Arlanzyan Eros Bratadikara & Mollavina Amora

289K 8.9K 96
                                    


   “Arlan!”

   Gerombolan lelaki berjaket hitam itu menoleh bersamaan. Menatap seorang gadis dengan pita pink disisi kanan rambutnya. Sedangkan sang pemilik nama yang dipanggil hanya menghela napas berat. Gadis itu tersenyum ceria kemudian mendekati pria bertubuh tegap yang tengah duduk bersama teman-temannya. Dia menyondorkan sekotak macaron coklat dengan berbagai macam hiasan dikotak itu.

   “Selamat ulang tahun Arlan. Semoga ditahun ini Arlan bisa bales cintanya Molla.”

   Arlanzyan Eros Bratadikara, sang primadona di SMA Laskar Arimbi. Dia tampan, pintar, dan sialnya membuat hampir seluruh para gadis terpincut padanya. Terutama gadis yang memberikan sekotak macaron coklat itu.

   “Ciee bambang Arlan, dikasih macaron coklat tuch!” ejek Segran, salah satu sahabatnya. Terdengar suara tawa berbaur diudara. Membuat sang pemilik warung geleng-geleng kepala.

   Pria itu hanya menatap datar kerarahnya kemudian berdiri, menarik gadis itu agar menjauh dari area tongkrongannya. Ini ke-5 kalinya gadis itu memberikan macaron coklat dihari ulang tahunnya. Dengan kalimat keramat yang sama pula, tidak ada perubahan. “Pergi,” katanya datar.

   Molla menatap Arlan sedih, “kapan sih Arlan nerima Molla?? Molla capek tau bikin ini dari sebelum subuh.”

   “Gue gak nyuruh.”

   “Ih tapi Molla yang pengen bikin tau! Kalo gitu, Arlan terima ya. Please,” ucap Molla memohon. Demi membuatkan macaron coklat untuk Arlan, Molla rela menggunakan uang tabungannya yang niatnya akan dia gunakan untuk membeli baju baru untuk kedua adiknya.

   Arlan menoleh sekilas ke arah teman-teman tongkrongannya. Dia menghela napas berat kemudian menerima sekotak macaron coklat itu, menaruhnya diatas meja yang ada disamping tubuhnya.

   “Gue udah nerima, bisa lo pergi sekarang?”

   “Arlan sebenci itu ya sama Molla? Belum satu menit Molla ngobrol sama Arlan tapi udah diusir, Arlan kapan nerima Molla? Molla capek tau.”

   “Gue gak nyuruh lo ngejar-ngejar gue. Dan sampai kapan pun gue gak akan nerima lo, ngerti? Sekarang lo pergi,” ucar Arlan dingin.

   “Ya udah, Molla balik ke kelas deh. Molla pergi bukan berarti Molla nyerah ya Arlan, Arlan harus inget itu.”

   Lagi, setiap sebelum gadis itu pergi pasti akan mengatakan hal itu. Dilangkah kedua Molla menghentikan langkahnya, membalikan tubuhnya menatap Arlan yang memanggilnya tadi. Dia tersenyum, mungkinkah Arlan luluh?

   “Lo tau gak persamaan lo sama wanita penghibur?? Sama-sama gak ada harga dirinya.”

   Molla menatap polos Arlan meskipun sejujurnya hatinya tergores, “wanita penghibur kan dibayar, berarti mereka ada harga dong?”

   Oh shit! Mampukah Arlan lepas dari gadis bernama Mollavina Amora?

MOLLARLAN[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang