27. Sabtu Pagi

157 48 47
                                    


Hari ini adalah hari Sabtu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini adalah hari Sabtu. SMA Garuda menggunakan kebijakan untuk meliburkan siswanya pada hari Sabtu dan Minggu. Meskipun pada prakteknya, kelas hari Senin sampai Jumat kadang tidak penuh seharian.

Sabtu pagi hari itu cukup cerah. Selesai sarapan roti dan sereal yang sudah disediakan oleh Mbak Mina di atas meja makan, aku memutuskan untuk bermain dengan Monic, kucingku yang sangat tidak ramah.

Kulihat ia sudah duduk santai di atas lantai dingin di beranda rumah sambil melihat Mbak Mina yang sedang menyirami halaman rumah supaya rumput-rumputnya terlihat segar.

"Pagi, Non. Sudah dihabisin sarapannya?" Sapa Mbak Mina saat melihatku keluar dan duduk di kursi kayu di depan rumah.

"Sudah sebagian, Mbak. Makasih ya."

Aku membuka buku Peter Pan yang belum sempat kuselesaikan waktu itu. Setidaknya berkat bantuan Kaivan, halaman yang basah saat itu masih bisa diselamatkan meskipun sebagian kecil dari tintanya sudah luntur kemana-mana. Aku masih bisa membaca apa yang tertulis di sana.

Tunggu. Kenapa aku jadi teringat Kaivan?

Baru saja membuka halaman yang sudah kutandai dengan penanda buku, tiba-tiba suara knalpot motor yang berat mengejutkanku.

Brumm!

Refleks aku meremas dada dan melihat ke sumber suara.

Kaivan?!

Aku nyaris berteriak saat menyebut namanya.

Kaivan menghentikan motornya di depan pagar rumahku. Bahkan tangannya berpegangan pada pagar besi rumahku. Ia tak menutupi wajahnya dengan apa pun. Tak memakai helm yang setidaknya bisa menyembunyikan keberadaannya dari Mbak Mina yang ikut terkejut dengan suara motornya.

"Eh, temennya Non Bella?" tanya Mbak Mina padaku, Mbak Mina memang masih muda, usianya masih 25 tahunan jadi aku tidak menyalahkannya saat Mbak Mina kembali menatap wajah Kaivan lalu mengerjap aneh seakan ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat. "Ganteng, Non," celetuknya membuatku seketika bergegas turun dan berjalan tanpa alas kaki menghampiri gerbang.

"Ngapain?!" tanyaku dengan suara tertahan.

Mama dan papa sedang di dalam rumah. Dan Kaivan ada di depan pagar rumah, datang tanpa undangan.

"Pagi!" sapanya dengan santai tanpa merasa bersalah sudah membuat jantungku berdebar karena cemas.

"Ngapain kamu ke sini, Kai? Pergi jangan di sini nanti Mama lihat!" Aku tidak bisa tenang. Gelisah dan mataku terus bergerak dari Kaivan ke pintu rumah yang tidak kututup. Aku tidak tahu kapan mama akan tiba-tiba muncul dari sana.

"Enggak ada, cuma lewat. Oke, gitu aja. Gue pergi dulu."

Aku tercengang.

Kaivan benar-benar kembali menancap gas motornya setelah mengatakan hal itu. Pergi begitu saja tanpa menoleh ke belakang lagi.

My Semicolon (Open Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang