LMA 26

1.3K 60 0
                                    

Happy reading 📖

🌞🌞🌞


Jalan hidup manusia tidak ada yang mengetahui kecuali tuhan. Bagaimana takdir tersusun rapih juga hanya tuhan yang mengetahuinya.

Sepanjang matanya memandang, gadis itu terpaku pada gadis sebaya nya yang tengah menggendong bayi berusia sembilan bulan serta bercengkrama dengan anak-anak panti lainnya.

Anggi tak menyangka setelah Garta meninggalkan gadis itu, Naira mengalami depresi berat hingga ingin mengakhiri hidupnya. Tapi semua niatnya terurung berkat Keluarga Abi Zikri, Anggi sangat bersyukur akan hal itu.

Ternyata, perjalanan yang di alami sahabatnya itu cukup berat di bandingkan dirinya. Meskipun Naira telah merenggut kebahagiaan Anggi, tetap saja, Anggi tidak tega melihat nasib Naira.

"Ayok," Ajak Adzam

Lamunan Anggi tersadar, dirinya mengangguk seraya tersemyum tipis.

"Assalamualaikum," Salam Adzam kepada orang orang di dalam panti asuhan.

"Waalaikumsalam." Jawab Ibu Rumana selaku pemilik panti asuhan Pelita Bunda yang berada di dalam.

"Eh, ada gus Adzam. Sudah lama tidak kesini." Mereka menangkupkan tangannya depan dada sementara Anggi mengecup punggung tangan Ibu Rumana. "Ini siapa, gus?" Tanya Rumana

"Istri saya, bu."

"Oh istri? Masyaallah cantiknya." Ucap Rumana sambil mengelus elus lengan Anggi

Anggi tersenyum ramah, "Saya Anggia, Ibu."

Rumana mengangguk, "Oh iya, silahkan masuk."

Adzam dan Anggi mengangguk, melangkah masuk dan duduk di sofa yang sudah tersedia di ruang tamu.

"Ibu, sebelumnya saya kesini ingin mengobrolkan hal yang sangat penting." Ungkap Adzam membuat alis Rumana terangkat.

"Hal penting apa?"

Adzam berdehem sebelum berbicara, "Saya ingin membawa Abian putra Naira, untuk tinggal di pesantren. Saya tidak tega, jika terus memisahkan Abian dari ibunya."

Ibu Rumana mengangguk ngangguk paham, "Apakah Naira siap jika Abian tinggal bersama di pesantren?" Tanya Rumana

"Kami sudah membicarakan ini sebelumnya. Dan insyaallah Naira akan siap." Ucap Adzam yakin.

"Jika Naira yakin, saya akan persilahkan. Tidak baik juga jika Abian di pisahkan dari ibunya terus menerus. Abian juga pasti butuh figur seorang ibu apalagi di usianya ini yang mau menginjak satu tahun." Jawab Rumana dengan ramah.

"Maaf, bu, mas. Saya boleh ke taman? Saya ingin bertemu Naira." Ucap Anggi, kemudian melangkah keluar setelah mendapatkan anggukan dari kedua manusia itu.

Anggi berhenti di sana. Berulang kali ia menajamkan penglihatannya.

"Kakak peri cantik, tolongin, mainan ku kok gini?"

Naira berjongkok sembari menggendong Abian di pangkuannya, meskipun ia sedang menggendong anaknya tapi ia tetap membantu anak kecil itu.

"Sini, biar kakak bantu ya." Naira mengambil mainan itu, kedua matanya terus mencari letak kerusakan mobil-mobilan sehingga ban nya tidak bisa bergerak.

"Biar ama kakak aja ya." Anggi mengambil alih mainan yang ada di tangan Naira. Hingga kepala gadis itu mendongak, dan mengernyit bingung mendapati Anggi di depannya. Segera Naira beranjak bangun.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Naira ketus

Anggi menghela napas jengah, seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Sehari aja. Bisa nggak si lo, nggak sensi ama gue?" Jawab Anggi tak kalah ketus

Loving mas Adzam (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang