Bagian 2.
Disa memilih diam. Ia hanya menunduk sebagai jawaban. Disa tidak paham apa yang dikatakan pria disebelahnya. Uti mengajarkannya banyak hal jika di sepanjang perjalanan timbul pertanyaan yang tak bisa dia jawab, Disa bisa menunduk atau memilih diam sebagai jawaban, maka sang komandan tidak akan lagi menanyainya. Saat diminta pindah di mobil yang dinaikinya sekarang, Disa terperajat. Mungkin sejak tadi orang yang membuka pintu bagasi mobil sudah melihat tempat persembunyian Disa.
"Aku beranggapan alasan Utimu itu mengada-ngada, tapi, karena kamu juga bersikeras ikut maka, kamu harus siap dengan apa yang akan kamu hadapi nanti."
Disa memilih menjadi pendengar. Dia bingung. Rasa takut menghantuinya. Kemana bapak? Apakah benar keputusannya? Bagaimana sekolahnya? Bagaimana kehidupannya?
"Kelas berapa?"
"Tahun ini naik kelas tiga, Om."
"Apa yang membuatmu setuju meninggalkan kota kelahiranmu, kamu lahir di sini?"
Disa menggeleng. Hanya itu yang bisa dia utarakan.
"Mana orang tuamu?"
"Ibu sudah lama tiada. Bapak, Bapak, saya tidak tahu bapak kemana."
Sang letnan kolonel tertegun menatap Disa. Membawa pulang anak kecil ke rumahnya tidak pernah masuk dalam perhitungannya, apalagi sebentar lagi dia akan menerima perjodohan dari orang tuanya. Namun, jika memang benar Disa seperti yang dijelaskan Uti, maka rumahnya bisa saja membutuhkan bantuan Disa. Di rumahnya ada dua anak balita yang membutuhkan penjagaan dan sepertinya kekurangan teman bermain. Dia hanya perlu menyekolahkan dan memberi makan bukan?
"Yang perlu kau kamu ketahui, tidak ada sesuatu yang gratis di dunia ini. Kalau saya membawamu maka jelas kamu harus tahu diri melakukan pekerjaan atau sesuatu sebagai timbal balik. Kamu tahu tentang ini?"
Disa mengangguk. Uti sudah menjelaskan padanya. Ini semua demi keselamatan Bapaknya. Dia pasti bisa bertahan. Pasti bisa.
"Saya bisa meminta orang di rumah menyekolahkan kamu, namun saya tidak bisa menjamin kalau orang di rumah akan bersedia menampungmu selamanya. Jadi, sekarang kamu harus mengandalkan dirimu sendiri, mengerti?"
Melalui sebuah perjalanan panjang yang berliku sesekali mata Disa berair. Dia bahkan tidak sempat pamit pada sekolah dan teman-temannya. Tinggal sebatang kara adalah nasibnya. Dulu, jika bapak berangkat kerja dan meninggalkannya selama berminggu-minggu Disa sudah terbiasa memasak dan menyiapkan keperluannya sendiri. Dari Bapaknya, Disa banyak belajar cara memasak dan bagaimana menjadi pribadi yang tidak merepotkan orang lain. Disa terbiasa melakukan seluruh pekerjaan rumah sejak usianya delapan tahun. Di sekolah nilai DIsa juga selalu bagus. Namun, karena tubuhnya yang kurus dan kecil serta potongan rambutnya yang menyerupai laki-laki, banyak yang mengira Disa masih berusia dua belas tahun.
Disa dan semua rombongan tiba di sebuah dermaga Pelabuhan pukul dua malam. Ternyata perjalanan mereka ditempuh menggunakan kapal laut. Banyaknya barang yang dibawa menyebabkan kolonel beserta bawahannya memutuskan menumpang kapal laut. Rencananya sang kolonel akan beristirahat selama dua hari di rumahnya sebelum menerima tugas baru.
"Hans, carikan anak kecil ini kamar di sebelah kita, kamu yang bertanggung jawab."
"Siap, pak."
Setelahnya sang letnan masuk di kabinnya. Membutuhkan waktu dua hari lamanya mereka sampai di Surabaya lalu bertolak menuju Jogja. Dua hari sebelum meninggalkan tempat tugas, dia telah lebih dulu melapor pada pada Kodim Poso serta Korem Tadulako. Dalam beberapa hari ke depan, keputusan tempat bertugas yang baru akan datang. Sepertinya dia masih akan memimpin di satuan wilayah Sulawesi. Namun informasi kepastian baru bisa dia terima beberapa hari lagi.
Mata pria dengan pembawaan tegas itu memandang lautan lepas. Ada banyak hal berkecamuk di kepalanya. Sebagai anak pertama dengan harapan besar yang dipikulnya, Sultan selalu patuh pada kedua orangtuanya. Sebagai sulung dari enam bersaudara, Sultan tak pernah kekurangan sesuatu apapun. Ibunya merupakan seorang Dokter dan keturunan dari purnawirwaan TNI. Ayahnya merupakan calon panglima tinggi. Jadi, tak perlu dipertanyakan sebab karir Sultan melejit. Orang-orang tak pernah melihat kompetensi Sultan, yang mereka tahu dan ingat siapa keluarga Sultan. Belum lagi dua saudara mamanya memiliki jabatan penting setingkat Mentri di pemerintahan. Maka, semua yang diperoleh Sultan dengan susah payah, tetap saja akan diakitkan dengan latar belakang Sultan.
Sultan memiliki tiga adik laki-laki, dan dua perempuan. Ke lima adiknya, Sastra Darmakusuma, Sunan Kartanegara, Sastri ananditi, Sasran Muliawan, Sidni Kusuma Dewi kelima-limanya memiliki karakter berbeda. Sastra adiknya merupakan Dokter Residen mata, Sunan Dokter Co-ass, Sastri, Sasran, Sidni ketiganya masih kuliah. Namun yang paling sering membuat ibunya pusing adalah kedua anak perempuanya. Sastri adik ketiga Sultan telah memiliki anak sejak dia masih usia sekolah. Pergaulan bebas penyebabnya. Sastri terpaksa dinikahkan demi menjaga nama baik keluarga meski suaminya adalah seorang tanpa kasta. Tak sampai disitu, hal yang sama Kembali terulang setelah Sastri cerai dari suaminya. Sastri Kembali berulah dan mengumumkan kehamilannya dua tahun yang lalu. Jadi, tidak heran jika di rumahnya terdapat dua anak kecil yang memang membutuhkan teman main dan juga perhatian lebih. Usia kedua bocah itu masing adalah delapan dan satu tahun. Ibu Sultan sudah kehabisan akal bagaimana mendidik dua anak gadisnya yang sulit sekali dikendalikan.
Saat ini Sultan berharap jika Sidni yang sekarang berusia dua puluh tahun tidak akan membuat masalah serupa. Meski perangai adik bungsunya itu buruk, Sultan yakin bisa membuat dan membimbing Sidni menjadi lebih baik.
Setelah melalui perjalanan laut serta darat yang Panjang, Sultan akhirnya tiba di rumahnya. Hari itu adalah tepat jumat sore. Hari dimana Sebagian besar anggota keluarga pasti berkumpul. Apalagi sebentar lagi Sastra, adiknya akan melaksanakan proses pernikahan. Sultan sudah siap dihadiahi ceramah Panjang oleh ibu dan juga para budenya. Namun saat telah menginjakkan kaki di rumah dan memeluk tubuh ibunya, dia lupa ada anak kecil yang harus dia serahkan pada ibunya.
"Tan, kamu hampir dua tahun tidak pulang nak, sehat kamu?"
"Sehat Bu. Sultan sehat. Ibu gimana? Mana yang lain?"
"Yo biasa, adek-adekmu baru di rumah kalau malam. Mereka gak ada yang mau menemani ibu jalan kalau akhir minggu begini. Apalagi ponakanmu, Silvi sama Si kecil Sean, semuanya ibu yang ngurusi. Si Sastri tau beres aja anaknya udah ke sekolah atau udah wangi, bisa ndak kamu bayangkan hati ibumu ini 'Le?"
Sultan mencium kening ibunya dan memeluknya hangat.
"Bu, Sultan bawa orang dari desa untuk ibu, udah gak ada orangtuanya. Dia bisa apa aja, bisa menemani ibu kemanapun, bisa menemani Silvi dan membantu menjaga Sean juga,"terang Sultan.
"Lo? Kamu kok bawa orang nak. Kita kan nggak tahu bibit bebet dan bobotnya, orang tuanya kemana 'Le?"
"Udah gak ada Bu. Keluarganya ingin menikahkan dia padahal usianya masih muda."
"Loh? Perempuan to? Ibuk pikir lanang."
Sinan, Ibu Sultan berjalan mendekati Disa dan mengelus kepalanya. "Kasian kamu Nak. Kamu mau ikut sama ibu? Tapi, di sini kamu tidak boleh tinggal gratis, kamar juga harus berbagi, ada kamar kosong di samping gudang tapi belum sempat diberesin, besok kamu beresin ya."
Sultan memandang sosok ibunya yang sedang mengajak Disa bicara. Sepertinya tidak akan sulit bagi ibunya menerima Disa. Ada banyak hal yang harus dia ingatkan pada ibunya tentang anak kecil itu. Mulai dari mempersiapkan sekolahnya hingga memasukkan anak kecil itu di kartu keluarga milik sopirnya.
Sultan lalu meminta Hans agar membawa seluruh barang bawaannya ke lantai dua, asisten merangkap ajudan setianya yang selalu menemaninya kemana saja. Meski bukan dari latar belakang TNI, namun, sosok Hans sering disalahpahami namun Hans menikmati itu ketika berada disamping Sultan.
Dua hari kemudian Sultan melihat Disa mampu membantu pekerjaan rumah dengan sangat baik. Disa mampu membantu menjaga Sean bergiliran Ketika baby sister membutuhkan bantuan, Disa juga mampu membantu Silvi menyelesaiakn pekerjaan rumah. Anak itu tidak banyak bicara namun bisa menyelesaiakn pekerjaan tepat waktu.
"Tan, anak yang kamu bawa pinter dia. Bisa semua. Kata bibi di dapur dia bisa diminta bantuan, bisa semua. Ibu juga kemarin minta ditemani ke pasar juga ditemanin sama dia. Hanya saja anaknya pendiem ya. Sepertinya masih kurang bisa paham dengan dialek kita, Tan."
"Pelan aja Bu. Mungkin dia masih butuh waktu Panjang Bu. Oh iya, ibu udah dapat sekolah buat dia?"
"Udah. Ibu daftarin dia sekolah dekat sini aja. Biar gak jauh dari rumah. Semua beres. Kamu gak usah kawatir. Malam nanti bapakmu datang, Ibu mohon jangan bertengkar ya, kamu ikut aja apa maunya, termasuk jodohmu. Usiamu ini udah tua, udah tiga puluh tiga, ibu juga udah mau lima empat, masa tidak satupun anak ibu yang bisa menikah baik-baik sih? Kalau cucu ibu udah punya."
Sultan hanya menghembuskan napas lelah saat mengingat bahwa malam nanti bapaknya akan datang. Artinya ibunya akan segera ikut tinggal bersama bapaknya. Biasanya Ketika ibunya tidak ada, kendali dan pengawasan rumah berada di tangan Sastri juga Sidni. Namun yang sungguh tidak Sultan prediksi, keberadaan Disa dirumahnya merupakan sumber masalah besar yang akan menjerat dia dan adik-adiknya di kemudian hari.
🫶🏼🫶🏼🫶🏼🫶🏼🫶🏼🫶🏼
Update tiap senin dan kamis yak. Di KBM dan karyakarsa udah bab 20 malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Beda Usia
RomanceWarning! Bacaan untuk dewasa 18+ Bagaimana jika pria dingin berhati batu kelak akan jatuh cinta pada gadis kecil yang dia selamatkan dan ditampung sementara tinggal di rumahnya? Sultan Panembahan seorang perwira tinggi militer membawa pulang seorang...