Aku benar-benar menyesal telah memejamkan kedua mataku saat itu. Karena berikutnya, suara keran air yang tadi terdengar di telingaku pun seketika hilang dan semuanya berubah menjadi senyap.
Detik berikutnya, tiba-tiba cipratan air dingin menyentuh kulit wajahku dan refleks membuatku kembali membuka kedua mata.
"Ngapain lo merem, Bell?"
Kaivan mencipratkan air dari jari-jarinya yang masih basah ke wajahku seperti sedang melakukan ritual pengusiran setan. Aku mengernyit. Ia tak berhenti melakukan hal kekanakan itu sampai aku tidak tahan untuk tidak membalasnya.
"Berhenti!" seruku refleks mencengkeram kedua tangannya yang terus bergerak mencipratkan air ke wajahku.
Ia terkejut. Aku juga. Aku refleks kembali melepasnya dan menatap ke arah wastafel. Tidak ingin menatap matanya untuk sementara waktu.
Kaivan kembali menyalakan keran air, kali ini di wastafel yang tadinya ia gunakan. Sengaja menampung air dari wastafel itu dengan kedua tangannya sampai penuh seperti sebuah gayung.
Aku melotot. Aku tahu kalau itu pasti akan disiram ke arahku. Dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Kaivan baru saja akan mengguyurkan air itu ke arahku saat aku memotong pergerakannya dan membuat air itu menyiram tubuhnya sendiri.
"Ha ha ha ha ha!" Aku tertawa puas sekali dan segera menjauh dari Kaivan yang setengah basah karena perbuatannya sendiri.
Entah kenapa saat itu tiba-tiba dadaku terasa sangat ringan seakan semua yang menekannya ikut keluar bersama suaraku yang lantang dan menggema di dalam kamar mandi itu.
"Behhh..." Kaivan mengusap wajahnya yang basah dengan tangannya yang bersih sebelum menatapku dengan tatapan kesal. Meski begitu, ia terlihat seakan siap untuk balas dendam.
"Rasain, emang enak! Bwek!" Aku tahu kalau itu sangat kekanak-kanakan, tapi aku hanya ingin melakukannya sekarang. Lagi pula, tidak ada siapa pun di tempat itu.
"Awas ya!" Kaivan kembali menampung air dari keran menggunakan kedua tangannya. Namun aku tidak akan tertipu. Aku sudah lari menjauh sebelum ia menyiramku.
"Ha ha ha! Coba aja kalau bisa!"
Aku berlari dan Kaivan mengejarku. Kamar mandi besar itu seketika menjadi arena bermain untukku dan dia.
Kaivan berulang kali mengisi kembali tangannya dengan air yang selalu gagal mengenaiku hingga akhirnya ia menyerah dan berubah pikiran untuk menangkapku saja.
Aku berlari. Dan aku cukup andal dalam satu hal itu. Tapi, saat tangan Kaivan kosong dan tidak membawa apa pun, ia jauh lebih cepat dari dugaanku.
"Kena!"
"Ha ha ha ha." Aku masih tertawa saat Kaivan menarik kedua tanganku dan sedikit menyeret tubuhku. Ia menarikku menuju tempat deretan wastafel karena masih tak terima dengan apa yang kulakukan beberapa saat yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Semicolon (Open Pre-Order)
Ficção AdolescenteLagi open PO sampai tanggal 19 September aja nih. Yuk peluk versi cetaknya https://shope.ee/6Kc3kHQaLm Sebuah semicolon digunakan saat seorang penulis sebenarnya bisa mengakhiri sebuah cerita, namun memutuskan untuk tidak melakukannya. Penulis itu a...