Part 31

505 26 2
                                    

Irwan masih tidak senang dengan perbuatan Affandy kepada anak perempuannya. Sebagai orang tua ia akan melindungi Hulya bagaimana pun caranya. Walaupun hal yang akan dia lakukan akan merusak citra keluarga mereka. Dia akan tetap kekeuh menceraikan anaknya dengan laki-laki itu.

Tidak dengan Liya, ia menginginkan anaknya terus bersama dengan Affandy. Bukan karena malu akan perceraian Hulya, namun ia lebih berpikir jauh dibandingkan suaminya. Liya merasa jika semuanya akan bisa dibicarakan baik-baik tanpa harus bercerai.

Sudah dua hari Hulya berada di rumah mereka. Liya terus membujuk anaknya untuk pulang menemui Affandy. Wanita itu terus saja dihubungi oleh besannya, karena disana keadaan Affandy semakin memburuk.

"Hulya ... Kamu itu masih sah sebagai istrinya Affan. Kamu gak boleh bersikap seperti ini sayang."

"Ma ... Hulya lebih kenal sama dia. Dia pasti berbohong supaya Hulya ke sana dan dia bisa marah-marah lagi sama Hulya."

"Coba kamu pikir. Apa Maria tega berbohong sama mama?"

Hulya menggeleng pelan. "Hulya gak tau, ma."

"Kamu gak perlu pikirin papa kamu. Biar dia urusan mama," ujar wanita itu. "Kamu pulang ya sayang. Itu sama aja kamu durhaka sama Affan."

"Bukan masalah papa, ma. Tapi memang Hulya aja yang gak mau ke sana. Hulya capek sama dia."

"Kamu gak kasian sama suami kamu?" tanya Liya. "Mama tau kamu sayang sama dia. Kamu cuma kecewa sayang, bukan benar-benar marah sama dia."

Hulya terdiam, ia pun tidak tau apa yang terjadi pada dirinya. Saat ini ia ingin sekali berpisah dengan Affandy. Tidak ada cinta lagi dalam hidup Hulya kepada suaminya.

"Hulya sakit hati, ma. Apalagi waktu itu dia bilang Hulya yang membunuh anaknya. Padahal Hulya sendiri menginginkan anak."

"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."

Liya memeluk Hulya, berkali-kali ia mengusap punggung wanita itu.

"Hulya udah sabar menghadapi tingkah laku mas Affan. Tapi dia gak pernah menghargai Hulya."

"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."

"Bahkan Hulya rela menyembunyikan sikap kasarnya. Tapi dia selalu nyiksa Hulya."

"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."

"Sayang ... Dengerin mama, kamu lagi marah. Gak baik membuat keputusan seperti itu."

"Hulya gak mau tau. Pokoknya Hulya akan cerai sama dia."

"Mama gak bermaksud membuat kamu sakit sayang. Tapi mama ingin kamu sama Affan bicara dari hati ke hati. Karena kalian berdua sama-sama dikuasai oleh ego. Terutama kamu."

"Keputusan Hulya udah bulat, Hulya gak akan pernah kembali sama dia."

Wanita itu beranjak dari tempat duduknya, namun seketika ia kembali terduduk membuat Liya panik.

"Sayang. Kenapa hm?"

"Kepala Hulya sakit, ma."

"Jangan terlalu banyak mikir sayang. Kamu perlu istirahat dulu."

"Bukan hati Hulya aja yang capek, ma. Tapi fisik Hulya juga."

"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."

"Hulya benci sama mas Affan. Dia jahat!"

Mata wanita itu tertutup.

"Hulya."

"Sayang bangun."

Liya menepuk-nepuk wajah Hulya.

"Hulya bangun. Jangan buat mama khawatir."

"Hulya ..."

Tetesan Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang