Bab 46

4K 282 11
                                    

Bagian 46

Ternyata mengajak Bang Sultan live tidak semudah kelihatannya. Butuh waktu setengah jam bagiku mengkondisikan senyumnya agar terlihat ikhlas. Tahu kan maksudku? Jenis dan karakter manusia yang susah senyum itu seperti apa? Ya itu seperti senyum mahal milik Bang Sulthan.

"Apakah kita sudah bisa mulai?,"protesnya mulai hilang kesabaran. Aku berusaha menenangkan dengan mengelus lengan lalu mengandengnya ke luar rumah.

"Dikit lagi Bang. Aku cari posisi yang pas dulu, eh  kita duduk di luar deh, ingat ya, live kita paling lama lima menit aja, Disa gak bakalan tanya aneh-aneh, hanya... jangan lupa setelah jawab tiga pertanyaan yang Disa kasih tahu, jawabnya harus yang tadi, Bang Sultan langsung aja pamit karena harus hadiri rapat di kantor bupati. Oke?"sergahku memperingatkan.

"Iya."

Perlahan aku mulai mengaktifkan tombol live di Instagram. Pagi ini aku sengaja tampil natural dengan rambut digerai. Lagipula ada filter yang bisa membantuku. Namun membayangkan Komandan pakai lipstick serta perona pipi saat live membuatku bergidik ngeri. Makanya aku memilih filter standar yang hanya memiliki efek pencerah.

"Halo semuanya. Nih sayang... udah banyak yang masuk live ku nih,"sapaku pertama kali sembari mengajak Bang Sultan ikut muncul di layar, saat melihat jumlah peserta yang tiba-tiba membludak. Dari lima ratus kemudian berlanjut hingga ke tujuh ribu. Mungkin jika saja wajahku sudah ketahuan pasti jumlah peserta live bisa melonjak sepuluh kali lipat.

"Nah mumpung nih, kalian lagi banyak. Jadi aku... pengen berbagi kabar bahagia kalau akhirnya aku sudah nikah empat hari yang lalu...."

Aku membaca satu persatu komentar yang masuk dan segera memberi klarifikasi singkat padat juga jelas.

"Jadi suamiku udah duda lama. Delapan tahunan. Nih kalau kalian mau lihat wajah suamiku lebih jelas? Nih... aku kasih...."

Kuarahkan semua kamera menuju wajah Bang Sultan yang memicing ikut membaca komentar. Hanya beberapa detik kemudian dia mengeluarkan senyum. Senyum yang belum pernah kulihat seumur-umur mengenalnya. Segera kuarahkan kembali kamera agar bisa menyorot kami berdua. Beragam pertanyaan muncul.

'Kenal dimana kak suaminya? Angkatan darat ya? Cakep kak."

"Kak suaminya tipeku banget. Salam ya kak."

"Duh Rahim anget-anget kuku."

"Nah aku restuin sama ini ketimbang si Yuda atau pengusaha yg kemarin."

"kalian pacaran ya kak?"

"Oh jadi yang di lambe kmrin itu kk ya?"

Melihat antusias yang membuat penonton liveku menjadi sebelas ribu, menjadikan aku harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya agar dapat merangkum semua pertanyaan nitijen. Dua menit lagi Bang Sultan akan pergi, dan adegan Sun pipi yang aku arahkan dan harus dia lakukan padaku akan segera terjadi. Bang Sultan orangnya sangat tepat janji.

"Jadi gini ya sayang, aku sama suamiku udah kenal lama sebelum jadi artis. Terus kami akrab lagi saat aku ditugasin Internship di Luwuk, nah beliau adalah Dandim di sini. Jadi, semoga bisa menjawab pertanyaan kalian semua ya. Oh iya, akad nikah kemarin di Jogja, terus resepsi kami rencananya beberapa hari ke depan di sini juga biar bisa berbaur dengan semua masyarakat dekat suamiku tugas,"paparku tenang.

Kemudian beragam komentar kembali kubaca. Lebih banyak tentang Yudha. Namun yang membuat aku speechless adalah kejadian selanjutnya. Saat Bang Sultan pamit dan mengecup pipiku, di saat yang sama aku berbalik hingga membuat kami bersilaturahmi bibir di depan belasan ribu nitijen. Rasanya sulit ku ungkapkan dengan kata-kata. Perutku tiba-tiba kram. Aku sempat membeku selama beberapa detik lalu mengelus Pipi Bang Sultan mengatasi kecanggungan. Sorot mata Bang Sultan tak bisa kubaca. Entah apa yang ada dikepalanya. Sontak aku segera mengamit lalu mencium punggung tangannya.

Selanjutnya adalah membaca ragam komentar Nitijen. Beberapa menit setelah Bang Sultan pamit aku juga menghentikan live ku. Saat ponsel kumatikan, aku tiba-tiba saja merasa aneh. Perasaanku menjadi aneh bahkan setelah satu jam live itu berakhir. Seperti perkiraanku, jika followersku bertambah drastis setelah live itu kulakukan. Bahkan ada akun gossip yang merekam aksiku berciuman dengan bang Sultan. Ah... mati aku.

Awalnya aku ingin tidur memanfaatkan waktu yang tersisa sebelum aku tugas. Nyatanya aku tidak bisa memjamkan mata. Saat aku melepas ponsel, saat itu ponselku berbunyi.

YUDA TINGGARDI IS CALLING....

"Halooo yud, gimana?"

"Eh sweety aku udah di Luwuk nih kita ketemuan dimana?"

"Eh kamu udah di luwuk? Di hotel apa?"tanyaku terkejut.

"Di Santika, pantainya cantik ya, aku datang sama Edo stafku. Bagusnya kita ngonten kapan Dis?"

"Besok pagi aja gimana? Siang ini aku jaga sampai malam."

"Malam? Di RS mana? Aku jemput aja mau?"

"Ehhh gak bisa. Nanti kuceritaain. Kamu udah liat liveku belum?"

"Belum sih, suamimu jahat ya?"

"Duhh bukan. Bukan jahat. Hanya saja waktuku udah gak kayak dulu lagi, udah nikah. Tapi kalau menyelesaikan kontrak kerja yang udah ada sebelum aku nikah gak masalah."

"Ya ini kan, kontrak kerja kita. Lagipula apa salahnya aku jemput kamu? Atau kita ketemu dimana malam nanti?"

"Yud aku jaga di rumah sakit sampai jam satu kadang juga sampai jam tiga tergantung pasien. Tapi paling cepat jam satu. Tempat ini bukan Jakarta yang tersedia kafe 24 jam jadi kita bebas mau ketemu jam berapa. Disini hampir semua tempat jam sebelas udah pada tutup."jelasku Panjang lebar.

"Ya udah kalau gitu. Besok pagi ya, jam tujuh bisa? Lima jam cukup deh sama tapingnya atau edit-editnya, jaga-jaga kalau kita perlu ambil gambar atau video lagi."

"Oke. Aku bawa ajudan suamiku ya, biar kalau ada apa-apa aku punya saksi kalau kita gak aneh-aneh." Jawabku sembari menjepit ponsel di telinga.

Setelah menutup telepon dari Yuda, pesan berikutnya masuk lewat ponselku.

{Nak Disa. Ini pak Rahman. Dapat nomor kamu dari petugas yang kemarin kamu temui di asrama tentara. Bapakmu meninggalkan pesan penting. Jadi kalau bisa secepatnya kamu datang ke Ampana. Tapi kamu harus datang sendiri ya. Tidak boleh ada satu orangpun yang menemani atau tahu kalau kita ketemu}

Kubalas pesan itu dengan dada berdebar. Ya Tuhan, pesan dari Bapak. Akhirnya aku bisa membaca pesan dari bapak.
{Iya pak, Rahman. Disa akan secepatnya mengatur waktu untuk segera ke Ampana. Paling cepat minggu depan. Karena ada tugas dan perijinan yang harus Disa selesaikan. Tapi, apakah pesan itu bisa di foto atau dikirim Pak? Jadi saat kita ketemu tinggal membicarakan hal lain} tawarku antusias.

{Tidak bisa Disa. Ini penting. Demi hidupmu dan kenyataan yang harus kamu tahu}

Gelombang panik menerpaku. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi namun perasaanku sungguh tidak baik-baik saja. Apakah aku harus memberitahu Uti? Tapi, Pak Rahman menyampaikan padaku untuk tidak memberitahu siapapun. Masalah libur aku bisa memakai waktu libur mingguanku menuju Ampana. Berangkat pagi dan pulang sore hari.

{Baik Pak Rahman. Disa datang sendiri minggu depan.}

======

Revisi naskah ini udah selesai ya, paling lambat jumat udah naik cetak dengan kuota hanya 250. Karena sistemnya rebutan kalian harus rebutan sama yang udah keep sejak di grup WA mending ke google play aja karena udah tersedia malam minggu.

Buku 780 halaman harganya bakalan nyentuh 200k
Google 1200 halaman (kisaran 150)
Isi sama namun fond nya menyesuaikan agar aman buat mata.

Cerita ini penuh riset dan saya hadirkan dalam bentuk indah dan terbaik versi saya.
Lelet banget progresnya karena urusan dunia nyata sangat menguras tenaga dan energi. Oh iya saat revisi jumlah kata 242ribu. Setelah revisi 248ribu. No sensor.



Jodoh Beda UsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang