Happy reading 📖
🌞🌞🌞
Hari ini kepulangan Anggi dari rumah sakit setelah 5 hari lamanya gadis itu terbaring lemah di brankar. Adzam membantu Anggi mengemaskan barang-barang istrinya, sementara Anggi terlihat sedang duduk termenung.
"Mas." Panggil Anggi.
Adzam menoleh mendengar namanya terpanggil. "Kenapa Nggi?"
Terdengar helaan napas panjang dari gadis itu, membuat kening Adzam mengkerut. "Kenapa sayang?" Kali ini Adzam mendekati Anggi yang sedang duduk di atas brankar.
"Hukuman yang bakal Sabrina dan Garta jalanin berapa tahun?" Tanya Anggi.
Adzam membenahi kerudung Anggi dan mengusap pipi istrinya itu dengan lembut. "Hukuman sumur hidup, atau hukuman mati."
Mendengar hal itu kedua bola mata Anggi membulat sempurna bahkan tatapan terkejut menyorot wajah Adzam yang terlihat sangat santai, tidak dengan Anggi. "Tapi Garta mas? Abian pasti butuh dia, sementara Garta belum tau kalau Abian itu anaknya."
Adzam tersenyum simpul, maniknya menatap teduh wajah istrinya. "Kemungkinan hukuman untuk Garta tidak seberat seperti Sabrina, karena Garta tidak pernah ada niatan untuk melukai kamu dan anak kita. Dia hanya berniat menyingkirkan kamu dari aku, mungkin karena Garta masih mencintai kamu."
Anggi menghela napas jengah, tapi tidak bisa dipungkiri lagi bahwa dirinya merasa sedikit lebih lega. Biar bagaimanapun Abian masih membutuhkan sosok ayah. "Aku hanya mencintai suami aku." Cetus Anggi tersenyum senang.
Adzam terkekeh dibuatnya, melihat lesung pipi Anggi membuatnya sangat gemas pada gadis itu. Adzam mengecup kening Anggi dengan lamat lalu kembali menatap Anggi. "Aku juga hanya mencintai istri aku."
Cup
Adzam terkejut mendapati ciuman dibibirnya, di detik selanjutnya ia tersenyum senang dan kembali mengecup bibir Anggi.
"Apa kamu nggak bersedih lagi?" Tanya Adzam hati-hati.
Anggi menggeleng ragu, heran dengan pertanyaan yang dilontarkan suaminya meskipun begitu ia masih menampilkan senyum terbaiknya. "Aku udah nggak sedih lagi, karena anakku pasti bahagia di sana."
Adzam menarik napas panjang seraya meraih tangan Anggi untuk ia genggam. "Setelah mendengar kabar ini kamu jangan bersedih lagi ya?"
"Bersedih? Emangnya ada apa?" Dengan alis terangkat Anggi bertanya.
"Dokter mengatakan akan kecil kemungkinan untuk kamu bisa hamil lagi." Adzam menunduk tidak berani menatap wajah istrinya, ia tidak bisa menyembunyikn rasa sedihnya dan ia tidak ingin perasaan sedihnya membuat Anggi malah semakin sedih dan stress.
Mata Anggi berkaca-kaca, ia menggeleng lemah. "Mas Adzam bercanda kan? Kamu bercandanya nggak asik ni." Ujar Anggi melepas genggaman suaminya.
Adzam mendongak, "Nggi.." Lirihnya.
"Ya kan? Bercanda kan?"
Adzam menggeleng membuat senyuman di bibir Anggi memudar. "ZAM BILANG SAMA AKU KALAU KAMU LAGI BERCANDA!"
"Aku nggak lagi bercanda atau berbohong, sayang." Adzam memegang kedua bahu istrinya, mata elangnya menyorot pada Anggi
Seketika tangisan Anggi pecah, ia meremas kuat perutnya, memukulnya, membuat Adzam segera menahan tangan Anggi. "Anggi, istighfar sayang. Kamu jangan memukul perut kamu."
"Aku udah gagal jadi ibu yang baik, aku gagal mempertahankan anakku, aku gagal menjadi istri, aku tidak bisa mengandung dedek bayi lagi, aku bakal jadi istri yang nggak berguna untuk kamu mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving mas Adzam (On going)
Teen Fiction"Saya terima nikah dan kawinnya, Anggia Humaira Adipta binti Pandu Adipta almarhum, dengan maskawin tersebut di bayar tunai." Tak pernah terbayang di benak Anggia seorang fangirl, akhlak minus, di cap sebagai anak nakal. Harus menikah dengan seoran...