Sudah dua hari Affandy dan Hulya berada di Kalimantan. Selama itu juga tidak ada pertikaian sama sekali dan Hulya masih tetap mencoba untuk meluluhkan hati suaminya.
Begitu juga dengan kejadian Affandy yang mengambil haknya. Hulya mengetahui hal itu, namun ia bingung karena tidak pernah sadar kapan suaminya itu melakukan hal tersebut.
Sore ini Hulya sedang beres-beres di kamar. Ia melihat ada bungkusan yang terselip diantara barang-barang Affandy.
"Pil?" ucapnya melihat setelah membuka bungkusan itu.
"Hulya ... Buatin aku minuman dingin. Aku capek."
Hulya menoleh kearah suara pria yang baru saja membuka pintu. Ia menghampiri laki-laki itu. Wajah Affandy disentuh oleh kedua telapak tangan istrinya.
"Apa?" tanya Affandy.
"Kamu sakit? Kenapa gak bilang sama aku?"
Hulya memeluk Affandy. "Kamu memang kasar sama aku. Tapi aku gak mau kamu kenapa-kenapa."
"Apaan sih Hulya. Lepasin."
"Maafin aku ya belum bisa menjadi istri yang baik buat kamu."
"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."
"Kamu pasti tersiksa kan sama pernikahan kita sampai-sampai kamu sakit gini."
"Sakit apa Hulya?" ucap Affandy. "Lepas."
"Ngapain kamu nangis ha?" tanya Affandy setelah melepaskan pelukannya.
"Kamu sakit apa. Kenapa gak kasih tau aku."
"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."
"Aku gak sakit!" ucap Affandy penuh penekanan.
"Terus ini. Obat ini aku temuin di tas kamu."
"Eummm ... Itu-"
Affandy bingung sendiri, dia tidak tau harus menjawab apa.
"Sakit kamu parah hm?" tanya Hulya.
"Udah lah, gak usah nangis. Aku gak apa-apa."
"Gimana aku gak nangis. Suami aku sakit tapi dia sembunyiin penyakitnya."
"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."
"Udah, udah." Tanpa sadar Affandy malah membawa Hulya ke dalam pelukannya. "Aku gak apa-apa. Itu cuma vitamin."
"Beneran cuma vitamin?"
"Iya, say-"
"Eh, Hulya."
"Say?" Hulya mendongak. "Kenapa gak diterusin?"
"Aku gak sayang sama kamu. Jadi gak perlu aku terusin."
Hulya melupakan hal itu sejenak, dia ingin fokus membahas obat tersebut.
"Affan. Walaupun kamu belum menerima aku. Aku akan berbakti sama kamu. Aku takut kamu kenapa-kenapa."
"Aku kan udah bilang. Aku baik-baik aja."
"Tapi-"
Affandy menangkup wajah Hulya, dan tanpa Hulya sangka pria itu meninggalkan kecupan di bibirnya.
Cup!
"Ya Tuhan. Kalian ini, kenapa gak tutup pintu dulu," ucap seorang wanita.
Orang tua Hulya langsung berlalu pergi, ia malah malu sendiri melihat kejadian tersebut.
"Kenapa cium sih. Mama liat tuh."
"Bentar!"
Affandy menutup pintu. Kemudian berbalik badan menghadap Hulya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetesan Air Mata Surga
Spiritual"Affan, aku mau nafkah batin," pinta Hulya. "Kalau kamu mau nafkah batin. Aku bisa mencarikan pekerjaan buat kamu sebagai PSK, biar kamu bisa merasakannya." Pernikahan mendadak tanpa adanya pertemuan terlebih dahulu membuat kekacauan tersendiri dala...