12. Sakit

185 61 64
                                    

"Kamu harus percaya pada dirimu sendiri saat tidak seorang pun percaya padamu,"

-Serena Williams

Rosa berhasil mengembalikan bola lambung yang kulempar untuk kedua kalinya dan ia segera berlari menuju pos pertama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rosa berhasil mengembalikan bola lambung yang kulempar untuk kedua kalinya dan ia segera berlari menuju pos pertama. Meski begitu ada Shanti dan Kiki yang berbadan besar di sana sedikit menyulitkannya. Dan Adid juga sudah kembali dengan bola yang sudah berhasil ia tangkap.

Rosa memutuskan untuk berhenti di pos satu dan tidak bergerak. Lalu permainan pun berlanjut ke pemukul berikutnya, Ani. Dia tersenyum tipis saat mataku menatapnya.

"Kalo lo sampe cacat kena pukulan gue, jangan salahin gue!" seru Ani menyebalkan. Aku mengabaikannya dan bersiap memberikan lemparan bola mendatar andalanku. Ia tak mungkin bisa memukulnya.

Whooosh!

Gagal.

Whooshh!

Gagal.

Ani terlihat sangat kesal karena lemparan bolaku melewatinya begitu saja seakan ia tidak sempat melihatnya karena terlalu cepat.

"Lo bisa main enggak sih! Yang bener dong kalo main!" bentak Ani mulai kehilangan kesabaran. Kesempatannya untuk memukul tinggal sekali. Dan aku yakin, yang terakhir pun dia tidak akan bisa memukulnya. Permainannya terlalu payah.

Aku sengaja menggunakan kuda-kuda sebelum melempar bola ketiga supaya semakin membuatnya kesal. Ani, ini balasannya sudah merebut Rosa dariku. Memangnya kamu sanggup?

Whoosh!

Aku melemparnya dengan sangat cepat. Mataku terlalu fokus pada bola yang melesat dari tanganku dan tak pernah kembali sampai aku mengabaikan tongkat kayu pemukul yang sudah melayang dari tangan Ani ke wajahku.

Dukk!

"Ha ha ha ha ha!" Aku bisa mendengar suara tawa Ani yang pecah disusul dengan suara tawa anak-anak yang lainnya. Menertawakanku yang baru saja menjadi tempat pendaratan tongkat kayu, tepat di dahiku. Sakit. Rasanya berdenyut hebat.

"Bell, lo enggak apa-apa? Keluar dulu ya obatin." Aku berharap itu adalah Rosa, namun bukan. Itu suara Adid dan ia menatapku dengan tatapan khawatir.

"Enggak apa-apa, aku masih bisa main," elakku. Kalau aku keluar sekarang, Ani akan lebih merasa puas. Pak Mahbub menatapku dengan tatapan khawatir, dan aku mengangguk padanya. Menunjukkan kalau aku baik-baik saja. Aku masih bisa bermain. Aku yakin. Dan permainan pun dilanjut. Karena tongkat pemukul keluar, maka posisi pun kembali berubah. Dan aku akan menjadi pemukul lagi kali ini.

Whooosh!

Dukkk!

Aku berhasil memukul lemparan bola pertama Rosa dan segera lari ke pos pertama, lalu lanjut ke pos kedua karena bola masih lambung. Belum ada tim mereka yang menangkapnya. Aku terus berlari, tak mempedulikan apa pun untuk mencapai ruang bebas dan mencetak skor penuh. Namun, aku kurang berhati-hati.

My Semicolon (Open Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang