Part 11

621 15 0
                                    

Saat malam hari keadaan Hulya sudah baik-baik saja. Wanita itu sudah tenang dari rasa takutnya. Affandy memperlakukannya dengan sangat baik membuat Hulya kembali luluh kepada pria itu.

Bahkan kini mereka baru saja selesai melaksanakan sholat magrib bersama-sama. Affandy mendekati istrinya yang duduk di belakang.

"Masih sakit?" tanyanya mengelus wajah wanita itu.

Hulya menggeleng pelan. Dia masih takut untuk menatap Affandy saat ini.

"Kenapa gak mau liat aku?"

Hulya menggeleng, bahkan ia menjauhkan tangan Affandy dari wajahnya. "Aku mau tidur."

"Gak mau makan?" tanya Affandy.

"Aku gak lapar."

"Makan dulu."

Hulya diam, ia mencoba untuk melepaskan mukena yang ia kenakan. Affandy membantu wanita itu melepaskan kain tersebut.

"Kamu mau makan apa?" tanya Affandy. "Aku gak tau masak. Kalau aku beli, gak apa-apa 'kan?"

Hulya menoleh kearah pria itu. Tatapan Affandy sungguh mendamaikan hati. Hulya sampai lupa jika pria itu sudah berani main tangan kepadanya.

"Kamu mau beliin aku makanan?"

Affandy mengangguk dengan menampilkan senyumannya.

"Serius?"

"Iya, Hulya. Cepat dong. Nanti keburu tengah malam."

"Aku mau makan bakso."

"Cuma itu?" tanya Affandy.

"Itu aja."

"Oke," ucap Affandy melepaskan peci yang ia gunakan.

Affandy memberikan pecinya kepada wanita itu. "Kamu tunggu di sini. Jangan kemana-mana. Aku akan cepat. Gak lama."

Affandy beranjak dari tempat duduknya.

"Affan."

"Iya ..."

"Makasih sayang."

"Sama-sama Hulya."

Hulya Anindita sangat bergembira. Affandy telah kembali ke setelan semula. Laki-laki itu sangat lembut dalam berbicara.

"Ya Allah. Terimakasih engkau telah melunakkan hatinya lagi."

[] [] []

Lama Hulya menunggu di sofa. Dia menunggu suaminya pulang dengan membawakan makanan yang ia pesan tadi.

Terdengar suara mobil dari luar. Hulya senang akhirnya Affandy kembali lagi. Dia tersenyum melihat suaminya yang perlahan melangkah mendekati dirinya.

"Assalamualaikum ..."

"Waalaikumsalam, suamiku."

Hulya menatap tangan Affandy yang sudah memegang kantong kresek.

"Kamu tunggu ya. Biar aku siapin."

"Gak usah. Udah dibeliin aja aku senang banget."

"Gak apa-apa. Kamu duduk."

"Gak usah, Affan. Biar aku."

Hulya langsung berdiri.

"Mau aku marah lagi?" tanya Affandy.

Hulya kembali duduk. Itu bukanlah pilihan, karena pria itu pasti akan melakukan hal lain kepadanya kalau Affandy sedang marah besar.

Tidak butuh waktu lama Hulya menunggu suaminya. Affandy kembali datang membawakan bakso yang sudah ia siapkan di piring untuk wanita itu.

"Baksonya datang."

Tetesan Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang