Chapter 187

1.7K 104 4
                                    

◆◇◆◇◆◇◆◇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

◆◇◆◇◆◇◆◇

Wonwoo mengambil izin hari ini dan pergi menemui Ayahnya di sebuah Hotel, ia mendorong kereta bayinya memasuki area restoran dan dari kejauhan ia melihat Ayahnya berdiri di sana. Wajah Ayahnya masih sama seperti dulu, ada kelembutan dan sikap tegas di bahasa tubuhnya.

"Kamu sudah datang... Duduk dulu."

Wonwoo tidak berbicara dan duduk, ia melihat Kiran masih tertidur. Ia berharap bayinya tetap tertidur selama waktu pertemuan ini, Wonwoo merasakan kelelahan batin namun ia tidak bisa menghindar dari pertemuan ini.

"Apa ini putramu?"

"Ya."

"Bisakah Ayah melihatnya?"

Saat mendengar hal itu, Wonwoo terdian sejenak sebelum mengangguk. Ia mengangkat tudung kereta bayi dan memperlihatkan wajah tertidur Kiran yang memiliki pipi merah. Tatapan mata Ayah Wonwoo lembut, ia mengangguk.

"Dia terlihat sepertimu saat masih bayi."

"Hmmm..."

"Apa terapinya berjalan lancar?"

Wonwoo diam dan tidak ingin mengatakan apapun. Ia lelah dan tidak ingin banyak berbicara dengan orang lain, ia menginginkan kehidupan tenangnya hanya berdua dengan Kiran.

"Ada perlu apa untuk pertemuan hari ini?" tanya Wonwoo dengan suara datar.

Ayah Wonwoo terdiam dan menatap putranya yang entah kenapa telah tumbuh dewasa dan menjadi begitu dingin. Tidak seperti dirinya yang sebelumnya, seolah bayangan Wonwoo yang manja telah hilang, dan sebagai orangtua ia tahu bahwa sikapnya beberapa tahun belakangan inilah yang menjadi salah satu pemicunya.

"Ayah ingin minta maaf."

Wonwoo menundukkan kepalanya, maaf. Itu adalah kata yang terlalu sering ia dengar belakangan ini. Dari Seungcheol, Mingyu dan Ayahnya. Ada ragam reaksi yang datang dari perkataan itu dan Wonwoo merasa semuanya tidak ada artinya, hidup terus berjalan. Di saat ia menunggu mereka datang dan menolongnya di waktu-waktu tersulit—Mereka tidak pernah datang, namun saat Wonwoo bisa berdamai dan menjalani hidupnya; mereka seolah-olah berlomba-lomba untuk menebus semuanya.

Melihat putranya tidak mengatakan apapun dari ucapan permintaan maafnya, ayah Wonwoo tahu bahwa ia datang begitu terlambat. Wonwoo mungkin datang dari wanita yang jahat, namun anak itu ada di sisinya seumur hidupnya. Ia yang membesarkannya, seharusnya ia tidak bersikap seperti itu dulu.

"Ayah merasa semuanya terdengar klise untukmu. Ayah datang begitu terlambat, membiarkanmu menderita begitu banyak. Inilah hal yang Ayah sesali saat ini, kamu adalah putra yang paling banyak berada di sisi ayahnya, bahkan jika kamu tidak memiliki setitik darahku, waktu yang kita lewati selama ini harusnya cukup untuk menjadi alasan kita tetap memiliki hubungan ayah dan anak."

Wajah Ayah Wonwoo terlihat lelah, garis kerutan itu begitu dalam dan matanya tidak cemerlang seperti dahulu. Wonwoo bisa melihat bahwa ayahnya telah menua begitu cepat dengan beberapa helai uban di rambutnya. Dan itu menbuatnya sadar bahwa ia juga telah melewati waktu yang lama untuk berdamai dengan hidupnya.

"Semuanya sudah terjadi. Aku juga gak mau menaruh dendam, entah apa yang dikatakan Kak Irivian benar atau tidak. Kita sudah sampai di titik ini, aku sudah memiliki hidupku sendiri. Aku punya pekerjaan, rumah dan juga keluarga baru yaitu putraku, aku tidak ingin menjadi anak yang durhaka kepada orang yang telah membesarkanku selama ini. Aku memaafkan Ayah, tapi aku tidak akan kembali ke keluarga Kelana. Jika Ayah bisa mengerti keputusanku, aku rasa semuanya harus baik-baik saja ke depannya."

Mendengar hal itu, nyeri di dada Ayah Wonwoo semakin sakit. Sekarang ia paham, terkadang memaafkan bisa di dapatkan, namun kesempatan untuk menebus dan memperbaiki apa yang ada di masa lalu kadang tidak akan bisa dikabulkan. Jika memaafkan akan mengurangi rasa sakit Wonwoo, maka ia akan melakukannya. Namun melupakan tentang apa yang pernah terjadi, mungkin hanya jika ia bisa kembali ke masa lalu dan mengubahnya yang bisa mengembalikan keluarga mereka seperti sedia kala.

Dan Ayah Wonwoo tidak akan mendesak putranya lebih jauh. Hadiah yang ia siapkan diberikan meskipun ada sedikit permohonan dan desakan di dalam prosesnya. Kiran terbangun dan ia menatap wajah kakeknya dengan kebingungan, Wonwoo membiarkan Ayahnya menggendong anaknya sekali dan setelah makan siang, mereka berpisah. Pertemuan itu bahkan tidak sehangat yang dibayangkan dan perpisahan itu jauh lebih dingin dibandingkan orang asing yang datang menjalin kerjasama . Namun Ayah Wonwoo tidak bisa meminta banyak, dosa yang diperbuatnya telah membuat putranya membangun dinding tinggi di sekitarnya dan ia dapat mengerti. Meskipun ia tidak bisa secara terbuka lagi memanjakan putranya itu, ia masih akan mencintai dan menjaganya di jarak yang aman.

Setidaknya ia ingin putranya bisa hidup dengan tenang seperti keinginannya.

Dear, My Cruel Destiny • Minwon AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang