mau aku buka?"
"Apaan sih."
"Ngapain kesel. Kan udah kamu liat juga."
Hulya berdecak kesal. "Ngapain sih bahas gituan."
"Malu?"
Tidak ada jawaban lagi dari Hulya, perlahan Affandy melancarkan aksinya untuk mengobati lengan Hulya.
"Ngomongin apa sama Vicky?" tanyanya.
"Gak ada. Dia langsung pulang kok."
"Keliatannya Vicky suka sama kamu."
"Aku tau. Dia udah bilang."
"Kapan dia bilang?" tanya Affandy.
"Udah lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetesan Air Mata Surga
Spiritual"Affan, aku mau nafkah batin," pinta Hulya. "Kalau kamu mau nafkah batin. Aku bisa mencarikan pekerjaan buat kamu sebagai PSK, biar kamu bisa merasakannya." Pernikahan mendadak tanpa adanya pertemuan terlebih dahulu membuat kekacauan tersendiri dala...