Bagian 59

4K 276 19
                                    

Bagian 59

Aku tiba di tempat Gladi tepat waktu. Jam menunjukkan pukul delapan lewat saat aku akhirnya berdiri di samping Bang Sultan dan mengikuti rangkaian proses upacara gladi yang akan dilaksanakan besok malam. Kukira Bang Sultan cukup terkejut karena aku bisa mengikuti semua instruksinya tanpa cela. Aku hanya perlu diberitahu sekali. Kami membutuhkan waktu Latihan hingga jam sepuluh malam.

Aku menyalami para Perwira yang datang dari berbagai daerah demi acara ini. Sesekali aku bertanya kabar dan aktifitas mereka. Beberapa minta berfoto dan kuladeni dengan senang hati. Aku bisa melihat mereka melirikku sekilas mungkin kaget melihatku bersanding dengan salah satu pimpinan mereka. Bang Sultan juga tak banyak bicara meski dia sesekali melirikku seolah ingin memastikan sesuatu.

"Gimana? Ada yang mau ditambahin di gedung ini?,"Bang Sultan duduk tepat disampingku.

"Cukup Bang. Gak usah terlalu gimana-gimana, ini udah oke."jawabku tanpa melihatnya.

"Ibu dan yang lainnya udah kuantar ke hotel, mereka cariin kamu, kubilang kamu tugas malam. Sehari setelah acara resepsi mereka mau nyebrang pulau, kalau tidak salah itu pas hari libur kamu juga kan?"

"iya Bang."

"Oke. Jadi gitu aja, kalau ada yang mau kamu tanyakan atau tambahkan bisa dari sekarang."
Tumben kali ini Bang sultan bisa banyak bicara biasanya dia pelit bicara.

"Oke. Disa pamit bobo dulu ya Bang, sakit perut juga sih."

"Kamu... mau dibelikan sesuatu? Pereda nyeri atau sejenisnya..."

Tolong janga terlalu baik padaku. Please.

"Disa udah minum Bang kali ini hanya mau bobo aja dulu, biar besok pagi bisa ke rumah sakit, jadi buat gantiin jadwal jaga Disa, besok wajib masuk jaga pagi sampai jam empat sore,"jelasku sebelum pamit meninggalkannya.

Entah kenapa perasaanku tidak enak sejak mendengar pembicaraan Mbak Sastri dengan Bang Sultan. Aku seolah dibangunkan dari mimpi. Apa yang kudengar tadi membuatku yakin juga sadar jika sebenarnya semua harapan yang sedang tumbuh dalam hatiku hanya akan sia-sia. Ya, Bang sultan berhak mendapatkan yang terbaik. Seseorang yang lebih baik dan mumpuni untuk mendampinginya mengemban tugas.

Aku tahu sangat tahu jika dedikasi bang Sultan pada profesinya sangat total. Dia adalah pria paling bertanggung jawab serta.... Ya Tuhan. Aku benar-benar sudah tenggelam sekarang. Belum sebulan dan aku sudah uring-uringan.

Saat tiba di kamar aku langsung membersihkan badanku dan kembali menyiapkan semua peralatan untuk besok. Aku sudah melihat Jaz hijau tua juga tergantung di depan lemari. Sedangkan bajuku sendiri baru diantarin besok sore, baju yang kukenakan akan datang bersamaan dengan MUA yang menghiasku.

Besok yang aku undang datang selain beberapa kawan di rumah sakit yang jumlahnya tidak sampai dua puluh, aku juga mengundang  tetanggaku saat di rumah petak dulu. Tak ketinggalan penjaga dan pemilik rumah petak juga ku undang untuk datang.

Aku masih menyisir rambutku saat medengar bunyi pintu ruang tamu di tutup. Yanga berarti Bang Sultan Sudah pulang.

Segera aku berlari masuk dalam selimut lalu mematikan lampu nakas milikku secepat yang aku bisa. Seperti dugaanku Bang Sulthan masuk kamar tak lama kemudian kemudian segera masuk kamar mandi. Saat pintu kamar mandi tertutup aku segera mematikan ponselku lalu mengisi dayanya kemudian kembali ke sisi ranjang milkku.

Mataku masih menutup sempurna saat aku meraskan Langkah Bang Sultan yang lalu Lalang. Entah apa yang dia cari. Namun tak lama dia ikut merebahkan diri pada sisi berlawanan.

"Ibu bilang jika butuh bantuannya kita bisa menelponnya." Mataku terbuka namun aku memilih tetap pada posisiku.

"Sastri akan tinggal sampai lima hari ke depan, setelah resepsi dia berniat menempati kamar tamu bersama Arma.'

Ahhh... walang sangit sebentar lagi menyebarkan aromanya.

"Sidni sama Suminya akan tinggal di hotel sampai seminggu, kurasa mereka suka pemadangan lautnya, sebenarnya tadi aku meminta Hanan untuk menjemputmu, tapi kamu pasti sibuk, jadi yahhh..."

Seharusnya dia tak perlu berusaha berbaik hati padaku hanya karena ingin mendapatkan sesuatu dariku. Cepat atau lambat kalau Abang Sultan memaksa aku pasti harus melayaninya suka atau tidak suka. Nyaman atau tidak nyaman. Itulah yang harus selalu siap kulakukan tanpa banyak membantah.

Bisakah aku mengartikan jika dia sengaja ingin mengambil perhatianku karena menginginkan sesuatu?

"Kalau kamu butuh sesuatu jangan segan bilang, dan... tentang uang yang aku kasih aku sudah taroh kembali di meja, itu adalah hakmu meski nilainya tidak seberapa tapi...."

Ya Tuhan. Please. Buat pria di sebelahku kembali garang. Kembali emosian. Kembali diam. Aku tidak bisa menerima sikapnya yang seperti ini lagi.

Aku masih menunggu lagi suaranya hingga aku mendengar lampu suara lampu nakas juga ikut dimatikan. Saat aku membuka mata suasana sudah gelap, namun suara napas bang Sultan yang menarik napas secara keras-keras seperti melepas beban yang sangat berat begitu menggangguku.

Ranjang ikut berderak saat aku merasakan tubuh Bang Sultan merapat padaku. Sepertinya aku sedang bermimpi. Kepalaku pusing. Karena tangannya menggengam tanganku. Aku bisa merasakan sentuhan bulu-bulu tangannya pada tanganku. Dadaku bergemuruh hebat, rasa mual luar biasa menyergapku. Rasanya berbeda. Aku bisa merasakan hangat badannya melekat erat di pada punggungku. Namun yang membuat napasku makin tercekat karena sentuhan bibirnya pada leherku menimbulkan nyeri tak berkesudahan pada jantungku.

Ya Tuhan aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Tapi jelas ini tidak akan baik bagiku.

"Aku tahu kamu belum tidur. Aku hanya akan memelukmu seperti ini, pegang ucapanku."

Rasanya aku ingin menangis. Jika yang dia maksud akan sering memelukku seperti ini dan esefknya saja sudah membuat Kesehatan jantungku berada diambang batas normal maka aku perlu segera ke dokter memeriksakan kondisi jantungku besok. Aku lebih bisa mempercayai jika yang terjadi mala mini hanyalah mimpi.

Aku makin merasakan perutku melilit. Yang makin membuatku gemetar karena tangannya yang awalnya menggenggam tanganku kini berpindah posisi ke perutku.

Aku

Merasakan

Tidak baik-baik saja.

Aku sulit bernapas dengan normal. Aku.. aku...

Aku pernah bermimpi bersama dengan seorang pria namun tidak pernah membayangkan jika rasanya akan seperti ini. Berkali kali aku menelan ludah setelah merasakan bibirnya kembali mengecup bahuku. Sesekali membaui rambut juga leherku.

Kuncup di hatiku kembali bermekaran. Ada banyak kupu-kupu tak kasat mata dalam kepalaku kini beterbangan. Aku meringis dan menggigit bibirku sendiri demi menahan diri agar tidak berteriak. Ini sungguh tidak adil.

Aku masih gemetar saat merasakan pelukannya makin erat. Kurasaka aku harus mengatakannya dengan jelas.

"Abang perut Disa sakit."

"Oh? Sorry. Apa aku menyakitimu?"

Kini badannya sedikit menjauh. Ada rasa tidak rela dan sedikit kelegaan menghinggapiku karena kini badannya tak lagi terlalu rapat meski tangannya masih memelukku namun posisinya tidak lagi tinggal di perutku.

Aku masih diam dan tidak menjawabnya saat samar-samar terdengar suara ketukan pada pintu. Aku sama Bang Sultan sontak bangun. Bang Sultan segera memakai celana panjang dan baju kaos putih miliknya lalu keluar dari kamar.

Tak lama dia melihatku sejenak. "Pakai jaketmu, ada seseorang yang mencarimu di luar. Penting dari rumah sakit."

Aku mengernyit, orang dari rumah sakit? Segera aku memakai leging dan jaket milikku kemudian keluar melihat siapaa gerangan yang mencariku. Saat melihatnya aku terpaku. Dr. Angkasa?

"Maaf saya memanggilmu malam-malam Disa, ada pasien yang harus di oprasi malam ini karena banyak penyulit, dokter yang biasa menemaniku sedang di Ampana, aku menelponmu sejak tadi tapi ponselmu tidak aktif."

"Maaf dok, ponsel saya matikan. Baik, tiga menit terus saya ikut dokter ke rumah sakit, dokter diantar siapa kesini?"

"Tidak diantar siapa-siapa, saya ke sini naik motor sendiri."

Segera aku masuk ke kamar dan menyalakan Hp lalu mengganti pakaiannku tepat di hadapan Bang Sultan tanpa menghiraukannya.

"kamu naik motor malam-malam boncengan berdua sama dokter itu?"

Aku meliriknya jengah. "Bang... ini kondisi emergency. Disa harus menemani Dr. Angkasa operasi."

Lalu aku keluar kamar dan segera keluar bersama dr. Angkasa. Namun Suara bang Sultan membuatku berhenti.

"Tunggu. Istri saya biar saya yang antar. Lima menit lagi pasti tiba, saya punya motor juga di belakang."

Aku mendesah frustasi. Dasar dedemit.

🫶🏼🫶🏼🫶🏼🫶🏼🍀🍀🍀🍀🍀

Mau baca cepet dan murah pilihannya ke googleplay atau KBM aplikasi ya. Di karyakarsa jatohnya 3 kali lipat dari harga yg seharusnya. Atau mau bukunya juga boleh, masih ada 6 SET seharga 250rb. Bisa pesen lewat shopi atau chat saya di instagram di bawah ini. Makasih semuanya, udah 2 bulan cerita ini masih masuk 10 terlaris di google play.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jodoh Beda UsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang