16. Luka itu ...

176 58 49
                                    

"Aku ingin bersamamu sampai halaman terakhirku."

-A.R. Asher

"Apaan sih, Kai?" Kuhempaskan tangan Kaivan yang terus menarikku menjauh dari kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apaan sih, Kai?" Kuhempaskan tangan Kaivan yang terus menarikku menjauh dari kelas. Sudah cukup jauh untukku bebas dari siapa pun yang ada di kelas itu. Baru beberapa hari tapi aku rasa jika tempat itu bukan untukku.

"Balik ke UKS," ucap Kaivan pendek, kembali menyambar tanganku dan menarikku sekali lagi.

"Ngapain? Ini kan udah jam pulang."

"Lihat tuh tangan kiri lo." Kaivan menghentikan langkahnya dan memberiku sinyal dengan dagunya.

Aku mengangkat tangan kiriku dan memperhatikannya untuk pertama kalinya setelah hampir melupakan luka itu. Perban yang rapi dan berwarna putih itu sudah berubah menjadi merah, hampir setengahnya. Aku melotot saat menyadarinya.

"Lo yakin mau langsung pulang dengan tangan kayak gitu?"

Aku menggeleng. Apa kata orang rumah kalau mereka tahu aku pulang dengan tangan berdarah? Mereka bisa berpikir kalau aku sudah gila dan menyerah pada kehidupan.

Aku berusaha menutupi tangan kiriku dengan tangan kananku, menumpunya. Orang-orang berlalu-lalang melewatiku dan Kaivan dengan ekspresi penasaran di wajah mereka. Beberapa bahkan sempat berbisik saat lewat.

"Kaivan itu!"

"Kaivan sama siapa itu?"

"Tumben banget enggak sih lihat Kaivan sama cewek?"

Aku hanya mendengar suara-suara itu tanpa berkomentar. Aku tidak tahu apa yang sedang kutunggu. Namun Kaivan tak ingin menunggu lagi, dia kembali menarik tanganku yang tak terluka dan berjalan cepat. Kali ini aku berusaha untuk mengimbangi langkah kakinya tanpa melawan.

UKS sudah mau dikunci dari luar oleh pak satpam sekolah saat aku dan Kaivan tiba. Meski begitu, pak satpam yang bertugas sebagai juru kunci gedung pun segera membukakan pintu UKS kembali saat ia melirik sekilas ke arahku dan Kaivan. Sepertinya, itu karena Kaivan.

"Susternya sudah pulang. Kalian jangan lama-lama. Kalau sakit segera balik pulang saja istirahat di rumah," tegur pak satpam bernama Juki sedikit galak. Apa ia setengah hati membiarkanku dan Kaivan masuk ke dalam ruang UKS?

"Ganti perban doang, Pak," balas Kaivan santai menanggapinya.

Aku masuk ke dalam UKS dan Kaivan baru melepaskan tanganku setelahnya. Ruangan UKS sudah dibersihkan, lampu dan AC-nya juga sudah dimatikan. Aku melepas sepatuku lalu duduk di atas kursi kayu yang biasanya digunakan sebagai tempat untuk menunggu sebelum pemeriksaan.

Sementara itu, kulihat Kaivan sudah disibukkan dengan hal lain. Ia membongkar lemari kaca tempat obat dan alat kesehatan lainnya di simpan untuk mencari sesuatu. Aku hanya memperhatikannya dari belakang.

My Semicolon (Open Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang