Happy reading 📖
🌞🌞🌞
Drtt...
Anggi yang sedang mencuci piring menoleh ke arah samping dimana ponselnya ia letakkan. Setelah membuat sarapan dan menemani suaminya sarapan hingga berpamittan untuk pergi ke kantor Anggi langsung bergegas cuci piring menyelesaikan pekerjaan rumahnya.
Sebenarnya Adzam sudah menyuruh Anggi untuk menyewa ART karena kandungan Anggi semakin membesar dan Anggi tidak boleh terlalu lelah terlebih harus menemani Winda seharian di rumah sakit. Namun Anggi menolak karena dirinya masih merasa bisa menyelesaikan semuanya tanpa perlu bantuan orang lain.
Melihat nama yang tertera di layar ponselnya Anggi segera melap tangannya lalu menerima panggilan dari Vita.
"Mbak Bunda kritis."
Belum membuka mulut untuk berbicara namun Vita sudah terlebih dahulu berbicara yang membuat Anggi mematung serta kedua matanya memanas dan memerah.
"Mbak cepettan ke sini." Ucap Vita lagi.
Jantung Anggi terasa terhenti satu detik seolah tersadar, ia menganggukan kepalanya. "Gue ke sana sekarang." Putus Anggi langsung berlari keluar rumah untuk mencari angkuttan umum.
Langkah demi langkah ia lebarkan agar segera sampai ke tempat pemberhentian angkuttan umum yang berada di depan perumahannya.
Berkali-kali Anggi menghubungi suaminya namun tidak ada tanda-tanda bahwa Adzam menerima panggilannya. Mungkin karena kesibukan pertemuan pentingnya ia tidak bisa menerima telpon Anggi.
"Ck! Ini taxi atau angkot kemana si?" Racau Anggi frustasi.
Setelah lima menit bermondar-mandir dengan hati yang tidak karuan serta air mata yang sudah tidak bisa terbendung lagi akhirnya salah satu taxi berhenti tepat di hadapan Anggi hingga gadis itu bisa menaiki taxi tersebut dan bergegas menuju rumah sakit.
"Pak lebih ngebut ya." Ucap Anggi pada pak supir.
Pak supir tersebut mengangguk dan mulai menancap gas sesuai permintaan Anggi. "Bunda jangan sekarang." Gumam Anggi tidak sabar ingin cepat-cepat sampai di rumah sakit.
Anggi sudah sampai di rumah sakit, ia membayar taxi tersebut dan langsung melenggang pergi ke dalam rumah sakit.
"Mas Adzam angkat dong." Ucap Anggi mengotak-atik ponselnya seraya berjalan cepat.
Panggilan berikutnya mulai tersambung, Anggi langsung menempelkan ponselnya di telinga. "Ha–"
"Anggia, Sabrina kecelakaan."
Panggilan terputus, air mata Anggi semakin deras mendengar nama tersebut dari suaminya. Anggi berdecak kini bukan saatnya untuk memikirkan itu semua, ia melanjutkan larinya sampai akhirnya sampai di ruang ICU Anggi dapat melihat Vita yang sedang menangis di sana.
"Vita!"
Vita menoleh ke sumber suara dan segera bangkit dari duduknya menghampiri sang kakak lalu memeluknya dengan erat. Sementara Anggi hanya diam dengan pikirannya yang sudah hancur ketika mendapatkan pelukkan tersebut. "Bunda mbak.." Lirih Vita sesegukan.
Anggi memutarkan kepalanya melihat kaca tembus pandang ia bisa merasakan flashback ketika sang ayah berada di ruangan penuh dengan alat bantu mempertahankan kehidupan. Anggi benci dengan keadaan tersebut, dan sekarang keadaan itu kembali hadir menusuk hatinya bertubi-tubi tanpa henti.
"Bunda!!" Teriak Anggi melepaskan pelukkan Vita dan mendobrak pintu ruang ICU yang dimana di dalamnya banyak dokter serta perawat sedang menangani Winda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving mas Adzam (On going)
Teen Fiction"Saya terima nikah dan kawinnya, Anggia Humaira Adipta binti Pandu Adipta almarhum, dengan maskawin tersebut di bayar tunai." Tak pernah terbayang di benak Anggia seorang fangirl, akhlak minus, di cap sebagai anak nakal. Harus menikah dengan seoran...