Bab 16

4K 343 10
                                    

Bgaian 16.
-Kenapa makhluk bernama wanita suka bertingkah berlebihan? - SULTAN-

Aku membuka pintu mobil masih dengan sisa-sisa emosi setelah bertemu Disa. Tatapan Hanan serasa aneh padaku. Kuangkat alis demi menanyakan maksud dari pandangannya. Sebagai jawaban dia mengganti dengan sikap sempurna namun senyum aneh masih tak lepas dari wajahnya.

Cari perkara!

Aku masuk ke rumah dan segera menukar pakaian dengan handuk. Selepas mandi dan telah mengenakan seragam makanan telah terhidang di meja makan. Biasanya pagi-pagi seperti ini, selain dua ajudanku ada Hans serta kania dan juga ada satu asisten rumah tangga tetap bagian dapur. Tugas Kania kurang dan lebihnya memastikan semua urusan dalam rumah terpenuhi. Termasuk baju-baju seragam milikku. Kania-lah yang bertanggung jawab didampingi Hans tentu saja. Sebenarnya Hans adalah anak dari ajudan almarhum Ayah yang dilatih untuk masuk dalam seleksi sekolah kepolisian, namun karena suatu dan lain hal Hans tidak berhasil lolos. Jadilah saat aku ditugaskan pertama kali di Ampana, aku membawanya ikut serta bersamaku. 15 tahun bukan waktu sebentar bagi Hans menemaniku.

"Hans, apakah ibu atau Bi Mira menghubungimu?"

"Iya bos. Seperti biasa. Menanyakan kabar bos, makanan, apakah kehabisan stok di kulkas, Ibu juga sempat minta bicara sama Kania."

"Nurut kamu kondisi ibu bagaimana, Hans?"

"Seperti yang boss bilang, kondisi ibu sepertinya tidak sebagus dulu, suaranya kini lebih pelan, kalau bernapas di dadanya terasa sesak. Seperti ada sesuatu yang ketahan gitu, bos."

Aku menghabiskan makan tanpa membalas jawaban Hans. Aku tahu setiap pagi Ibu selalu menelpon asisten rumahku demi memastikan makananku tercukupi. Padahal kurang apa pengaturan di rumah ini? Ibu pasti tahu itu karena puluhan tahun menemani Ayah. Tak lama aku Kembali menelpon Ibu

{Bu sehat?}

{Sehat Nak, kamu gimana?}

Suara ibu sangatlah serak. Hatiku terasa ditusuk jarum. Kondisi ibu memang tidak baik-baik saja. Sebelum Kembali ke tempat tugas, aku ingat ibu berpesan agar aku segera mengurus ijin kepulangan saat pernikahan Sidny, karena saat Sidni menikah nanti, akulah yang bertindak sebagai wali nikah. Ya, akulah wali nikah adikku menggantikan almarhum Ayah.

{Sultan sehat, Bu. Ibu udah makan? Minum obat?}

{Udah nak. Ibu udah minum obat}

Aku tersenyum mendengar suara ibu, percakapan kami berlanjut tentang keadaan rumah dan penginapan keluarga, hingga akhirnya nyerempet soalan wanita gila yang bikin aku senewen sejam yang tadi

{Nak, apa Disa ganti nomor? Kok ibu dan adik-adikkmu tidak bisa menghubungi?}

Sungguh aku lelah jika harus membicarakan wanita itu.

{Sepertinya dia sibuk, Bu. Kalau Sultan tidak salah ingat Disa sedang bertugas di luar daerah, jadi bisa saja Signalnya kurang bagus}

Maafkan Sultan Bu.

{Oh iya, Nak. Mungkin saja. Tan, ibu pengen ngomong ke Disa, kalau Sunan sama Sasran, diantara dua anak ibu, yang mana bikin dia nyaman, soalnya kedua adikmu terang-terangan nyebut nama Disa saat ibu bilang pengen ketemu calon mantu ibu. Ibu harus gimana tan?}

Ya Tuhan. Wanita itu!

{Ibu serahin semua ke disa, adikmu juga gak masalah siapapun yang dipilih Disa, mereka legowo}

{Bu, kedua anak itu ngga serius suka sama Disa. Mana ada perasaan suka seperti ini? Membiarkan Disa memilih? Kedua anak itu hanya kasian sama wanita tidak tahu diri itu, Bu. Dan jujur, Sultan menyesal membawa anak it uke rumah kita dua belas tahun yang lalu}

{Hussttt.... Kamu jangan bicara begitu Tan, kedua ponakan kamu dulunya diurusin sama sama dia, Nak. Hampir empat tahun dia di rumah kita, tapi berhasil bikin semua anggota keluarga terbantu. Bagi kamu gak berarti apapun karena bukan kamu yang tinggal dan melihat perkembangan dia. Saat dia pindah, Ibu sering menangis liat dia kalau kami janjian ketemu di luar. Sampai sekarang ibu kepikiran sama anak itu, Tan.}

Sudah kuduga, ibu banyak membantu wanita sialan itu. Selama ini ibu terlalu memanjakannya. Apakah salah jika aku tidak menyukainya?

{Bu, Sultan yang membawa dia masuk ke rumah kita, asal-usulnya tidak jelas. Kasusnya banyak, aku gak mau keluarga kita jadi tercoreng hanya karena adik-adikku berhubungan dengan dia, kita sudah cukup dengan tingkah Sastri, jangan lagi tambahan lain}

{Sultan...} Kupijit kepalaku yang mulai berdenyut.

{Sudahlah Bu. Ibu jaga Kesehatan, tidak perlu mikir yang macam-macam, intinya Disa baik-baik saja dengan kehiduapan dia sekarang, ibu tidak perlu kawatirin dia, oke Bu? Sultan pamit ya}

{tan... tunggu}

{Ya Bu?}

{Kakaknya Irma, Si Arma akan datang ke luwuk minggu depan, ada kunjungan penilaian di salah satu kampus, Ibu bilang kalau dia bisa minta bantuan kamu kalau butuh sesuatu}

Aku mencium masalah baru akan datang. Kumatikan ponsel setelah mendengar jawaban salam dari Ibu. Arma. Arma adalah anak dari sepupu pihak ibu. Sudah lama sejak kabar aku dijodohkan dengan Selena, kabar Arma mengajukan diri untuk dijodohkan denganku sampai  ditelingaku. Namun tepat sebelum kabar itu meluas di kalangan keluarga, Ayah datang dengan Selena.

"Pak, ibu haji Hatijah tadi pagi datang bawa buah-buahan lagi, udah saya taro di dalam kulkas, apa bapak mau?"Kania memberitahuku

"Wah, bos. Bu Haji udah ngebet banget, apalagi di dukung penuh sama ibu-ibu  Persit, makin gembira dia Bos, eh tapi, Ibu haji Hatijah itu jenis ibu-ibu yang sulit ditemui dimanapun lo bos,  udah cantik, tanahnya dimana-mana, anak tunggal, belum punya anak pula, umur? Kayaknya dia belum 40 deh boss."

Kulirik Hans sepintas tanpa memberikan jawaban apapun, lalu berbalik melihat Hanan yang menarik kursi disebelahku dan mengambil nasi juga lauk di atas meja makan. Di susul beberapa anggota yang lain. Kupikir percakapan ini akan mereda namun saat Hans kemudian menanyai Hanan aku tahu jika itu akan berbuntut panjang

"Nan, kemarin kamu dikasih apa sama bu Haji?"

"Waduh, bu Haji baru aja balik dari Jakarta, hampir satu batalion dapat baju kaos branded, bang hans, malahan anak-anak yang lain manggil dia ibu ketua Persit, lo."

Spontan aku batuk. Jenis batuk yang bikin dadaku sakit.

"Eh? Yang benar Nan?"Hans menimpali

"Iya Bang. satu komplek tahulah Bu Haji itu ngebetnya sama siapa, bayangin kalau tiap hari gak pernah absen bawa makanana, paling parah lagi minggu lalu dia jenguk tu semua korban keracunan di RS dan dibagiin parcel, keren nggak tuh?"

Aku berjalan memberi tanda pada Kania jika aku membutuhkan lebih banyak air. Sialan Hanan. Kenapa dia baru memberitahuku info seperti ini? Mau cari mati dia?

"Ya Allah, segitu amat bu Ketua, seumur-umur baru kali ini aku liat ada bu peri baik hati seperti Bu Haji Hatija yang bawain semua parcel korban, bagiin baju pula, apalagi saat nanti dah jadi Ketua Persit beneran ya Han? Gimana nurut kamu?"

"Entahlah ya Bang, nurutku Bu Hatijah mesti usaha lebih keras sih, tapi kalau aku jadi Bu Hatijah ya jelaslah aku besar kepala, bu-ibuk persit lainnya kuliat manfatin momen ini biar bikin Bu Haji geer, bayangin aja Bang kalau mereka keluar pasti yang jemput sopirnya Bu Hatijah, mana masuk kompleks kita lagi mobil Alpard dia, udah beneren Bu Persit Namanya, kurang peresmian aja."

Refleks kulempar sebuah bola berbahan karet dengan sasaran kepala Hanan. Namun secepat kilat tangan kirinya menangkap bola lalu memamerkan senyumnya yang menjengkelkan.

"Wah, Pak. Untung refleks saya bagus, hampir saja saya hadiri kegiatan pagi ini dengan kepala benjol."

Aku hanya melihat Hanan selama beberapa detik dan masih tidak memiliki minat membalas semua ocehannya kemudian berjalan menuju kursi lalu memakai sepatu.

"Kalau nurut kamu Nan, diantara semua wanita yang mendekatkan diri pada pak komandan, yang mana paling pas nurut kamu?"Suara Hans menyela.

"Semuanya wanita keren, Bang Hans. Tapi ada satu yang bakalan susah kuluapain."

Sampai di sini, aktifitasku memakai sepatu berhenti

"Siapa Nan?"

"Belum jelas. Nanti orangnya sendiri yang ngenalin. Tadi saya udah dapat lemparan bola, takutnya vas bunga kali ini, saya pamit keluar ya, bang Hans."

"Sok misterius. Paling paling juga bu haji,"Terka Hans setengah berteriak karena Hanan terdengar telah selesai menyantap sarapannya. Sekarang  kulihat ia telah berdiri menatapku di depan pintu.

Lalu sebuah nyanyian membuatku sontak melempar sebelah sepatu yang belum kukenakan ke arah pintu.

"Ayang ayangku..... ayangg ayanggkuuu...."

Alasssss.

"Kesini kamu Haaa..nan, POSISI!!" emosiku meledak. Hanan harus kuberi pelajaran. Entah kenapa emoosiku meluap.

Teriakanku sia-sia. Hanan berhasil lari.
=========

Kalau mau baca cepat bisa ke KBM app atau Karyakarsa.

Bukunya paling september 😂🙌🏼

Jodoh Beda UsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang