Part 21

339 15 0
                                    

Satu Minggu telah berlalu, semenjak Affandy mengadakan pesta di rumah bersama teman-temannya. Hingga sekarang ia tidak mengizinkan Hulya untuk bekerja di tempat Vicky lagi. Bahkan untuk keluar rumah saja Hulya dilarang keras oleh suaminya. Jika wanita itu membangkang, sudah pasti ia akan mendapatkan pukulan dari Affandy. Hulya melewati hari-harinya dengan berkurung di dalam rumah.

Saat ini Affandy semakin berbahaya saja, memang rumah tidak dikunci oleh Affandy. Namun Hulya takut bergerak dari tempat itu. Affandy akan tau pergerakannya dikarenakan laki-laki itu telah memasang gelang di kaki Hulya untuk mengetahui pergerakan istrinya.

Itu sebabnya, Hulya hanya beraktivitas di rumah saja. Untuk keluar pun ia hanya disekitar halaman dan depan rumah ketika hendak membeli barang masakan di dapur. Lebih dari itu ia tidak berani melangkah.

Tok! Tok! Tok!

Suara pintu terdengar disaat Hulya sedang mengepel rumah.

"Assalamualaikum ..."

"Mami," lirih Hulya.

Sebelum membuka pintu, Hulya bergegas menuju toilet. Rasa lelah yang dialami oleh Hulya membuatnya harus mencuci muka agar terlihat segar.

Ceklek!

Pintu mulai terbuka memperlihatkan seorang wanita paruh baya, lengkap dengan hijab sedang tersenyum memandang Hulya.

Hulya meraih tangan ibu mertuanya untuk ia cium. "Mami apa kabar?"

"Alhamdulillah, baik sayang. Kamu gimana?"

"Baik, mi."

"Kamu habis ngapain. Kayak ngos-ngosan gitu?"

"Eummm ... Tadi habis cuci piring."

"Cuci piring secapek ini?" Maria mengernyitkan dahinya. "Padahal baru kemarin mami bilang sama Andy. Supaya dia cari pembantu. Biar kamu bisa istirahat, apalagi setelah pulang kerja."

"Hulya ... Hulya udah gak kerja, mi. Hulya minta maaf gak bisa bantu anak mamai cari duit."

"Ya ampun sayang. Bagus dong, mami lebih senang kalau kamu gak kerja."

Hulya tersenyum. "Sebenarnya mas Affan sih yang suruh Hulya berhenti."

"Beneran sayang?" tanya Maria yang dijawab anggukan oleh menantunya.

"Alhamdulillah, Andy sekarang udah berpikiran dewasa. Mami seneng banget."

"Masuk dulu, mi. Masak ngomong di sini."

"Mami ke sini mau ngajak kamu jalan-jalan. Mami suntuk."

"Jalan." Hulya menatap kearah bawah memperhatikan pergelangan kakinya. "Tapi, ma–"

"Udah, ayo. Suami kamu gak akan marah."

[] [] []

Hulya istri dari Affandy dan Maria ibu dari pria itu sekarang sudah berada di sebuah taman yang indah. Mereka duduk di kursi sambil memakan cemilan ringan.

Maria memperhatikan Hulya yang sedari tadi tersenyum kearah depan. "Kenapa sayang?"

"Hulya seneng, mi. Akhirnya bisa bebas."

"Bebas?"

"Eh ... Maksud Hulya ... Hulya kan udah gak kerja, mi. Jadi selama satu Minggu ini Hulya di rumah. Gak pernah keluar tau."

"Terus kenapa kamu gak ikut Andy ke kantor?"

"Eummm ... Ngapain juga Hulya ikut, yang ada nanti anak mami kehilangan konsentrasi kalau Hulya ada."

"Hilang konsentrasi." Maria tersenyum menatap Hulya. "Andy manja sama kamu ya."

"Mami, iiih. Kok nanya gitu sih. Hulya malu, ahh."

Tetesan Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang