Part 32

515 29 3
                                    

Diruang makan sudah ada tiga orang yang akan menyantap makanan buatan Maria. Sampai sekarang mereka masih berada di rumah Affandy. Dia terlalu keras kepala hingga tidak mau pulang ke rumah orangtuanya. Padahal saat ini keadaannya sangat buruk.

Affandy Frazendra sudah berjanji pada dirinya sendiri. Dia tidak akan memasukkan sebutir nasi ke dalam perutnya kecuali ada Hulya di sampingnya. Affandy terlalu nekat melakukan hal itu hingga tidak memikirkan kesehatan tubuhnya.

"Kamu siapin barang-barang kita ya."

"Barang-barang apa?" tanya Maria.

"Nanti setelah kami pulang kantor. Kita bawa Andy ke Kalimantan."

"Gerald setuju, pi. Kalau Hulya gak mau datang, kita yang akan bawa Andy ke sana."

"Mas sama Gerald gak usah khawatir. Hulya sama kelurganya akan datang ke sini."

"Hulya ke sini?" Gerald menaikkan sebelah alis matanya. "Kok bisa? Emang dia mau?"

"Dia gak mau. Tapi dipaksa sama tante Liya. Apalagi Hulya lagi hamil, gak mungkin dia cerai sama Andy."

"Hulya mengandung?" tanya Fatir.

"Iya, mas. Untung aja sih, supaya Hulya dan Andy gak pisah."

"Bentar lagi kita punya cucu."

"Iya, mas. Aku seneng banget."

"Semoga dengan kedatangan Hulya. Andy bisa sembuh."

"Mami harap seperti itu. Karena keadaan Andy sangat buruk," ucap Maria. "Tadi mami udah suruh makan. Tapi dia gak mau."

"Sekarang keluarga Irwan dimana?" tanya Fatir.

"Terakhir mbak Liya bilang, mereka udah di bandara."

"Hmmm, baguslah. Mudah-mudahan dengan Hulya datang. Keadaan Affandy bisa membaik."

Beberapa menit sudah berlalu Maria sibuk membereskan rumah itu. Kepergian Hulya membuat suasana rumah tersebut langsung berbeda. Dari barang-barang yang awalnya sering terlihat rapi sekarang berantakan dan berdebu.

Mengingat dirinya sedang tidak ada kesibukan. Maria membereskan rumah tersebut sambil berharap jika Hulya dan keluarga wanita itu segera datang ke rumah tersebut.

Maria kembali datang ke kamar Affandy, terlihat pria itu berbaring di sana. Wanita paruh baya itu membawakan bubur yang sengaja ia masak untuk anaknya.

"Andy, ini mami siapin bubur. Kamu makan ya."

"Berapa kali Andy bilang, Andy gak mau makan."

"Sebentar lagi Hulya datang. Kamu makan dulu, nanti dia sedih liat kamu seperti ini."

"Enggak ... Hulya udah berubah, dia gak akan datang temuin Andy. Sekarang pasti Hulya lagi senang-senang."

"Kamu duduk dulu. Biar mami suapin."

"Andy gak mau makan." Tolak pria itu.

Laki-laki itu membelakangi ibunya, saat ini yang ia inginkan hanya istrinya. Affandy tidak membutuhkan siapapun kecuali Hulya.

"Andy, mami serius Hulya sebentar lagi ke sini. Jadi kamu harus makan dulu."

"Andy kan udah bilang. Mami pulang aja, Andy gak butuh kalian. Andy butuh Hulya. Andy kangen sama dia."

"Kamu gak boleh gitu sayang. Pikirkan kesehatan kamu."

Affandy menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.

"Makan dulu, sayang. Dikit aja."

"Andy gak mau!"

"Ternyata kamu masih aja keras kepala ya."

Tetesan Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang