Happy reading 📖
🌞🌞🌞
"Anggia."
Mendengar suara yang sangat di kenalinya memanggilnya, Anggi segera menoleh. Senyumnya mulai merekah melihat seorang wanita berjalan menghampirinya.
"Bunda.."
Winda tersenyum hangat, tangannya mengusap wajah Anggi begitu lembut. Anggi menggenggam pergelangan Winda yang menyentuh pipi nya. "Apa kabar sayang?"
Air mata Anggi tiba-tiba menetes memandangi wajah yang selama ini ia rindukan. "Anggi baik bunda. Bunda bahagia?"
"Tentu dong sayang." Balas Winda terkekeh sembari menyentuh hidung Anggi.
"Anggi kangen Bunda, Bunda tidak ingin kembali lagi bersama Anggi?"
Bunda Winda menggeleng, "Tidak bisa nak, tapi kamu tenang aja. Kita pasti akan bisa berkumpul kembali." Ucap Winda begitu lembut dan memberi kehangatan untuk Anggi.
Tangan Winda terulur mengusap perut Anggi yang sudah membesar seraya menundukkan tubuhnya. "Cucu nenek, Assalamualaikum, nak. Sehat-sehat ya sayang, maafin nenek, nenek tidak bisa melihat kehadiran kamu secara langsung. Tapi nenek akan terus lihat kamu dari sana."
Anggi menyeka air matanya yang terus mengalir.
"Bunda..."
Tiba-tiba pria memanggil Winda, Winda menegakkan kembali tubuhnya dan menoleh lantas ia tersenyum kepada pria tersebut.
"Papah." Gumam Anggi menatap Pandu, papahnya yang melambaikan tangan ke arah mereka.
"Bunda mau kemana?" Anggi segera menahan tangan Winda ketika Winda hendak berjalan.
"Bunda harus pergi, sayang." Ucap Winda tersenyum lembut, ia menoleh ke arah Pandu lagi. "Bunda sudah bertemu papah di sini."
"Bunda pamit ya sayang, Assalamualaikum."
"Bunda jangan pergi!"
"Papah jangan pergi!"
"Bunda, Papah jangan pergi!"
"Anggi masih butuh kalian."
"Kalian harus lihat putri Anggi."
"KALIAN JANGAN PERGI!!"
"Anggi, bangun. Hey, sayang bangun." Adzam membangunkan Anggi yang sedang menginggau, ia sangat panik ketika memegang tubuh Anggi yang panas dingin hingga peluhnya membasahi keningnya.
"BUNDA!" Kedua mata Anggi sudah terbuka sempurna. Anggi segera memeluk tubuh Adzam dan menangis di dekapan suaminya.
"Mas, Bunda. Aku ketemu Bunda." Lirih Anggi di tengah isak tangisnya.
"Iya sayang, sudah jangan menangis lagi." Adzam mengusap kepala Anggi begitu lembut, berkali-kali ia mengecup kepala istrinya itu.
"Mas Bunda datang sama Papah, aku bisa lihat mereka."
Adzam mengangguk-anggukan kepalanya. Ia tidak tega melihat Anggi seperti ini, Adzam tidak tahu seberapa rasa rindu Anggi kepada kedua orang tuanya. Ia hanya menganggukan kepala sebagai jawaban dari ucapan Anggi.
Adzam mengendurkan pelukkan mereka beralih menatap manik Anggi yang tersorot kesedihan. "Kita sholat ya, kita sama-sama doain Bunda dan Papah."
Anggi mengangguk menyetujui, mereka pun beranjak dari ranjang untuk membersihkan diri dan berwudhu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving mas Adzam (On going)
Teen Fiction"Saya terima nikah dan kawinnya, Anggia Humaira Adipta binti Pandu Adipta almarhum, dengan maskawin tersebut di bayar tunai." Tak pernah terbayang di benak Anggia seorang fangirl, akhlak minus, di cap sebagai anak nakal. Harus menikah dengan seoran...