🌞🌞🌞Anggi mendesah menatap rintik hujan, air sedikit demi sedikit membasahi tanah. sudah lebih dari setengah jam sejak kegiatan disekolah, hujan pun masih tak kunjung mereda.
Mengingat Melvi, Anggi berdecak. Dengan sialan temannya itu pulang begitu saja, meninggalkan dirinya sendiri, ia menghela nafas meratapi nasib malangnya.
"Yaallah, hujannya boleh di tunda dulu gak? Nanti aja kalau aku udah sampe rumah." Ucap Anggi menatap sendu ke langit yang mendung.
Hanya tinggal Anggi sendiri di supermarket, sedikit dengan rasa menyesal tidak buru-buru pulang, mengingat sudah hampir malam. Angkot dan taxi biasanya berlalu lalang di depan sekolah seolah menghilang.
Menempuh hujan lebat seperti ini juga bukan pilihan baik, Anggi mendesah lagi. Hati nya merasa sangat cemas dan panik ia takut jika ada kilat petir. Ponsel di tangannya sudah mati, karena menghubungi Adzam pun dia ada urusan mendadak katanya.
Anggi meremas tangannya, ia memutuskan duduk kembali dengan tenang. Padahal tadi pagi cuaca sangat panas tapi kenapa di tiap sore hujan, Anggi benar-benar akan menangis jika suara seseorang tidak terdengar di telinganya.
"Anggia?"
Suara itu tanpa nada namun terasa menyentak. Dengan wajah kusutnya Anggi mendongak, lalu melotot beberapa saat ketika melihat sosok yang tidak ia duga berada di dekatnya.
Pemuda itu menatap keatas dengan mata tajamnya, ia berucap pelan, "Hujannya masih lebat," Matanya kini beralih pada Anggi "Mau aku antar?"
Anggi terperangah bukan karena ucapannya, melainkan pemuda itu Garta, pemuda yang pernah ada didalam kehidupannya sekaligus membuat kehidupan Anggi hancur. "Gak usah. Gue bisa sendiri." Tolak Anggi mentah-mentah, bersama dengan Garta sepanjang jalan adalah mimpi buruk bagi Anggi.
"Udah mulai malam, kamu cewek gak baik di sini sendirian. Ayok aku antar."
"Gak usah, gue lagi nunggu jemputtan." Ucap Anggi tanpa menatap Garta sedikitpun.
Anggi tidak menyangka jika Garta kini berada di sampingnya, mengajak pulang lagi seperti dulu. Suara serak khasnya kembali terdengar, suara yang Anggi rindukan selama ini.
Mata Anggi memicing, memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Namun mengenali pakaian laki-laki itu membuat Anggi yakin bahwa itu Adzam.
"Gila tu orang." Umpat Anggi melotot saat Adzam keluar dari mobilnya dan memayungin seorang gadis.
"Kenapa?" Garta tak sengaja mendengar umpatan itu langsung bertanya, pandangannya mengikuti pandangan Anggi.
Anggi mendongak seraya menggeleng, "Enggak, nggak papa."
Gadis itu bangkit dari duduknya, "Gue mau di anter lo." Ucap Anggi yang tiba-tiba membuat senyuman Garta mengembang.
Tak mau membuat Anggi berubah pikiran Garta menarik salah satu tangannya, dan cowok itu membuka jaketnya melettakan di kepala Anggi untuk melindungi dari hujan ketika mereka berjalan menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari supermarket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving mas Adzam (On going)
Novela Juvenil"Saya terima nikah dan kawinnya, Anggia Humaira Adipta binti Pandu Adipta almarhum, dengan maskawin tersebut di bayar tunai." Tak pernah terbayang di benak Anggia seorang fangirl, akhlak minus, di cap sebagai anak nakal. Harus menikah dengan seoran...