Aku mau ngucapin banyak terimakasih yang udah kasih Vote untuk LMA atau hanya sekedar membaca❤️
tapi jangan lupa klik bintang ya hihi komen jugaa.
Yok yang masih semangat selamat membaca.Happy reading 📖
🌞🌞🌞
Sudah lebih dari tiga hari sejak kejadian kemarin sikap Anggi mendadak dingin pada Adzam. Anggi hanya berbicara seperlunya saja dengan Adzam, berbeda dengan Adzam yang telah mencoba untuk membuka percakapan walau pada akhirnya tidak di hiraukan oleh Anggi.
Seperti saat ini, keduanya tengah sarapan. Ummi Arum, Abi Zikri dan Husna sudah kembali ke pesantren sementara Vita sudah lebih dulu berangkat ke sekolah. Rumah Windah akan menjadi sepi jika Anggi harus tinggal di rumahnya bersama Adzam.
Anggi beranjak dari duduknya hendak membawa piring bekas sarapannya ke dapur. "Makan kamu kenapa sedikit?" Tanya Adzam.
"Kenyang." Jawab Anggi tanpa menoleh sedikitpun pada suaminya.
ting tong!
Suara bel rumah berbunyi, "Anggi kamu bisa liat siapa yang dateng nggak di luar, aku masih sarapan." Pekik Adzam tanpa menunggu waktu lama Anggi pun datang menghampiri untuk melihat siapa yang datang sementara Adzam hanya memasangkan senyuman kecilnya begitu melihat punggung Anggi.
"Saya nggak mesen bucket mas, mungkin mas nya salah alamat." Ucap Anggi bingung melihat bucket bunga berukuran sedang yang sudah berada di tangannya.
"Tapi ini alamatnya udah bener kok mbak." Balas kurir tersebut.
"Hm, y-yaudah. Makasih ya mas."
"Sama-sama mbak."
Anggi kembali masuk dengan raut muka yang penuh tanya.
"Apa itu?" Tanya Adzam melihat barang yang berada di tangan istrinya.
"Bucket bunga."
Adzam ber-oh ria seraya mengangguk-anggukan kepalanya yang justru malah membuat Anggi semakin kebingungan. Tidak ingin obrolannya menjadi panjang lebar dengan Adzam lebih baik Anggi menaruh bucket itu dan kembali melanjutkan aktivitasnya.
ting tong!
Bel rumah kembali berbunyi, Anggi menghela napas pasrah dan kembali menuju pintu depan.
"Bucket lagi?" Beo Anggi.
"Iya mbak, untuk mbak Anggi."
"Tapi saya nggak mesen bucket bunga itu."
"Tapi ini untuk mbak Anggi."
Anggi tersenyum simpul lalu menerima bucket bunga itu. "Makasih ya mas."
"Sama-sama."
Anggi kembali masuk rasa penasarannya semakin menjadi, ia terus melihat bucket bunga yang berada di tangannya. "Siapa sih yang kirim ini? Orang gue nggak mesen apa-apa."
Manik Anggi tiba-tiba tertuju pada laki-laki yang masih berkutat dengan makanannya. Ia memicingkan mata curiga, tapi untuk apa Adzam melakukan itu semua. Anggi menghembuskan napas kasar kembali menaruh bucket itu.
Ting tong!
"Astagfirullah. Sabar Anggia, lo harus sabar." Anggi mengusap dadanya berusaha tetap menjaga mood nya, ia kembali membuka pintu.
Kini bukan bucket bunga melainkan karton berisi tulisan permintaan maaf dan juga satu kotak cokelat silverqueen favorit Anggi. Karton itu tergeletak di lantai tanpa ada orang yang mengirimnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving mas Adzam (On going)
Teen Fiction"Saya terima nikah dan kawinnya, Anggia Humaira Adipta binti Pandu Adipta almarhum, dengan maskawin tersebut di bayar tunai." Tak pernah terbayang di benak Anggia seorang fangirl, akhlak minus, di cap sebagai anak nakal. Harus menikah dengan seoran...