LMA 32

1.1K 57 0
                                    

Happy reading 📖

🌞🌞🌞

Anggi menatap perempuan yang berada di hadapannya dengan datar, kedua tangannya menyikap di dada. Sementara perempuan itu masih memasang senyumnya pada Anggi.

Setelah Sabrina memohonnya untuk berbicara sebentar, Akhirnya Anggi pasrah dan harus menunda waktunya selama 15 menit untuk sampai rumah Winda sesuai perjanjian mengobrol dengan gadis tersebut.

"Buruan!" Ketus Anggi tidak sabar.

"Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih kepada mbak Anggi yang bersedia mengobrol dengan say–"

"Ini bukan sesi pidato tsay." Potong Anggi memutarkan bola mata, sinis.

Sabrina tersenyum kikuk seraya menundukkan kepalanya membuat Anggi mengernyit bingung. Sabrina menghela napas panjang sebelum akhirnya ia berbicara. "Saya mencintai Adzam dan mengenali Adzam lebih dulu dari pada kamu."

Sorotan mata elangnya langsung tertuju pada Sabrina. "Tapi, Adzam sudah jadi suami saya sekarang." Balas Anggi cuek walaupun sebenarnya hati Anggi terasa tecubit mengetahui fakta itu.

Sabrina mengangguk paham, "Saya tahu, karena gus Adzam pasti akan di jodohkan. Awalnya kamu menolak perjodohan itu tetapi akhirnya kamu menerima."

"Karena saya mencintai Adzam." Balas Anggi berusaha menahan kekesalannya, jika tidak begini ia pasti akan kalap menghabisi perempuan didepannya.

"Saya sudah menunggu Adzam dengan waktu yang tidak sebentar."

"Tapi Adzam tidak meminta anda untuk menunggunya kan?" Alis Anggi terangkat sebelah.

"Saya tahu. Dan yang sebenarnya Adzam masih mencintai saya." Ucap Sabrina membuat senyuman sinis terbit di bibir perempuan bergamis cokelat susu itu.

"Percaya diri itu bagus mbak, tapi lebih baik sadar diri." Sindir Anggi.

Sabrina tersenyum mendengarnya. "Gini aja deh, saya punya solusi. Gimana kalau saya menjadi selir Adzam, istri kedua Adzam. Bagaimana?"

Tentu Anggi terkejut mendengar penuturan aneh dari Sabrina. Sadar dari keterkejuttannya Anggi tersenyum miring menatap perempuan itu dengan sorotan yang sudah tidak sabar lagi akan menelannya hidup-hidup.

"Saya tahu anda tidak terlalu memahami agama seperti Adzam, karena latar belakang anda dulu sangat jauh sekali dari yang namanya agama."

Anggi mengepal tangannya kuat-kuat.

"Saya juga akan membimbing kamu jika saya bisa menjadi istri kedua Adzam, agar anda bisa menjadi wanita yang lebih baik dengan memahami agama."

Anggi beranjak berdiri, menatap Sabrina dengan tatapan yang sangat tajam.

"Adzam sudah berhasil membimbing saya. Dan anda, tidak perlu merepotkan diri anda sendiri hanya untuk membimbing saya." Ucap Anggi, jari telunjuknya tidak henti-henti menunjuk ke depan wajah Sabrina yang masih memasangkan senyum santainya.

"Dan ingat, saya sedang mengandung anak Adzam. Di mohon sekali, jangan pernah mencampuri urusan rumah tangga saya terlebih menghancurkannya." Tekan Anggi kemudian mengambil langkah untuk menjauh dari perempuan tidak waras tersebut. Dan lebih baik dirinya cepat-cepat pergi ke rumah Winda daripada emosinya semakin tersulut.

Anggi menghela napas kasar seraya berkacak pinggang. "Dasar nenek lampir murahan!" Kesalnya sebelum tangannta terulur menyetop taxi.

•••

Ting tong

Anggi menekan tombol beberapa kali namun tidak ada yang membukanya. Ia berdecak kesal sesekali mengecek ponselnya dan menelpon Vita agar segera membukakan pintu rumah, namun sialnya sepupunya itu tidak juga mengangkat telponnya.

Loving mas Adzam (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang