Bagian 63

4.4K 316 20
                                    

Sekali lagi kalau pengen baca murah dari bab 65-habis ke KbM app. Udah lengkap sama extra part. Isi koin gak nyampe 150k. Di karyakarsa agak mahal, kena 300rb. Sayang kalau kalian baca potong-potong karena tiap bab punya ruang tersendiri.

==========

Bagian 63

Bagian 63


Speechless adalah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Mungkin jika ingin diibaratkan maka jantungku sedang berada diambang kritis. Saat-saat ini aku harusnya bisa mengendalikan diriku sendiri. Namun debar di dadaku tak lagi bisa diajak kompromi.

Waktu berlalu namun tidak ada tanda-tanda pergerakan dari Bang Sultan sama sekali.

"Abang... apa Disa minta extra bed aja kali ya?,"cetusku tak lama kemudian.

"Buat apa? Mau diketawaain sama orang di luar sana?"

"Badan Abang terlalu besar, Disa gak bisa gerak,"keluhku pada akhirnya namun belum mampu memalingkan wajah menatapnya. Aku takut jika melihat Bang Sultan kendali diriku hancur, dan....

"Kalau gitu coba posisi tidur di ubah, kamu balik kanan aja, jadi badan kita tidak perlu bersentuhan."

Aku meremas ujung sprei. Jengah. Apa Bang Sultan tidak belajar dari pengalaman? Aku bisa saja menyergap atau tidur dengan posisi memalukan.

"Bang... di rumah dinas aja udah kejadian Disa naikin Abang, gimana dengan ranjang sempit gini, Abang gak keberatan Disa naikin lagi?"kini aku benar-benar kesal lalu meliriknya. Ternyata Bang Sultan benar telah menutup matanya.

"Gak papa."

Aku meringis. Gak papa katanya? Gak papa dedemitmu. Aku yang rugi. Enak aja main gampangin soal naik-naik.

"Disa keberatan Bang, Atau Disa bobo di bawah aja ya?"

Lama tak ada suara dari Bang Sultan. Saat kupikir perkataanku adalah salah satu jalan keluar terbaik, bahkan kakiku telah menyentuh lantai yang terbuat dari kayu, namun suara bang Sultan kembali terdengar.

"Lipan dan tikus adalah beberapa hewan yang sering lalu Lalang di lantai vila ini."

Hanya bebera[a detik kemudian aku kembali menaikkan kaki lalu meracau menangisi nasibku yang sial.

"Ya udah Disa mau cari udara segar dulu di luar baru tidur,"ucapku setengah kesal lalu menyambar jaket cardigan hitam milikku kemudian keluar kamar dengan membawa ponsel di tangan.

Suara debur ombak menyambut saat aku menutup pintu dibelakangku. Hampir semua lampu kamar telah mati kecuali dua kamar sudut. Api unggun terlihat masih menyala. Aku menandai Hanan dan dari postur tubuhnya. Namun perlu waktu bagiku mengidentifikasi wanita yang bersamanya. Mataku memicing berusaha mengenali karena jarak yang terbentang sekitar dua puluh meter. Namun saat mengenalinya segera ku telpon dan panggilanku terjawab di dering ke tiga.

{Sil... ngapain kamu belum bobo jam segini?} ucapku setengah berbisik.

{Duuhh mom, jangan ganggu, Silvi lagi ada misi rahasia} jawabnya dengan suara tak kalah kecil.

{Kamu sama Hanan?}

{Lo? Kok tahu? Ngintip ya?}

{Kalau dady mu tahu, kamu masih diluar jam segini, aku gak ikut campur ya, Sil}

{Ya jangan biang-bilang sama Dady dong, tahu sendiri dia gimana. Apalagi kalau sampai ketahuan ngobrol sampai jam segini sama ajudannya}

{Intinya aku gak ikut campur ya Sil, pokoknya kamu jangan terlalu lama di luar, kalau Dadymu keluar kamar gimana?}

{lah? Bukannya dia gak balik lagi?}

Aku meringis. Ternyata gak ada yang tahu kalau Dedemit itu balik.

{Dia balik setengah jam yang lalu, Sil. Jadi kalau bisa kamu cepat masuk sebelum...}

Kurasa aku mendengar suara pintu terbuka. Lalu kepalaku berputar Sembilan puluh derajat agar bisa melihatnya.  kulihat Bang Sultan keluar kamar menggunakan baju kaos putih. Dengan cepat segera kututup telpon dan berbalik menghadapnya.

"Kenapa Abang keluar?"tanyaku dengan kening berkerut karena melihatnya memegang jaket kulit miliknya. Apa dia mau keluar?

"Nggak hanya pengen cari udara segara aja."ujarnya datar

Ya Tuhan Silvi segera masuk kamarmu. Dady kenebomu akan membuat hidupmu runyam sebentar lagi. Tiba-tiba aku merasakan dingin yang teramat sangat. Mungkin pengaruh kegugupanku atau memang angin laut berhembus begitu kencang. Namun aku sadar mengusap lenganku berkali-kali demi meredam dingin yang kurasakan.

"Makanya kalau tidak terbiasa keluar dengan cuaca seperti ini pastikan kamu memakai pakaian yang tebal,"bisiknya pelan sembari memakaikanku jaket yang dibawanya. Batinku kembali berperang. Celaka jika dia melihat Silvi. Sebisa mungkin aku harus membuat perhatiannya teralihkan. Maka saat merasakan Bang Sultan akan menarik tangannya setelah memakaianku jaket, segera kusela..

"Bang kita masuk dalam aja yuk... ini udah malam,"sergahku tiba-tiba sembari memegang wajahnya agar tetap manatapku. Kami akhirnya bertatapan lama. Ya Tuhan aku bermain api. Silvi... Silvi..

Kulihat Bang Sultan tampak salah tingkah dan begitu saja mengiyakan permintaanku. Apalagi Ketika aku menariknya segera masuk ke kamar dan menutup pintu dibelakangku lalu mematikan lampu.

Aku naik ke ranjang setelah mencuci wajah. Kini aku berbalik membelakanginya seperti biasa meski aku masih bisa merasakan tarikan napas bang Sultan namun setidaknya kini aku tidak terlalu gugup seperti tadi.

Doaku hanya satu semoga besok aku tidak perlu tampak memalukan Ketika bangun pagi. Karena jika aku kembali melakukan hal yang memalukan, lebih baik aku tidak perlu lagi tidur bersamanya.

Namun rasanya hanya sebentar aku tertidur namun sebuah tangan menarik bahuku agar terlentang. Tanpa perlu melihatnya aku tahu jika itu bang Sultan. Aku meringis. Apalagi saat merasakan tangannya menepikan rambutku yang menutupi Sebagian wajahku. Kini aku bisa menatap wajahnya.

"Bang... Disa mau tidur."kataku setengah berbisik.

"Habis ini aja baru kamu tidur."

"Bang..., katanya dua minggu lagi?,"protesku setengah memohon.

"Kamu juga gak akan rugi, Dis. Mau sampai kapan kamu menunda?"

"Eh? Bukannya abang yang gak mau nyentuh Disa?"

Matanya tampak tidak setuju. Lampu dinding yang temaram meski tidak jelas membuatku bisa melihat wajah Bang Sultan. "Kapan aku tidak setuju?"

"Waktu itu saat Disa bilang kalau abang boleh dekat-dekat Disa kalau Abang benar-benar mau hubungan kita dilanjutin. Terus abang gak lagi peluk Disa"

"Yaitu karena Abang mikir Panjang, udah. Kamu banyak bicara, Dis. Keburu pagi."

"Duhh bang... Disa belum siap. Disa masih datang bulan. Ini."

"Banyak alesan. Tadi aja kamu berenang."balasnya dengan suara tak mau kalah. Kali ini tangannya udah mulai megang ujung bajuku. Dadaku makin berdebar

"Ya kenapa Bang? Minimal udah gak keluar banyak-banyak amat makannya Dis berani renang, Bang... please ya, jangan bikin Disa gak nyaman deh."rintihku setengah memohon

Lalu kulihat wajahnya Gusar dan menjauh dariku. Aku tegang. Sungguh sangat tegang.

"Kamu tahu Dis? Kadang aku berpiikir kamu itu wanita paling munafik yang pernah kukenal. Kamu mau-mau saja bersama dengan pria lain, tapi tidak mau jika bersamaku. Kenapa? Apa karena tawaranku kurang menarik? Uangku kurang berseri? Mending kamu bilang saja langsung jadi aku bisa memposisikan diriku. Memalukan bagiku sebenarnya. Padahal aku meminta sesuatu yang seharusnya jadi hakku."

Ada yang kurasa kembali mengiris hatiku dengan cara tak biasa.

"Aku kadang berpikir kenapa ya, kalian para wanita tidak bisa melayani pasangan dengan ikhlas tanpa harus mengharapkan imbalan? Kenapa kalian para wanita sangat begitu mudah  tergoda sama yang Namanya uang?"

"Bang Disa tidak seperti dengan apa yang Abang bilang..."

Kemudian suara tawanya menggema terdengar meremehkan

"Sudahlah Dis, terserah kamu mau lakukan apapun yang kamu mau, aku capek."

"Bang... Disa pasti menepati janji Disa kok, masih sepuluh hari lagi kan? Pegang omongan Disa. Namun Disa juga punya persyaratan, dan itu harus sepadan..."

"Apalagi kali ini alasanmu?"

"Bukan alasan Bang, Disa hanya mau Abang membantu Disa mengurus surat kematian Ayah Disa, lalu menyelidiki penyebab kematiannya, udah. Itu aja cukup Bang."

"Yakin hanya itu?"

"Iya."

"Setelah itu kamu tidak minta apapun lagi?"

"iya."

"Tidak akan minta syarat apapun termasuk obsi akan menjadi suamimu?"

"iya Bang. itu juga termasuk,"jawabku

"Oke. Deal. Sembilan hari lagi. Karena sekarang udah jam satu malam."

Sahutnya dingin dan tak ada lagi suara yang terdengar kecuali deru ombak yang bertalu-talu mencapai pantai. Entah kenapa hatiku masih merasakan sakit. Ya tuhan semoga aku menempuh jalan yang benar.
=======

Link KBM app silahkan cek wall percakapan ya. An. Emeraldthahir.

Jodoh Beda UsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang