Part 19

440 15 1
                                    

Saat menjelang pagi hari, Hulya sedang berada di dapur. Sebagai menantu yang baik, Hulya menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga suaminya.

Sepanjang hari wanita itu selalu berdoa agak cepat diberikan seorang anak. Selain dia takut jika mertuanya tidak menyukai dirinya, dia juga takut akan ditinggalkan oleh Affandy.

"Hulya ... Lagi ngapain sayang?"

"Mami ... Lagi buatin sarapan, mi."

"Eummm ... Hulya."

Maria semakin mendekati Hulya, ia meraih telapak tangan menantunya itu.

"Mami mau minta maaf sama kamu."

"Minta maaf?" Hulya mengernyitkan dahinya. "Minta maaf kenapa?"

"Ucapan mami tadi malam. Mami gak bermaksud-"

"Mi ... Hulya sama sekali gak masalah sama pertanyaan mami. Hulya gak pernah marah sama mami."

"Tapi kenapa kamu menghindar tadi malam?"

"Hulya bukan menghindar mami. Tapi beneran Hulya ngantuk."

"Jadi bukan karena mami tanya tentang kehamilan itu?"

"Enggak ... Hulya gak kepikiran tentang kehamilan yang mami tanyakan. Memang Hulya ngantuk banget."

"Mami pikir kamu marah."

"Ya ampun, mami. Ngapain juga Hulya marah. Ada-ada aja deh."

Hulya melanjutkan pekerjaannya. Maria juga ikut membantu wanita itu.

"Hulya ... Mami boleh tanya?"

"Boleh ..."

"Kamu sama Andy baik-baik aja kan?"

"Maksud mami?"

"Rumah tangga kalian gak bermasalah kan?"

"Kok mami nanya gitu?" Hulya malah bingung sendiri.

"Kenapa Andy gak pernah bawa kamu ke kantor?" tanya Maria.

"Gak tau, mi. Lagian Hulya gak ada kerjaan juga datang ke kantor."

"Papi pernah bilang, Andy jarang ke kantor sedangkan kamu juga bilang kalau dia pergi cepat."

"Kalau itu Hulya gak tau, mi."

"Hulya ... Jangan bohong, dari tatapan mu aja mami tau."

"Hulya mau lanjutin masak dulu, mi."

"Hulya."

Wanita itu menundukkan kepalanya. "Iya, Hulya pernah bertengkar sama Mas, Affan."

Maria menghembuskan nafasnya. "Bukan pernah tapi sering kan?"

"Enggak, cuma sekali aja-"

"Hulya ... Mami pernah denger kalau tetangga kalian bilang, kamu sama Andy sering bertengkar," ucap Maria. "Sampai sebut kata cerai."

"Mi," lirih Hulya.

"Jawab mami Hulya."

"Biasalah, mi. Bertengkar kecil-kecilan."

"Bertengkar kecil sampai keluar kata cerai?"

"Mas, Affan ... Mas mau apa?" tanya Hulya saat seorang pria masuk ke dapur.

"Minum, Hulya."

Hulya mengambilkan air minum kepada suaminya. Saat Affandy hendak berlalu pergi setelah mendapatkan air minum itu, tangannya malah digenggam oleh Maria.

"Kenapa, mi?"

"Jadi bener. Kamu sama Hulya sering bertengkar?"

Affandy tersenyum terpaksa. "Mami apaan sih. Pertanyaannya gitu banget."

Tetesan Air Mata SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang