Part 27

617 24 2
                                    

Satu hari telah berlalu, setelah wanita itu di rawat di rumah sakit. Hulya kembali pulang ke rumah dengan kondisi bersedih. Dia memikirkan nasibnya sekarang. Apalagi anaknya yang sudah tidak ada lagi.

Hulya Anindita benar-benar sudah pasrah akan apa yang terjadi pada dirinya. Dia tidak heran lagi jika Affandy akan menceraikannya. Lagi pula Hulya sudah tidak berharap lebih kepada laki-laki itu.

Belum juga duduk di sofa, badan Hulya berbalik ke arah Affandy secara paksa.

"Kenapa kamu gak bilang kalau kamu hamil anak aku?"

"Aku juga gak tau kalau aku lagi hamil."

"Kamu bohong. Kamu sengaja menyembunyikan kehamilan kamu kan."

"Enggak ... Aku beneran gak tau. Tanda-tanda hamil juga gak aku rasain."

"Dasar wanita pembawa sial. Gara-gara kamu anak aku mati." Ucap Affandy.

"Apa kamu bilang? Gara-gara aku?" tanya Hulya. "Kamu sadar gak apa yang kamu ucapkan tadi?"

"Sadar! Jelas-jelas sadar. Ini semuanya karena kamu. Anak ku meninggal karena ulah kamu," ucap pria itu. "Yang tadinya aku harus jadi ayah. Sekarang gagal karena ulah kamu."

"Kamu sendiri yang bunuh anak kamu, bukan aku."

"Berani sekali kamu ngomong gitu."

"Kenyataannya gitu Affan ... Kamu menyiksa aku sampai aku keguguran."

"Kamu keguguran karena ulah kamu sendiri. Coba aja kamu gak naik tangga, pasti anak aku masih hidup sampai sekarang."

"Aku jatuh juga karena kamu ... Harusnya kamu mikir juga. Aku gak konsentrasi karena pikiranku kacau, kamu benar-benar gak pernah menghargai aku."

"Kamu mau dihargai bagaimana? Contohnya aja sekarang, kamu udah membunuh anak aku."

"Kamu yang bunuh. Bukan aku."

"Kamu!"

"Kamu!" Balas Hulya.

"Kamu yang bunuh Hulya."

"Affandy Frazendra!"

Plak!

Untuk pertama kalinya Hulya menampar wajah pria itu. "Kenapa kamu terus menyiksa aku. Aku salah apa sama kamu."

"Harusnya kamu mikir. Mana ada seorang ibu yang mau membunuh anaknya. Sedangkan aku sendiri udah menginginkan anak dari dulu."

"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."

Affandy memeluk wanita itu. Dia mengelus kepala Hulya dengan penuh cinta.

"Maafin aku ya. Jangan nangis lagi."

"Kamu jahat. Aku benci sama kamu."

"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."

"Pukul aja terus kalau itu bisa buat kamu tenang."

Hulya terus memukul dada bidang suaminya. Semua yang dilakukan Affandy tidak seberapa, namun kepergian calon anaknya begitu sangat menyakitkan.

"Aku benci kamu."

"Tenang Hulya. Jangan nangis lagi."

"Hiks ... Hiks ... Hiks ..."

"Aku mau ceraikan aku dari sekarang."

"Hei ..." Affandy menangkup wajah Hulya. "Bukannya kamu sendiri yang bilang. Allah gak suka sama kata cerai."

"Itu dulu. Sekarang aku gak mau hidup sama kamu."

"Kenapa?" tanya Affandy. "Aku gak akan biarin kamu pergi. Dengan keadaan kamu yang baru saja keguguran."

"Kamu jahat. Aku benci kamu."

Tetesan Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang