13. Luka yang Terlupakan

194 58 55
                                    

"Aku menangis karena kamu tidak membiarkanku bicara,  aku menyakiti diriku sendiri karena kamu tidak membiarkanku menangis."

-Emilie Autumn

⚠️Trigger Warning: Self-harm⚠️


Aku menyalakan air keran di wastafel di hadapanku supaya suaranya bisa meredam suaraku di dalam ruangan sempit dan lembab itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menyalakan air keran di wastafel di hadapanku supaya suaranya bisa meredam suaraku di dalam ruangan sempit dan lembab itu. Aku menatap bayanganku sendiri di dalam cermin yang sedikit kotor.

Apa dia adalah aku?

Aku benar-benar tidak bisa mengenalinya. Apa yang baru saja aku lakukan? Apa aku nyaris membunuh seseorang sampai Rosa benar-benar menatapku dengan tatapan itu?

Apa kesalahanku benar-benar parah sampai Rosa benar-benar membenciku dan tak sedikit pun memikirkanku?

Kenapa semuanya terjadi dengan begitu cepat? Ini baru hitungan hari tapi dia sudah seperti orang yang membenciku bertahun-tahun. Padahal sampai detik ini pun, aku sangat menyayanginya.

Rosa, aku rindu. Aku rindu masa-masa indah itu, masa di mana ibu-ibu penjual di kafetaria mengira bahwa kita berdua anak kembar karena tidak pernah terpisahkan. Bukankah seharusnya kamu bersamaku saat ini dan bukan bersamanya?

Hatiku sangat sakit saat mengingat bagaimana tatapan mata Rosa dan kalimat jahat yang keluar dari bibirnya yang manis itu. Siapa dia sekarang? Dia seperti orang lain yang terjebak di dalam tubuh Rosa. Aku benar-benar tidak mengenalnya.

Rosa yang kukenal tidak seperti itu. Hatinya tetap lembut meskipun ucapannya kadang suka aneh. Tapi aku sangat tahu kalau dia jauh lebih baik dari itu.

Tapi kenapa? Kenapa sekarang berubah? Apa sebenarnya salahku? 

Aku minta maaf. Aku menyesal.

Aku tidak bisa lagi menahan air mataku yang terus keluar dengan derasnya. Aku bahkan tak peduli meski hidungku terus berair. Dadaku terasa sangat sakit. Aku menepuknya berkali-kali, berharap agar jantungku di dalam sana baik-baik saja meski sakit yang kualami saat ini benar-benar menyakitkan.

Aku beruntung karena suara air mengalir menyamarkan isak tangisku.

Sakit. Apa sakit hati bisa sesakit ini? Apa yang terjadi pada diriku? Kenapa aku tiba-tiba jadi sangat lemah?

Aku menangis sejadi-jadinya sampai aku meringkuk di bawah wastafel dan memeluk kedua lututku. Tubuhku terasa sangat panas. Tapi satu-satunya hal yang terus menggangguku adalah tatapan mata Rosa yang terus muncul di benakku.

Clang...

Sesuatu jatuh dari atas wastafel. Suaranya berhasil membuatku terkejut. Buru-buru aku bangkit dan memeriksa.

My Semicolon (Open Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang