Bagian 43.
Kami bertatapan lama selama sepersekian detik. Aku tidak tahu dari mana semuanya bermula. Namun aku mengerjap beberapa kali sebelum bisa menyadari jika sebelah tangan Bang Sultan kini berpindah ke tengkukku. Aku merinding. Lidahku kelu.
"A-apa... Ma—maksdu ini Bang?"
Namun Bang Sultan masih tidak menjawabku. Aku mengerjabkan mata dua kali saat kedua tangannya mengelus punggung hingga merambat pinggangku.
Tunggu! Serius dia mau itu?
Posisiku benar-benar tidak bagus. Jarak wajah kami hanya sepersekian senti. Aku bisa merasakan deru napasnya. Debar jantungku yang bertalu-talu hingga ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutku. Telingaku berdengung saat gerakan tangannya naik ke lenganku lalu berlama-lama di pipi kemudian turun di bibirku.
Tanganya berlama-lama di bibirku. Lalu membuka baju tidurku. Kini napasku benar-benar sekarat. Namun saat aku protes bibir kami bertemu. Dengan sebelah tangannya dia menurunkan kepalaku agar bersentuhan dengan bibirnya, Oh Tuhan. Kepalaku pusing. Kurasa aku sulit untuk berpikir jenih.
Ini adalah sesuatu yang sulit kubayangkan. Sentuhannya membuatku terbuai.aku sangat amat menikmatinya. Namun kenapa aku merasa ada yang memanggil namaku? Hah? Kenapa ada yang memanggil namaku? Lalu semuanya perlahan buyar. Aku tiba-tiba saja membuka mata dengan mendapati Bang Sultan yang sedang menggunakan uniforum lengkap di hadapanku.
Tunggu.
Apakah aku bermimpi? Oh Tidak. Ini sangat memalukan. Aku bermimpi jorok dengan pria sekeras baja ini? Ya. Aku bodoh. Tidak mungkin dia bisa seromantis itu membuaiku. Hampir gila aku rasanya.
"Kamu kenapa? Sejak tadi mengingau : Lagi... lagi.....ah..."
Mati aku. Ya Tuhan.
"Makanya kalau tidur itu berdoa. Aku sampai mendengar kamu...."
"Stop bang. stop. Disa hanya mimpi. Oke? Tidak usah kita bahas."ujarku gugup.
"Ya makanya kamu cepat bangun ini sudah mau jam Sembilan. Aku bahkan sudah olahraga dua kali lalu memimpin apel pagi, dan kamu masih belum bangun. Pagi ini jam sepuluh perkenalan sama ibu-ibu Persit, nanti Hanan akan membantumu dan berbagi tanggung jawab. Aku sudah sampaikan kalau minggu depan kita akan resepsi kecil-kecilan di sini, dan sampai kamu menyeleaikan masa Internship, hanya tugas tugas fleksible saja yang harus kamu kerjakan. Namun itu tidak berlaku jika ada tugas penting ke luar kota. Selamanya istri harus mendampingi."
"Iya..iya.. Disa tahu, udah menyusun mekanisme perijinan juga. Nanti Disa minta jadwal ya Bang biar bisa prepare dari sekarang. Duh... aku bisa tidur sejam lagi nggak?"rengekku.
"Tidak. Sekarang juga kamu siap-siap pake seragam. Datang sepuluh menit sebelum acara perkenalan di mulai."
Dua puluh menit kemudian aku sudah berjalan di sisi Bang Sultan dengan senyum sehangat Mentari sikap selembut sutra, namun hati segondok geregaji mesin. Yang paling menjengkelkan karena sebakul nasi goreng dan sepuluh pancake caramel yang kubuat ludes tak bersisa diatas meja. Si Kanti bahkan sempat sarapan dan memuji rasa masakanku, namun tidak menyisakan sedikitpun buatku. Wajar kan kalau aku marah?
"Bapak, Hans, Hanan juga Qodril aja rebutan Bu. Kalau bukan Bapak yang menahan udah dihabisin Hans duluan sisa pancake. Yang rakus sih Hanan. Dia makan empat. Bapak dapat dua. Aku dapat satu. Hans sama Qodril juga dapat satu."
"Hah? Kan Bapak dua? Hanan empat? Kamu, Hans juga Qodril dapat satu kan? Terus satunya mana Kanti? Kan sepuluh?"tanyak heran
"Anu... bu... saya rebutan sama Hans, jadi kami bagi dua eh. Eh? Hehehe. Maaf ya Bu,"jawab Kanti malu-malu
"Besok-besok kalau aku udah buat ya kamu atur kanti.... jangan sampai ada yang dapat lebih ya kalaupun lebih kasih ke aja ke Bapak , oke?"
"Duh Bu kalau di sini Mah, makan ya makan aja, Bapak gak pernah tuh mau diistimewain."
"Iya tapi bagianku mana? Udah capek masak subuh-subuh juga."
"iya Bu, eh ibu aslinya cantik banget kalau pakai baju ijo bu, jadi pangling saya, pantes Bapak jadi jatuh hati...hihi.."
Saat mendengar pujian Kanti responku antara mau marah dan ingin memeluknya. Namun belum sempat aku menjawab respon Kanti, pangeran loreng berkuda hitam datang dan melihatku dengan tatapan matanya tajam. Maka di sinilah aku. Di ruang rapat sedang memperkenalkan diriku di depan ibu-ibu dan puluhan anggota TNI yang hadir. Bang Sultan berdiri disebelahku dengan tangan terlipat di depan dada. Mungkin sebentar lagi kedua tangannya akan turun ke pinggang.
Saat acara itu berakhir lalu dilanjutkan dengan diskusi hangat. Para ibu-ibu persit ini melaporkan berbagai kegiatan dan program kerja mereka yang sekiranya bisa kuhadiri saat tidak sedang bertugas di rumah sakit. Aku juga menyesuaikan dengan beberapa agenda rutin dan peresmian yang wajib kuhadiri karena berkaitan dengan posisiku sebagai istri seorang Dandim. Saat melihatnya aku baru sadar jika sebenarnya aku baru saja menerjunkan diriku di medan yang sangat buas.
Beberapa pertemuan dengan Bupati dan pejabat sudah tentu tak bisa kutinggalkan. Menemani suami dalam peresmian dan kegiatan resmi pada malam hari mungkin bisa ku skip namun tidak jika kegiatannya berlangsung pagi hingga siang hari. Hari liburku pun habis digunakan mendampingi Bang Sultan. lalu minggu depan selepas resepsi aku wajib menemani Bang Sultan ke ibukota provinsi karena semua istri komandan kodim diwajibkan hadir. Kepalaku sakit membacanya. Namun mengingat posisiku yang seminggu ke depan masih menjadi asisten dokter Angkasa membuatku kehilangan kata-kata.
Aku tidak mungkin mengatakan dan menolak tugasku di Rumah Sakit karena tugas ini sudah ada jauh sebelum aku menikah. Kontrakku lebih dulu pada pemerintah. Sedangkan menjadi istri seorang abdi negara dan melaksanakan serta mendampingi suami saat bertugas adalah bagian dari kewajiban dan aku telah bersumpah di depan pimpinan saat kami menghadap bahwa Ketika kami menikah maka aku harus siap dan patuh menjalankan tugas.
Satu-satunya orang yang bisa membantuku adalah Bang Sultan. Dia berjanji akan membantuku memangkas beberapa jadwal resmi dan kunjungan.
"Bang, aku sudah baca jadwal sebulan ke depan, ada beberapa yang waktunya tidak cocok, Abang masih ingat kan? Sama janji Abang?"
"Janji apa?"
"Janji kalau Disa harus mengutamakan tugas di rumah sakit dulu baru tugas sebagai istri komandan kodim,"jawabku halus dan menarik kursi di dekatnya. Kali ini kami duduk bersisian di meja makan. Acara telah berakhir lima belas menit yang lalu dengan aku yang wajib masuk di dua grup persatuan istri tentara agar dapat melihat perkembangan kegiatan. Aku sengaja memilih waktu ini karena satu jam lagi aku udah harus ke rumah sakit lagi. Aku melihatnya menyendok lauk. Namun aku segera menggantikan tugasnya kemudian membantunya menyendok nasi di piring.
"Iya. Terus?"
"Ini jadwalnya semuanya pagi jam tujuh sampai jam sebelas siang Mas. Itu kan jadwal istirahatku, terus minggu depan Disa kan udah mulai sift pagi lagi."keluhku
Kali ini Bang Sultan tidak menjawab pertanyaanku namun dari gelagatnya aku tahu jika kami akan bersebrangan lagi. Aku masih menunggunya selesai makan dan membantunya mengambil air minum.
"Disa... yang kebelet mau menikahiku itu kan kamu. Harusnya kamu udah mikir ratusan kali sebelum mengeluh. Semua yang terjadwal itu sudah mengikuti sift malam kamu sebagai dokter, jadi tinggal kamu yang melobi atasan kamu agar supaya sift kamu tetap di malam hari."
Kan? Sudah kuduga. Padahal maksudku adalah aku harus selalu menomorsatukan tugasku sebagai dokter. Lalu menomorduakan istirahatku. Kesal kutinggalkan dia masuk ke kamar. Kutanggalkan seluruh pakaianku lalu menaruhnya asal di ranjang. Tak lama pintu terbuka dan Bang Sultan masuk ke kamar lalu terburu-buru menutup pintu di belakangnya.
"Astaga... Disa.... kamu mau bikin aku jantungan hah?"
"Belum seberapa ini Bang. Disa masih pakai bawahan. Biasanya kalau lupa handuk, Disa langsung aja keluar dari kamar mandi tanpa pake apa-apa."
Kami saling bertatapan lama. Aku sangat tahu dia marah dari deru napas dan tangannya yang tertahan dipinggang. Tapi aku juga lebih marah. Biar saja dia lihat sejauh apa aku bisa membuatnya jengkel. Lalu aku berbalik dan menuju kamar mandi setelah memakai handuk yang kukenakan dengan congkak di hadapannya. ==🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
Baca murah di KBM app.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Beda Usia
RomanceWarning! Bacaan untuk dewasa 18+ Bagaimana jika pria dingin berhati batu kelak akan jatuh cinta pada gadis kecil yang dia selamatkan dan ditampung sementara tinggal di rumahnya? Sultan Panembahan seorang perwira tinggi militer membawa pulang seorang...