8 | Bertahan

602 164 73
                                    

--------------------------------------------------

Sorry for typos and happy reading.

--------------------------------------------------

- 8 -

Kim Myungsoo berdiri di depan cermin kamar mandi, melihat memar di paha kirinya akibat tendangan sang ayah tadi pagi. Dia bahkan tidak melakukan apapun, ketika ayahnya memasuki kamar dan mulai menendangnya. Pria mabuk itu baru selesai setelah sang nenek menariknya keluar dengan susah payah.

Melihat ke bagian lain tubuhnya, Myungsoo tidak menemukan lebam lainnya meski tendangan ayahnya mengenai beberapa tempat. Selesai melihat tubuh telanjangnya itu, Myungsoo menghela napas berat. Dia pulang untuk mandi, kemudian akan langsung pergi bekerja meski hari sudah larut.

Menarik handuk dari tempatnya, Myungsoo melilitkan benda itu di pinggang. Dia keluar dari kamar mandi dan melangkah menuju kamar tidur. Suasana rumah sangat sepi. Neneknya sudah tidur. Sedangkan sang ayah tidak ada di rumah. Myungsoo tidak penasaran dia pergi ke mana.

Sebenarnya, Myungsoo sudah muak dengan sang ayah. Sejak ia kecil, dia tidak pernah melihat pria itu sebagai sosok ayah. Dia bisa saja meninggalkan rumah ini untuk tinggal dimanapun itu yang tidak membuat tubuhnya menjadi sasak tinju; tempat melampiaskan kekesalan. Namun― Myungsoo bertahan karena sang nenek. Dia tidak mungkin meninggalkan neneknya sendiri. Jangan tanya kenapa mereka tidak pergi berdua, karena pada kenyataannya, sang nenek tidak bisa meninggalkan anaknya.

-oOo-

Myungsoo dengan cepat menghindar saat merasakan pergerakan seseorang dari arah belakang tubuhnya, ketika ia berbalik, ternyata orang itu adalah Lee Sungyeol. Teman lainnya di tempat kerja paruh waktu.

"Wow, kau memiliki refleks yang sangat bagus." Sungyeol memuji gerak refleks Myungsoo dengan tawa kecil, padahal dia hanya ingin merangkul, tapi Myungsoo bisa menghindar dengan gerakan cepat.

"Ah, hyung." Menjadi sasak tinju sang ayah membuat Myungsoo memiliki gerak refleks yang bagus, dia juga tidak mudah merasa sakit. Mungkin karena sudah terbiasa berdiam diri menerima semua jenis pukulan selama ini.

"Sudah makan belum? Ayo pergi makan Pajeon di tempat biasa." Akhirnya Sungyeol bisa merangkul Myungsoo, "jangan khawatir, hyung mu ini tidak akan menyuruhmu membayar meski kau baru gajian. Hyung yang traktir." Mereka keluar dari gedung agen tempat mereka barusan menerima upah dari kerja keras mereka.

Lee Sungyeol sama seperti dirinya. Mereka masih berada di bangku sekolah, hanya saja― Sungyeol berada satu tingkat di atasnya dan bersekolah di salah satu sekolah kejuruan di pinggiran kota Seoul. Pria Lee itu banyak membantunya.

"Tapi hyung...."

"Tidak ada bantahan. Kau harus menemaniku makan, dan aku sedang ingin makan Pajeon." Seoul adalah kota yang gila, bahkan dini hari seperti ini masih ada kedai pinggir jalan yang buka. Jangankan Pajeon, bahkan street food lainnya juga masih ada yang berjualan. Sungguh kota yang tak pernah tidur.

-oOo-

Mengusap cairan bening di sudut mata, Suzy menarik napas dalam kemudian membuangnya secara perlahan. Terus melakukan itu dengan harapan dadanya tak lagi sesak, cairan bening kembali turun membuat Suzy menutup wajah dengan kedua tangan.

Alasan lain kenapa Suzy tidak menyukai musim panas adalah karena saat awal musim panas, neneknya ulang tahun. Dan― selalu ada perkelahian di rumah setiap kali mereka pulang dari acara besar keluarga Bae.

Crossing The Line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang