LMA 39

938 51 1
                                    

Happy reading 📖

🌞🌞🌞

Pagi ini Anggi kembali ke rumah sakit bersama dengan Naira, Adzam meminta Naira untuk menemani Anggi karena dirinya tidak bisa menemani dan harus menyelesaikan tugas kantor baru ia bisa menyusul.

"Assalamualaikum." Salam Anggi begitu membuka pintu dan di sana masih ada Vita yang menunggu dari malam sampai sekarang sementara Arum dan Zikri harus kembali pulang ke pesantren.

"Waalaikumsalam." Jawab mereka serempak.

Anggi dan Naira masuk ke dalam ruangan bersamaan. Naira terus menunduk tidak berani menatap Winda, mengingat kesalahannya dulu ia sangat malu pada ibu dari sahabatnya itu.

"Naira?" Tanya Winda bingung.

Dengan cepat Naira mendongak dan mengangguk seraya tersenyum kikuk. "Apa kabar Naira?" Tanya Winda.

"Baik tante." Jawab Naira takut-takut.

Naira merasa sangat malu ketika Winda masih tersenyum hangat kepadanya dan menanyakan kabarnya. "Kemarin ada Melvi sama Valdo, kenapa kamu nggak ke sini?"

"Naira harus jaga Abian, Bunda." Kini Anggi yang menjawab.

"Abian? Siapa Abian?" Kening Winda mengkerut.

"Putra nya Naira, bun." Jawab Anggi.

Winda sempat diam sejenak dengan kebingungannya, di detik selanjutnya ia mengangguk paham sembari ber-oh ria.

"Maaf ya tante, Nai baru bisa nengok sekarang." Ujar Naira tidak enak.

Winda menggeleng pelan, "Nggak papa Naira."

Anggi mengambil langkah mendekati Vita yang tengah duduk di sofa membiarkan sahabatnya itu mengobrol karena sudah lama sekali Naira lepas komunikasi dengan Winda. Vita yang melihat itu terlihat sangat canggung apalagi Anggi masih memasangkan raut wajahnya yang terlihat kesal.

Gadis itu duduk disamping Vita. Kini, mereka saling berhadapan. "Maafin gue mbak." Lirih Vita.

Gelengan kecil diperlihatkan, "Gue yang seharusnya minta maaf karena nggak ngertiin ada di posisi lo. Maafin gue ya Vit." Anggi memegang tangan Vita, sementara senyuman Vita telah mengembang. Vita merasa lega karena sepupunya itu sudah memaafkannya.

"Lo nggak salah mbak, gue yang salah."

"Biar adil, kita sama-sama salah deh." Balas Anggi, mereka berdua pun tertawa kecil bersamaan. Anggi dan Vita kini sudah merasa lega karena keadaan merekapun sudah tidak secanggung kemarin. Memang benar apa yang dikatakan Adzam semalam, ia mulai memahami.

Setelah berbincang kecil bersama Vita, Anggi kembali duduk di kursi samping brankarnya Winda. Ia membuka totebag berukuran sedang, melihat itu membuat Winda mengernyit.

"Bunda, Anggi baru beli baju dedek bayi. Ini lucu kan?" Tanya Anggi dengan menunjukkan baju gaun kecil berwarna pink yang baru saja ia beli. "Pilihan Naira loh ini." Sambungnya lagi.

Naira tersenyum malu, sementara Winda mengangguk menyetujui bahwa gaun yang dipilih Naira memang sangat bagus dan lucu. "Bagus banget nak."

"Vita gimana menurut lo?" Anggi menunjukkan baju gaun itu pada Vita yang berjalan menghampirinya.

Vita mengangguk mantap. "Lucu banget, gue jadi nggak sabar liat ponakan."

Winda tersenyum miris. "Bunda nggak tau bakal bisa liat cucu Bunda atau enggak."

"Loh maksud Bunda?"

"Karena pasti Bunda udah nggak akan ada lagi disini."

Perkataan Winda membuat Anggi marah dan yang lain terdiam. Anggi bangkit dari duduknya, menatap tajam para Ibunya. "Kenapa Bunda bilang gitu?! Bunda nggak mau liat anak Anggi? Bukannya Bunda selalu minta cucu, selalu pengen menggendong cucu. Sekarang tinggal nunggu beberapa bulan apa yang diinginkan Bunda bakal terwujud. Terus kenapa Bunda bilang gitu?" Ucap Anggi.

Loving mas Adzam (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang